Mulai tahun 2015 tanggal 22 Oktober Presiden Indonesia Joko Widodo menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Santri Nasional. Lalu sebenarnya apakah itu santri sehingga presiden menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari peringatan santri nasional? Oleh karena itu rakyat Indonesia perlu mengetahui tentang apa itu santri  dan apa kontribusinya untuk Indonesia sehingga layak diapresiasi dengan penetapan peringatan hari santri nasional. Banyak kalangan mempertanyakan tentang apa, siapa, bagaimana kapan dan mengapa santri dan pesantren bertumbuh di Indonesia. "santri" berasal dari bahasa Sanskerta. Istilah "santri", yang artinya "melek huruf" atau "bisa membaca". Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Santri biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Santri pada dasarnya sama seperti pelajar sekolah pada umunya, yaitu sama-sama orang yang menuntut ilmu. Namun perbedaannya terdapat pada apa yang menjadi fokus utama pembelajarannya, yaitu tehadap agama. Santri pertama muncul belum menggunakan sarana pesantren sebagai tempat belajar layaknya sekarang. Dahulu santri belajar kepada guru-gurunya dengan cara mendatangi kediaman gurunya atau menggunakan masjid atau bahkan hanya dibawa pohon sebagai tempat belajar. Cara belajar dan apa yang dipelajari pun berbeda dengan sekolah pada umumnya. santri mempelajari ilmu yang berasal dari kitab suci al-Quran dan kitab-kitab kuning. Kitab kuning merupakan buku atau literatur berbahasa arab yang berisi mengenai penjelasan ajaran agama Islam karya Ulama (Cendekiawan Islam) yang bersumber dari al-Quran dan hadis (sumber ajaran agama Islam). Metode Pembelajaran Kitab Kuning pada santri yang biasa digunakan adalah metode klasikal, bandongan, sorogan, diskusi, hafalan, tanya jawab, ceramah, dan demonstrasi.
Pembelajaran dengan metode sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau ustadz, di depannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap Kyai. Setelah Kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab kemudian santri mengulanginya. Sedangkan santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh Kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil. Sedangkan metode bandongan adalah para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.
 Namun pada masa kolonialisme keberadaan santri mulai tersingkirkan dengan munculnya pendidikan-pendidikan kolonial yang sudah menerapkan sistem sekolah dengan mendirikan bangunan-bangunan sekolah formal dan  metode-metode pembelajaran layaknya sekarang. Namun meskipun begitu orang yang belajar di sekolah colonial hanyalah orang-orang golongan atas layaknya bangsawan. Melihat  itu akhirnya para pengajar santri mulai beradaptasi  dengan keadaan tersebut dan mulai mengembangkan metode pembelajaran santri sarana prasarana pembelajaran santri dengan menyediakan tempat yang lebih layak untuk belajar agama. Tidak hanya itu, santri juga mulai diisi dengan pembelajaran-pembelajaran umum bahkan pelajaran bahasa asing, yaitu bahasa belanda pada masa itu. Dan mulai itulah pesantren mulai muncul dan eksis di Indonesia.
Membahas mengenai peran santri di Indonesia sehingga layak  diperingati secara khusus adalah karena santri berperan penting dalam perjalanan Negara Indonesia.  Mulai dari masa kolonial sebagai pejuang kemerdekaan hingga sekarang sebagai kalangan penerus bangsa yang ikut memajukan Indonesia, karena mayoritas santri adalah masih berada di usia pemuda pelajar. Melihat kembali mengenai peringatan hari santri nasional, tanggal 22 Oktober sendiri dipilih sebagai bentuk pengingat akan seruan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama di berbagai penjuru daerah. Saat itu, KH Hasyim Asy'ari memimpin perumusan fatwa 'Resolusi Jihad' di kalangan kiai pesantren. Resolusi jihad mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan penjajah.
 Berbagai provokasi dan upaya menggoyahkan kemerdekaan Indonesia dilakukan. Seperti peristiwa perobekan bendera Belanda pada 19 September 1945 hingga la peristiwa perebutan senjata tentara Jepang pada 23 September 1945. Kian memanasnya kondisi pasca kemerdekaan mendorong Presiden Soekarno berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy'ari, yang punya pengaruh di hadapan para ulama. Melalui utusannya, sang Presiden menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan. Dengan tegas, KH Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa umat Islam perlu melakukan pembelaan terhadap tanah air dari ancaman asing. Pada 17 September 1945, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan para penjajah. Fatwa jihad itu kemudian melahirkan resolusi Jihad yang disepakati saat rapat di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945.
Begitu besarnya peran santri dan ulama dalam perjalanan bangsa Indonesia patut kita ketahui dan kita apresiasi sebagai penikmat kemerdekaan yang sekarang kita rasakan. Keputusan presiden mengenai penetapan tanggal hari santri nasional merupakan tindakan yang tepat dan juga perlu kita apresiasi sebagai warga Negara yang baik dan sebagai bentuk penghormatan. Tantangan santri pada masa sekarang adalah mengenai bagaimana cara agar mereka tetap layak untuk diapresiasi dan bagaimana cara mereka melestarikan apa yang telah diperjuangkan oleh para ulama pendahulu mereka. Santri seharusnya bisa menjadi cendekiawan yang terbuka, tidak hanya melulu mengenai hal agama dan mengaji. Namun juga melek terhadap permasalahan banga Indonesia dan dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap apa yang dibutuhkan Negara Indonesia. Seperti para pendahulu mereka yang bisa menjadi rujukan rakyat Indonesia, bahkan presiden pun dalam menyelesaikan masalah Negara seringkali berkonsultasi kepada ulama.
 Pada akhirnya perlu digaris bawahi bahwasanya santri sekarang harus memiliki kualitas yang bagus sehingga dapat ikut serta dalam pengembangan bangsa Indonesia. Layaknya apa yang telah diperjuangkan santri pada zaman kolonial, santri zaman sekarang juga harus memiliki harga yang setara dan lebih baik  dengan para pendahulunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H