Mohon tunggu...
Kadek Indah Ari Artini
Kadek Indah Ari Artini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, program studi Ilmu Hukum

hallo saya Indah Ari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Banten: Simbol Harmoni Antara Manusia dan Alam Dalam Tradisi Umat Hindu

10 Juli 2024   08:25 Diperbarui: 10 Juli 2024   08:29 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Pribadi (Di poto pada saat ada upacara di pura)

            Ritual pembuatan dan penyajian banten bukan hanya sekadar tindakan formal, tetapi juga merupakan bentuk seni yang mencerminkan keindahan dan keteraturan kosmos. Banten disusun dengan harmoni dan keseimbangan, mencerminkan prinsip Tri Hita Karana yang menekankan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. 

Dalam konteks ini, banten tidak hanya berfungsi sebagai alat pemujaan, tetapi juga sebagai medium untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, banten memiliki dimensi edukatif dan sosial. Pembuatan banten sering melibatkan seluruh anggota keluarga atau komunitas, yang memperkuat ikatan sosial dan mengajarkan nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan penghormatan terhadap tradisi. 

Melalui banten, generasi muda belajar tentang pentingnya tradisi, spiritualitas, dan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh leluhur mereka. Banten juga mengajarkan tentang siklus kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali, yang merupakan konsep sentral dalam agama Hindu. 

Dalam upacara keagamaan, banten disajikan pada berbagai kesempatan, mulai dari upacara harian di rumah hingga perayaan besar seperti Galungan, Kuningan, dan Nyepi. Setiap upacara memiliki jenis dan bentuk banten yang berbeda, disesuaikan dengan tujuan dan makna dari upacara tersebut.

Misalnya, banten yang disajikan pada upacara Galungan lebih kompleks dan melibatkan lebih banyak elemen, sebagai simbol dari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan). Secara keseluruhan, banten merupakan manifestasi dari hubungan yang harmonis dan penuh makna antara manusia, alam, dan Tuhan dalam tradisi Hindu Bali. 

Banten bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga sebuah ekspresi dari keyakinan, seni, dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui banten, umat Hindu Bali menjaga dan melestarikan nilai-nilai spiritual dan moral, serta memastikan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan mereka.

            Makna banten dalam upacara keagamaan masyarakat Hindu sangatlah mendalam dan integral. Banten, sebagai persembahan suci, berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan dewa-dewi, leluhur, dan roh-roh alam. Dalam setiap upacara, banten mencerminkan rasa syukur, doa, permohonan, dan pengabdian umat kepada kekuatan ilahi. Banten juga melambangkan harmoni dan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan, yang merupakan inti dari ajaran Hindu.

Setiap elemen dalam banten---seperti bunga, buah, nasi, dan dupa---memiliki simbolisme khusus yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan dan spiritualitas, serta menggambarkan hubungan manusia dengan alam semesta. Selain itu, banten berfungsi sebagai sarana untuk menyucikan diri dan lingkungan, menjaga keseimbangan energi positif dan negatif. 

Melalui banten, umat Hindu tidak hanya memenuhi kewajiban spiritual mereka tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan tradisi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Upacara yang diiringi dengan banten, seperti Galungan, Kuningan, dan Nyepi, menekankan pentingnya harmoni, kedamaian, dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. 

Dengan demikian, banten bukan sekadar persembahan fisik, tetapi juga simbol spiritual yang mendalam, mencerminkan keyakinan, budaya, dan nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat Hindu. Salah satu contoh upacara Hindu yang memerlukan banten dengan prosesi yang panjang adalah upacara Galungan di Bali. 

Galungan merupakan salah satu hari raya paling penting dalam kalender Hindu Bali yang dirayakan setiap 210 hari sekali. Upacara ini menandai kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan) dan juga peringatan atas kedatangan leluhur yang telah meninggal kembali ke bumi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun