Kami sangat bahagia dapat hadir di acara perkumpulan orang-orang yang disucikan oleh umat Hindu di Bali; Paruman Agung Pedanda 2015. Acara tersebut diselenggarakan di rumah kediaman keluarga Pedanda Gede Made Buruan, dari Grya Ulon Jungutan Bebandem, Karangasem. Sebanyak lebih dari 500 Pedanda (Pendeta) dan pengiringnya memenuhi tempat acara, pada tanggal 24 Oktober 2015 lalu.
Keikutsertaan kami di acara ini, bukan karena faktor keturunan melainkan keberuntungan. Pedande Gede Made Buruan adalah keluarga dari seorang rekan kami yang bernama Ibu Ida Ayu Danik Suardhani. Meski dengan sedikit keraguan karena takut kami berbuat onar, Ibu dengan 2 anak ini akhirnya mengirimkan undangan lewat surel agar kami dapat begabung. Sekali lagi terima kasih banyak Ibu Danik!
Preparation makes perfect!
[caption caption="Wajah-Wajah yang beruntung di Pertemuan Pedanda se-Indonesia 2015"][/caption]Sebelum sampai di tempat tujuan, kami yang tidak mau terlihat KW, tentu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang! Maklum saja, keluarga Pedanda sangat berarti “sesuatu”, di pulau Dewata. Jika kami berpenampilan lain, akan kentara jika saya, Wenny, Reinny, Greg, Manuela, dan Patricia, hanyalah rakyat jelata tanpa kasta, tanpa sanak saudara. hihii…
Dengan berkebaya putih, secarik kain, dan selendang berwarna cerah diikat di pinggang, kami-pun berangkat dengan bahagia menuju tempat acara.
Mission Impossible
Perjalanan dari Sanur menuju Karangasem ditempuh selama 2 jam dengan cukup menarik. Google map terlihat payah! Aplikasi tersebut belum mampu menangkap aura cinta dari para Pendada yang tengah berkumpul. Alhasil kami sempat tersesat, hampir masuk hutan!. Untunglah, Greg, satu-satunya laki-laki yang ikut dalam rombongan kami, sangat cekatan untuk bertanya kepada penduduk sekitar. Taraaa, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan!
Saat tiba di area kediaman keluarga Ibu Danik, kendaraan kami langsung berbaris dengan dengan kendaraan lain yang membawa Pedanda beserta pengiringnya. Sensasi was-was takut ditolak kembali menyergap! Bagaimana tidak, semua kendaraan yang ingin masuk harus mampu melalui meja registrasi yang dijaga rombongan polisi dan pecalang berpakaian lengkap!
Seorang Pedanda tentu memiliki penampilan khusus. Oleh karena itu, tidak sulit bagi mereka untuk mempersilahkan segera kendaraan yang membawa Pedanda untuk masuk. Jika mereka tidak melihat apa yang mereka cari, saatnya Anda harus menjawab satu pertanyaan yang bagi kami cukup mengerikan: Apakah kalian pengiring Pendanda?
Tiba giliran kami, pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh Wenny dengan seloroh:
“iya.. dari keluarganya Ibu Danik!”
Bagai password menuju dunia Lord of the Rings, kami akhirnya dipersilahkan masuk.
Tidak bisa dibayangkan jika kami ditolak. 3 kawan saya akan rugi besar karena telah bersusah payah ke pasar Kreneng untuk mendapatkan satu set baju upacara yang Indah!
Pedanda in White!
Pedanda berarti Pendeta bagi umat Hindu. Pedanda haruslah berasal dari Kasta Brahmana. Uniknya, menurut penjabaran Ibu Danik, seorang Pedanda tidak memaksakan keturunannya untuk juga menjadi Pendanda.
“Menjadi Pedanda haruslah karena panggilan hati. Seseorang yang ingin menjadi Pedanda, akan mencari guru (Nabe) dari keluarga lain. Calon Pedanda tidak disarankan untuk memilih guru dari keluarga inti” Ungkap Ibu Danik dengan cepol yang mengharu biru..
Seorang Brahmana yang diangkat menjadi Pedanda akan bernamakan baru. Hal itu diibaratkan ia telah terlahir kembali. Sebagai Tokoh Spiritual, Pedanda haruslah menguasai dan memahami isi Weda, berbagai mantra, dan filsafat agama.
“Calon Pedanda harus mengikuti pendidikan spiritual yang cukup lama baru kemudian di nobatkan di sebuah upacara. Sebelum itu, seorang calon Pedanda terlebih dahulu harus mendapatkan pengakuan dari Parisada Hindu Dharma Pusat atau Dharma Upedesa Pusat, sebelum dapat melakukan pelayanan bagi umatnya” sambung Ibu Danik
What are they talking about?
Pertemuan tersebut dibagi menjadi 3 kelompok besar yakni Pedanda laki, Pedanda Istri, dan Pengiring Pendanda.
Salah satu Pedande terkenal yang ikut hadir dalam acara tahunan tersebut yaitu Ida Pedanda Gede Made Gunung. Dengan berkain putih dan rambut panjang yang diatur seperti sanggul kecil di pusat kepala (Memprucut) beliau memimpin pertemuan tersebut dengan khidmat.
Di pertemuan tersebut, Pendanda Laki akan berdiskusi mengenai Hindu Kekinian. Apabila ada temuan-temuan yang berhubungan dengan ajaran Hindu dan perlu dicarikan solusi, mereka akan berdiskusi dan melihat kembali ketentuan yang ada di kitab Suci Weda.
Lain halnya dengan Pedanda Istri. Topik yang dipilih yakni berkaitan dengan Banten (upakara). Menurut ajaran ini, Banten memiliki unsur-unsur kehidupan yang terdiri dari cinta, bakhti, dan kasih yang tersaji dalam simbol-simbol yang Indah dan saling melengkapi. Apabila ada tantangan dalam mempersembahkan simbol-simbol tersebut dalam sebuah upakara, mereka akan mendiskusikan hal tersebut di kesempatan ini.
“Misalnya saat ini begitu sulit untuk mendapatkan salah satu unsur dedaunan untuk banten, mereka akan melihat kembali ke Weda untuk dicarikan solusinya. Di dalam diskusi ini juga mereka akan berdiskusi tentang model Banten kekinian” jelas Ibu Danik.
Tertarik untuk ikut serta, di tahun depan?
Yorsi Nuzulia, Bali 25 Oktober 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI