Mohon tunggu...
12013Y
12013Y Mohon Tunggu... Seniman - Fresh Graduate

Real person trying to be more real by seeing reality as real as possible.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perbincangan tentang Agama

5 Februari 2019   21:13 Diperbarui: 5 Februari 2019   21:36 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, terlibat perbincangan yang kemudian berubah jadi perdebatan. Malas sebenarnya untuk masuk terlalu dalam, tapi sialnya, kalimat "haram" itu terucap oleh seseorang dan terdengar di telinga ini.

"Tolong! kita kondisikan diskusi hari ini agar tetap kondusif, sehingga saya ingatkan jangan bawa-bawa agama!"

" Waah!! kalo gitu seharusnya di depan pintu tadi ada tempat penitipan agama, biar waktu masuk ruangan kita udah dalam kondisi Ateis semua!"

Semua tertawa, termasuk dia.

Peristiwa seperti itu tidak hanya sekali menyentuh hidup ini, terus berulang beberapa kali oleh berbagai macam pribadi yang juga bermacam-macam hubungannya dengan diri. Terasa De Javu, lisan mulai terpanggil untuk kembali mempertanyakan konsep "tinggalkan sejenak agamamu" itu. 

Lagi-lagi kaum yang disebut dan sekaligus merasa intelektual ini menunjukkan alerginya, tidak tahu sebenarnya apa alasan utamanya, sejauh yang dapat ditangkap, agama membatasi mereka untuk mengeksplorasi akal untuk menilai sesuatu.

Agama selalu memiliki batasan yang sangat sulit ditembus, mungkin karena di dalamnya ada beberapa hal yang tidak dapat otak cerna, mungkin karena terlalu malas untuk berdebat dengan mereka yang tebal imannya, mungkin juga karena terlalu segan mendebat dalil agama yang bagi sebagian sudah pasti benarnya.

"Well! Tuhan yang mengatakannya, anda siapa? manusia biasa, hina!"

Pastinya, membawa agama beserta segala dalil, keyakinan, dan logikanya dalam perbincangan a.k.a perdebatan ini, akan membuat kita tidak bebas mengungkapkan isi kepala.

Sepertinya begitu.

Lalu? di mana salahnya?

Karena, manusia memang sudah seharusnya tidak bebas sebebas-bebasnya. Agama adalah garis pengaman agar kau tidak melampauinya, melampaui sesuatu yang bisa berakibat buruk bagimu, melampaui apa yang disebut dengan 'kebutaan" oleh A. Einstein. Orang cerdas seharusnya tahu batas.

Dalam agamaku khususnya, selalu ada himbauan, bimbingan, dan aturan sepanjang hidup, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bagaimana bisa ia tidak dengan kita ke mana-mana, bagaimana bisa ia tidak memengaruhi isi kepala, bagaimana bisa ia tidak membatasi lisan untuk bicara, bagaimana bisa ia tidak mengatur etika saat kita menggunakan akal dari-Nya.

No! don't get me wrong, baca lagi agak keatas, dikatakan agama seperti garis pengaman, bukan pagar besi atau tembok beton yang membuatmu tersekat seperti di penjara.

Kau bebas untuk mengikuti garis atau melangkahinya-di mana hal itu sangat mudah untuk dilakukan-dan terus menjauhinya. Selanjutnya, tinggal tunggu dan terima akibatnya.

Seperti itu cara mainnya, kau bebas menentukan seperti apa jadinya. Kau dapat ganjaran jika mengikutinya, dan dapat hinaan jika mengingkarinya. Itupun kalau kau percaya.

Intinya, begitu sulitkah untuk mengerti bahwa agama bukan barang. Ditaruh saat letih, kemudian ambil lagi saat sudah pulih. Ditinggalkan saat sesak, kemudian jemput balik saat mendesak. Dilupakan pada waktu tertentu, kemudian dicari saat ada perlu.

Ia selalu melekat padamu di sini, bahkan sampai di sana nanti...
Konsep itu ada dari dulu, Alm. Kakekku saja  tahu...
Kamu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun