Kita mungkin memeluk rindu begitu erat, hingga memaksakan kehendak untuk melepaskan rindu itu. Ia serupa senja atau apapun itu, jika semua adalah tentang cinta, waktu pun tak berhak untuk membatasi ataupun memisahkan.Â
benar katamu saat itu, bahwa kenangan adalah prahara yang paling disyukuri banyak orang, tapi bagi mana dengan kenangan pahit?
"Ya... Kan kita tinggal saling memaafkan, Â saling percaya, lalu saling melupakan kenangan yang pahit"
Syifah. Tidak semua orang memiliki pikiran dan nalar pikir yang seperti dirimu, bagaimana kau memaksakan pikiran orang lain dengan dirimu.Â
"kan yang berfikir adalah aku, maka aku berhak untuk menentukan sama siapa pikiranku ini. Nah halnya sama dengan kau"
Baiklah Syifah. Mungkin kemarin aku telah salah memiliki dirimu sebagai kekasih ku, tapi sekarang aku harus berubah pikiran untuk meninggalkan dirimu.Â
"Ya tidak apa-apa. Itu berarti kau mencintai diriku karena fisik, buka hatiku"
Aku mencintaimu karena hatiku, tapi bukan kau berbuat sesuka hatimu. Lalu kau menggunakan kata-kata, kalimat kalimat sesukamu.Â
Dari jauh aku melihat Syifah datang lalu membawakan sebuah lilin sambil menyodorkan padaku.Â
"Tiup lilin ini, jika mati lalu gelap, berarti aku telah mati dalam pelukan doamu"
"Jangan lagi berdoa seperti tadi, tidak baik"
Aku tidak berdoa, aku hanya menyampaikan hal hal yang kita lewati dengan tidak sengaja
"Aku akui bahwa kata-kata adalah DOA yang abadi"
Ambon, 26 Oktober 2020.
Tatanusi Difinubun
"Ternyata Syifah lebih tahu bagaimana cara jatuh cinta pada pemilik cinta, ketimbang jatuh cinta pada cinta yang tak pasti"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H