Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank . Tunggakan pembayaran pembiayaan masih menjadi masalah yang serius pada perbankan di Indonesia, baik yang syariah maupun konvensional. Seperti halnya pada saat ini pembiayaan bermasalah sudah sangat tidak asing lagi untuk di perbincangkan akibat seringnya kasus seperti ini terjadi. Tidak di ragukan lagi kalau sampai saat ini di dalam dunia perbankan syariah tidak terlepas dari masalah itu.
Dalam dunia perbankan banyak sekali jasa-jasa yang di tawarkan, baik syari'ah maupun konvensional. Diantara produk-produk yang di tawarkan seperti pembiayaan di perbankan syari'ah dan kredit di bank konvensional. Pembiayaan atau kredit yang di tawarkan oleh bank itu bisa di dapat apabila telah memenuhi persyaratan yang telah di tentukan oleh setiap bank. Setelah para nasabah memenuhi semua persyaratan dan para pihak bank juga telah memberikan keputusan bahwa layak untuk di biayai maka proses pencairan pun dilaksanakan. Saat pembiayaan dicairkan kepada anggota, saat itu juga resiko akan muncul karena tidak semua anggota tepat dalam membayar angsuran. Jika terjadi penunggakan maka akan berdampak pada penurunan profitabilitas sehingga permintaan pembiayaan dalam rangka ekspansi bisnis menjadi terbatas. (Nadya Tiarani, 10/05/18)
Besarnya Non Performing Financing (NPF) tersebut merupakan dampak dari besarnya alokasi yang disediakan oleh bank untuk pembiayaan tanpa dibarengi manajemen risiko yang baik di hampir semua provinsi di Indonesia. Besarnya pembiayaan, memperbesar risiko terhadap kualitas pembiayaan pada bank terutama di bank syariah. Hal ini menjadi peringatan bagi perbankan syariah, agar adanya perbaikan manajemen risiko pembiayaan.Â
Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2014-2016 yang tidak stabil juga ikut berimbas pada tunggakan pembiayaan di sektor perbankan termasuk perbankan syariah. Adapun pengertian pembiayaan itu sendiri adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Jenis pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yang pertama pembiayaan produktif dimana pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Yang kedua ada pembiayaan konsumtif, yang dalam hal ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. (Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 160Â )
Pembiayaan ini juga bertujuan untuk adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan itu sendiri harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. (Nurul Azmi, 10/05/18)
Selain tujuan, pasti pembiayaan memiliki fungsi tersendiri bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur, membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional, membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan, dan membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk pembiayaan pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.(Jurnal, Meiga Gemala-FSH.pdf)
Beranjak kepada kriteria pemberian pembiayaan, biasanya perbankan syariah akan mempertimbangkan dengan sifat belas kasihan, dengan sistem kenalan (bersaudara atau teman), dengan memilih nasabah orang terhormat (terkenal, disegani, status sosial tinggi dll) utamakan berdasarkan unsur-unsur, dengan mengukur kelayakan  usahanya, dan dengan kemampuan membayar dari nasabah itu sendiri. (Nurul Azmi, 10/05/18)
Biasanya dalam pemberian pembiayaan oleh si pemberi pinjaman diminta jaminan dari si pengambil pembiayaan, bahwa pembiayaan itu mampu dibayar. Jaminan itu ada dua macam, ada Jaminan Barang (Benda)Â dimana dalam hal ini si penerima pembiayaan memberikan barang sebagai jaminan kepada pemberi pembiayaan, bisa barang tidak bergerak (rumah dan tanah) bisa juga berupa barang bergerak (sepeda, mobil, dan perhiasan). Jika yang berhutang (yang mengambil pembiayaan) tidak memenuhi janjinya, maka pemberi pembiayaan berhak menjual atau menyita barang jaminan tersebut. Selain jaminan benda, pembiayaan juga membolehkan jaminan orang. Jaminan orang biasanya si penerima pembiayaan menunjukkan pihak ketiga yang bertanggung jawab atas penetapan janji yang telah dibuat oleh si penerima pembiayaa. Pihak ketiga menjamin bahwa pembiayaan yang diambil oleh orang atau badan yang dijaminnya itu akan mampu membayar. (Syamsuddin Mahmud, Â Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi dan Koperasi, (Jakarta:PT.Intermasa, 1986), h. 190-191)
Ketika berbicara soal pembiayaan, pastilah tidak akan terlepas dari dasar-dasar pemberian pembiayaan itu sendiri. Kemampuan seseorang untuk mendapatkan pembiayaan tergantung pada kepercayaan, bahwa si penerima pembiayaan mampu dan mau membayar kembali. Pernyataan bahwa pembiayaannya buruk, menunjukkan kurang kepercayaan baik kemampuan maupun kemauannya untuk membayar kembali. Pada umunya, nilai pembiayaan seseorang tergantung pada budi pekerti dari orang yang mengambil pembiayaan, besar kekayaan dan utang dari peminjam, penghasilan yang mungkin didapat, adanya jaminan-jaminan yang diberikan, keadaan ekonomi pada umumnya. Bank, baik bank konvensional maupun bank syariah dalam memberikan pembiayaan atau kredit kepada debitur berupaya menjaga agar investasinya aman dan menguntungkan. (Nadya Tiarani, 10/05/18)
Secara umum dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah, pihak Bank atau lembaga keuangan lainya perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian dalam pemberian pembiayaan yang disebut dengan prinsip 5C diantaranya (Caracter) yaitu Penilaian watak debitur terutama mengenai itikad baik, kejujuran, sifat dan kepribadian. Kemampuan (Capacity) yaitu Kemampuan debitur dalam mengembalikan pinjaman pokok dan marginnya. Modal (Capital) yaitu modal yang dimiliki oleh debitur sendiri. Agunan (Collateral) yaitu nilai barang jaminan yang diberikan oleh debitur yang sepadan dengan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank. Prospek usaha (Condition of economic) yaitu kondisi usaha, prospek ekonomi, dan kepastian hukum. (Jurnal, Ade Abdul Mukti, repository syekhnurjati.pdf).
