Mohon tunggu...
12013Y
12013Y Mohon Tunggu... Seniman - Fresh Graduate

Real person trying to be more real by seeing reality as real as possible.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maaf

4 Februari 2019   12:46 Diperbarui: 4 Februari 2019   20:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena sudah siang, begitu bangun dari tidur perut ini langsung terasa lapar. Selesai mandi aku bergegas memacu sepeda motor menuju warung nasi di jalan besar tak jauh dari kost. Karena sudah masuk jam makan siang, warung tampak ramai, terpaksa diri ini harus bersabar berlama-lama antri sambil mengelus perut agar tetap tenang dan berhenti mengeluarkan suara memalukan.

10 menit sudah berlalu, tinggal satu orang lagi di depanku, namun entah mengapa menunggu satu orang ini selesai memesan makanan sama seperti menunggu antrian yang panjang tadi. 

Seorang bapak bercelana  pendek yang kotor, tidak beralas kaki, dan berkaos putih kecoklatan persis seperti pengemis jalanan. Kudengar sedari tadi ia bingung memilih menu, mengajukan banyak pertanyaan dengan diawali kata maaf di setiap kalimatnya. "Maaf mbak, ayamnya ada yang digoreng pakai tepung itu?", "maaf mbak, itu ikan apa ya?", maaf mbak, itu pedes gak ya?", "maaf mbak, itu berapa harganya ya?", "maaf mbak, nasinya agak dibanyakin ya?", dan masih banyak lagi.

Jujur saja aku kesal, membuatku terus menggerutu dalam hati. Pesan makanan pun tidak hanya satu, beberapa nasi bungkus disertai dengan kriteria tersendiri di tiap bungkusnya, membuat umpatanku dalam hati terus berlanjut dengan kata-kata yang tidak pantas didengar.

Kekesalanku semakin memuncak ketika ia hendak membayar, sambil memeriksa seluruh kantung yang ada di pakaiannya, dikumpulkan uang pecahan ribuan dan recehan kemudian dihitung satu-persatu, lama sekali. Belum lagi gemerincing uang receh yang berjatuhan dari tangannya ke lantai. Akhirnya kubantu juga memunguti uang itu meski dengan muka masam. Si bapak berkali-kali mengucapkan terima kasih dan minta maaf sampai akhirnya pergi dari warung tersebut.

Aku bernafas lega, kulangkahkan kaki maju mengambil tempat ke depan, baru saja aku mau membuka mulut, bapak itu tergesa-gesa datang kembali.

"Maaf mbak, saya pesen satu bungkus lagi tapi ikan saja ya, tidak pakai nasi."

Aku meledak, "Eh Pak!, udah pesennya lama, sekarang nyerobot seenaknya, antre dong! tau tata krama gak sih?!"

Si bapak tampak kaget kubentak, segera ia meminta maaf sambil membungkukkan badan di hadapanku.

 "Maaf mas, maaf, bapak gak tau."

Sialnya lagi, pemilik warung malah justru membungkus pesanan si bapak terlebih dahulu dan mengabaikanku.

Masih dengan hati yang panas aku keluar dari warung sambil membawa bungkusan nasi, baru saja aku mengeluarkan motor dari parkiran, beberapa meter tak jauh dari warung aku melihat bapak tadi duduk di pinggir jalan, tepat  di samping gerobak bersama seorang wanita dan dua anak kecil yang tampak seperti istri dan anak-anaknya, mereka makan dengan lahap. Sementara itu, di samping mereka tampak sekumpulan kucing jalanan kurus mengerumuni bungkusan ikan tanpa nasi.

Pemandangan itu membuat tubuhku tiba-tiba merasa lemas, kuucapkan istighfar berkali-kali berusaha menguasai diri yang seperti baru saja tersambar petir. 

Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikiranku, bergegas aku kembali masuk ke warung mencari sebuah pena yang bisa kupinjam.

Kupacu motor dengan santai, tepat saat melewati lokasi si bapak bersama keluarganya menikmati makanan, kujatuhkan uang Rp 50.000,00. Aku terus memacu motor tidak mau berhenti, meski kudengar suara seseorang berteriak memanggilku, meski kulihat di kaca spion ia berlari mengejarku, meski tangannya terus melambai mencoba menggapaiku.

Aku hanya bisa berharap ia mengambil uang itu, dan menyadari ada permohonan maaf tertulis di situ.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun