Ojek online, fenomena yang booming beberapa tahun belakangan ini, membawa revolusi terhadap sistem perojekan. Mulai dari segi keamanan, kenyamanan, sampai dengan harga, menjadi lebih terjamin. Fleksibilitas pelanggan juga turut meningkat. Hal tersebut menjadi alasan-alasan mengapa banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kepada sistem ojek online untuk keperluan sehari-hari.Â
Misalnya, berpergian, memesan makanan, sampai dengan sistem kurir/pengiriman barang jarak dekat. Berdasarkan website resmi salah satu perusahaan ojek online terbesar di Indonesia, pada tahun 2019, mereka sudah memiliki 2 juta mitra driver di seluruh Indonesia.Â
Hal tersebut membuktikan bahwa ojek online tidak hanya dipandang sebagai produk saja oleh rakyat Indonesia, tetapi juga sebagai lapangan kerja potensial. Namun apakah kemudahan yang didapatkan dengan adanya ojek online ini sudah cukup baik untuk kita?
Keberadaan ojek online, ketika dipandang dari segi keramahan lingkungan, terlihat mengkhawatirkan. Kendaraan bermotor menghasilkan emisi gas CO2, NOx, dan gas hidrokarbon lainnya. CO2 dan NOx menjadi fokus perhatian karena berkontribusi terhadap perubahan iklim (sebagai gas rumah kaca) dan berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan.Â
Paparan terhadap NOx dalam jangka waktu yang panjang, atau dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, dan bahkan asthma. Gas NOx di udara juga bereaksi dengan uap air dan menyebabkan terjadinya hujan asam.
Dalam sebuah skenario kasus terbaik, ketika dimisalkan kendaraan bermotor bensin mengikuti standar Euro-4Â (yang belakangan ini diterapkan di Indonesia), batas ambang emisi adalah 1 gram/km CO (Karbon Monoksida) dan 0,1 gram/km NOx (NO dan NO2).Â
Dalam satu hari saja, mitra ojek minimal mendapat sekitar 12 pesanan. Jika pesanan berada hanya 100m dari pengendara (dekat), maka dalam satu hari, seorang pengendara "ojol" perlu menghabiskan 1200m hanya untuk menjemput pesanan.Â
Dengan 2 juta pengendara di seluruh Indonesia, maka mengikuti skenario terbaik dan kemungkinan terkecilnya, kontribusi emisi gas oleh ojek online di seluruh Indonesia mencapai 2,4ton Karbon Monoksida, dan 240kg NOx per hari, hanya untuk menjemput pesanan. Nilai tersebut bahkan belum termasuk jarak yang perlu ditempuh untuk mengantarkan pesanan ke tempat tujuan.Â
Selanjutnya, nilai nyata kontribusi emisi gas oleh ojek online per hari pastinya jauh lebih besar dari simulasi di atas, dengan pertimbangan bahwa tidak semua kendaraan bermotor mengikuti standar Euro-4. Kemudian juga, jarak pengendara dari pelanggan pastinya banyak yang melebihi 100m, dan jumlah pesanan per hari juga bisa mencapai 15-18 pesanan.
Tampaknya beberapa perusahaan ojek online sudah menyadari permasalahan yang mereka timbulkan, dan mulai menanganinya dengan meluncurkan sepada motor elektronik/e-motorcycle. Program tersebut tentunya dapat, dan sudah, membantu mengurangi emisi gas mitra ojek online secara signifikan.Â
Meskipun demikian, program tersebut tidak dapat dilakukan secara menyeluruh untuk mitra ojek online yang tersebar di Indonesia, dengan pertimbangan bahwa nilai beli sepeda motor elektronik jauh lebih mahal ketika dibandingkan dengan sepeda motor berbahan bakar minyak.