Karena, manusia memang sudah seharusnya tidak bebas sebebas-bebasnya. Agama adalah garis pengaman agar kau tidak melampauinya, melampaui sesuatu yang bisa berakibat buruk bagimu, melampaui apa yang disebut dengan 'kebutaan" oleh A. Einstein. Orang cerdas seharusnya tahu batas.
Dalam agamaku khususnya, selalu ada himbauan, bimbingan, dan aturan sepanjang hidup, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bagaimana bisa ia tidak dengan kita ke mana-mana, bagaimana bisa ia tidak memengaruhi isi kepala, bagaimana bisa ia tidak membatasi lisan untuk bicara, bagaimana bisa ia tidak mengatur etika saat kita menggunakan akal dari-Nya.
No! don't get me wrong, baca lagi agak keatas, dikatakan agama seperti garis pengaman, bukan pagar besi atau tembok beton yang membuatmu tersekat seperti di penjara.
Kau bebas untuk mengikuti garis atau melangkahinya-di mana hal itu sangat mudah untuk dilakukan-dan terus menjauhinya. Selanjutnya, tinggal tunggu dan terima akibatnya.
Seperti itu cara mainnya, kau bebas menentukan seperti apa jadinya. Kau dapat ganjaran jika mengikutinya, dan dapat hinaan jika mengingkarinya. Itupun kalau kau percaya.
Intinya, begitu sulitkah untuk mengerti bahwa agama bukan barang. Ditaruh saat letih, kemudian ambil lagi saat sudah pulih. Ditinggalkan saat sesak, kemudian jemput balik saat mendesak. Dilupakan pada waktu tertentu, kemudian dicari saat ada perlu.
Ia selalu melekat padamu di sini, bahkan sampai di sana nanti...
Konsep itu ada dari dulu, Alm. Kakekku saja  tahu...
Kamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H