Prosedur umum yang diterapkan oleh bank kepada calon nasabah debitur untuk mendapatkan pembiayaan, Â kaitannya dalam bank syariah atau lembaga keuangan yang memberikan pembiayaan maka prinsip penilaian berdasarkan ketentuan Al-Quran dan Hadits (Syariah) sangat perlu dilakukan untuk proses pemberian pembiayaan dengan cara permohonan pembiayaan, penyidikan dan analisis pembiayaan, keputusan (penolakan atau penerimaan) atas permohonan pembiayaan, pencairan fasilitas pembiayaan, pemantauan dan pelunasan (lancar, kurang lancar, diragukan, macet).
Sangat di harapkan sekali dalam dunia perbankan masalah permbiayaan bermasalah ini harusnya bisa di atasi. Tapi pada realita dan kenyataannya pembiayaan bermasalah ini menjadi satu-satunya masalah yang tidak lepas dari setiap perbankan baik itu perbankan syariah ataupun konvensional. Seperti hal nya judul di atas pembiayaan bermasalah akan kita kupas sedikit dengan singkat namun bagi para pembaca dapat dengan mudah memahami dan dapat memberikan saran untuk mencari solusi dalam menanggulangi masalah tersebut. Adapun pembiayaan bermasalah dapat saya definisikan sebagai pembiayaan yang diakibatkan oleh nasabah yang tidak menempati jadwal pembayaran angsuran dan tidak memenuhi persyaratan yang tertuang dalam akad. Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari resiko dalam suatu pelaksanaan pembiayaan. Resiko pembiayaan merupakan resiko yang disebabkan oleh adanya counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait produk dn resiko terkait dengan pembiayaan korporasi. Dampak pembiayaan bermasalah yang di timbulkan bagaimanapun tidak akan terlepas dari dampak negatif baik kecil yang mencakup bank dan nasabah, ataupun secara luas yang mencakup sistem perbankan dan perekonomian Negara. (Nadya Tiarani, 10/05/18)
Dampak pembiayaan bermasalah yang terjadi di Bank syariah biasanya yang paling sering adalah likuiditas. Likuiditas adalah nafas kehidupan bagi setiap perusahaan, begitu juga bank. Jika hutang atau kewajiban meningkat, maka bank perlu mengusahakan untuk meningkatkan sisi aktiva lancar antara lain dengan meningkatkan kas melalui penerimaan pembiayaan yang jatuh tempo. Selanjutnya Solvabilitas. Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Adanya pembiayan bermasalah dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Kerugian dapat mengganggu neraca bank, sehingga mengurangi kemampuan aktivanya. Jika kerugian tersebut cukup bersar, maka bukan tidak mungkin mengalami likuidasi. Kemudian Rentabilitas. Rentabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa bagi hasil. Jika pembiayaan lancar, maka bank akan memperoleh penghasilan dengan lancar pula. Dan yang paling penting adalah Profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Hal itu terlihat pada perhitungan tingkat produktivitasnya yang dituangkan dalam rumus ROE dan ROA. Jika kredit tidak lancar, maka rentabilitasnya menjadi kecil. (Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, h. 348-352.)
