Persiapan untuk Galungan dimulai jauh sebelum hari H, dengan persiapan banten yang disiapkan dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan. Pada pagi hari Galungan, keluarga Hindu Bali mempersiapkan banten yang terdiri dari berbagai jenis persembahan seperti buah-buahan, bunga, nasi kuning, jajanan tradisional, dan dupa.Â
Banten-banten ini disusun dengan rapi dan diletakkan di tempat-tempat suci di rumah atau di pura (kuil). Setiap banten memiliki makna simbolis yang mendalam, mencerminkan rasa syukur, permohonan doa, dan penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewi yang dipuja.
Prosesi penyembahan dimulai dengan membawa banten dari rumah ke pura atau tempat peribadatan lainnya. Di pura, upacara pemujaan dilakukan oleh pendeta atau pemangku adat, dengan mantra-mantra suci dan prosesi yang diikuti dengan khidmat oleh para hadirin.Â
Selama upacara, banten dihaturkan sebagai tanda pengabdian kepada Tuhan dan leluhur, serta sebagai sarana untuk memohon berkah, keselamatan, dan kelancaran hidup bagi seluruh umat Hindu Bali. Galungan juga diikuti oleh Kuningan, yang merupakan penutup dari rangkaian upacara ini.Â
Pada Kuningan, banten kembali disiapkan untuk dipersembahkan sebagai ungkapan terima kasih atas berkah yang telah diterima dan permohonan agar berkah tersebut tetap terjaga. Upacara Galungan dan Kuningan tidak hanya menjadi momen keagamaan, tetapi juga menjadi ajang untuk mempererat ikatan keluarga, komunitas, dan memupuk nilai-nilai kehidupan yang luhur dalam masyarakat Hindu Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H