Sementara dampak pembiayaan bermasalah bagi karyawan bank yaitu mental. Jatuhnya moral bankir dan karyawan, seperti hilangnya rasa percaya diri, saling menyalahkan, cuci tangan bagi sebagian orang dan mencari kambing hitam. Pembiayaan bermasalah juga merugikan karyawan dalam hal karier. Rusaknya karier pegawai, sehingga dapay merusak masa depan mereka. Selain Waktu dan Tenaga juga habis terkuras. Bertambahnya pekerjaan bagi karyawan dan bankir karena harus menyisihkan waktu dan tenaga guna menghadapi kredit bermasalah. Poin yang paling penting atas dampak yang ditimbulkan pembiyaan bermasalah adalah bagi Nasabah. Bagi nasabah Penyediaan Dana yang tersedia menjadi menurun dengan kata lain peluang bagi nasabah lain untuk memperoleh pinjaman jadi menurun pula. Perolehan Pelayanan Bank kepada nasabah menjadi trauma, sehingga sering melakukan pengetatan terhadap permohonan pembiayaan yang mungkin ditafsirkan sebagai tindakan mempersulit permohonan pembiayaan tersebut. (Nurul Azmi, 10/05/18)
Bagaimana dengan penyebab pembiayaan bermasalah? Adakah Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah tersebut? Jelas ada, penyebab dan faktor terjadinya pembiayaan bermasalah adalah kebijakan pembiayaan yang kurang tepat. Dalam rangka mencapai target yang telah di tetapkan,adakalanya bank tidak lagi mempertimbangkan kondisi kemampuanya dalam menyalurkan pembiayaan baik dari segi kondisi perekonomian (makro ekonomi) dan kondisi social/politik (tingkat resiko daerah/negara) maupun sumber daya manusia sebagai pengelola pembiayaan yang tidak memperhatikan prinsip prudential banking practice. Kuantitas, kualitas, dan Integritas Sumber Daya Manusia yang kurang memadai,sehingga memungkinkan terjadinya: Investigasi awal dan anlisa pembiayaan tidak di laksanakan secara mendalam,keputusan pemberian pembiayaan tidak di dasarkan pada pertimbangan yang tepat, Analisa pembiayaan dilakukan secara sembarangan (hanya untuk mengejar target), dan Mental pejabat/staf bank lemah dan tidak mengusai rencana proyek yang akan di biayai.
Timbul pertanyaan dari saya pribadi. Bagaimana cara menanggulangi permasalahan pembiayaan bermasalah? Apakah kinerja dari karyawan bank dapat mencari solusi untuk menanggulagi masalah tersebut? Iya bisa. Kenapa bisa? Karena dalam hal ini kinerja karyawan lah yang sangat berperan penting dalam menilai nasabah ingin melakukan pembiayaan. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi akan dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan. Selama ini banyak instansi Pemerintahan yang belum mempunyai karyawan dengan kompetensi yang memadai untuk menanggulangi masalah pembiayaan bermasalah, ini dibuktikan dengan rendahnya produktivitas karyawan dan sulitnya mengukur kinerja karyawan yang terkadang menjadi salah satu faktor dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah sampai saat ini.
Sebelum mengulas lebih jauh mengenai kinerja yang  harus diterapkan dalam perbankan syariah, harus kita ketahui terlebih dahulu apa sih kinerja itu?
Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Kinerja juga bisa di definisikan sebagai suatu usaha dari seorang individu dalam perusahaan untuk mencapai tujuan dari perusahaan tersebut. (Nadya Tiarani, 10/05/18)
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Salah satunya faktor individu (berkaitan dengan keahlian, motivasi, dan komitmen. Ada juga faktor kepemimpinan yang berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. Selanjutnya faktor kelompok/rekan kerja, faktor ini berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. Kemudian faktor sistem yang berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Untuk yang terakhir ada faktor situasi dimana faktor ini  berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. (Nurul Azmi, 10/05/18)
Lalu apa yang menjadi penyebab dari pembiayaan bermasalah tersebut? Sepandai apapun analisis pembiayaan dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan, kemungkinan pembiayaan tersebut macet pasti ada, terutama dari pihak perbankan. Artinya dalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis pemiayaan dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif. Sementara sebab yang ditimbulkan dari pihak nasabah yaitu adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikannya macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar. Adapula karena unsur tidak sengaja. Artinya si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh pembiayaan yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, kena hama,kebanjiran dan sebagainya. Sehingga kemampuan untuk membayar pembiayaan tidak ada. Dalam hal pembiayaan macet pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian.
Bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut?
Pihak bank bisa memperpanjang jangka waktu pembiayaan. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pembiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu pembiayaan dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu pembiayaan. Dalam hal ini jangka waktu angsuran pembiayaannya diperpanjang pembayarannya pun misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
Yang paling penting dalam mengatasi masalah ini hanyalah pihak bank sendiri terutama karyawan bank agar mengantisipasi dengan cara lebih teliti lagi sebelum memberikan pembiayaan kepada si nasabah. (Nadya Tiarani, 10/05/18)
Â
Penulis
Nadya Tiarani dan Nurul Azmi
Perbankan Syariah Sem. II-B Reguler
Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh H. Abdul Halim Hasan Al-Ishlahiyah Binjai
T.A. 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H