Mohon tunggu...
1130023154 PRIMA NUR
1130023154 PRIMA NUR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehilangan

6 November 2023   10:55 Diperbarui: 6 November 2023   10:57 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Disetiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu karna takdir, keinginan atau maut sekalipun. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi terhadap kita karna kita hanyalah sebuah pion. 

Sebuah pion yang hanya bisa melangkah mengikuti Kemana gerak garis alur kehidupan ini tertuju. Terlihat seorang pemuda duduk di kursi panjang dibawah pohon dengan tangan yang membawa setangkai bunga Lili Putih dan lili oranye.

Air bening perlahan mengalir dengan deras dari sepasang mata miliknya. Pemuda itu bernama haruto. Tidak terdengar suara isakan dari bibinya hanya air mata yang jatuh tanpa suara. Tak jauh dari tempat duduknya, ada sebuah lapangan luas.

Tempat terakhir untuk mengucapkan salam perpisahan buat selama- lamanya. Beberapa batu tertancap rapi di tanah. Dengan tulisan nama, tanggal lahir dan wafat. Haruto mendongakkan kepalanya berniat untuk melihat langit yang biru tetapi seakan-akan langit mendengar bagaimana isi hati pemuda itu.

 Langit berwana kelabu dipenuhi awan awan yang menghitam, yang mungkin sebentar lagi akan menumpahkan isinya. Perlahan Haruto menyeka air mata yang membasahi pipi tirusnya. Pemuda itu tetap menatap langit tanpa warna.

 "Kenapa kamu bersedih disana? Sampai sampai kamu mengubah langit ini bukankah kamu sudah berkumpul dengan mama dan papa? ," Kata haruto lirih. Perlahan dia teringat saat dia bersama orang yang dianggap spesial baginya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi sambil tersenyum. 

"Ingat saat dulu kakak memukul orang yang berani membuat ku menangis, " Ucap haruto

Haruto teringat saat dia bermain dengan sang kakak di taman dekat perumahannya, bagaimana cara kakak melindunginya dari orang yang menganggunnya waktu itu. 

Dia dengan berani memukul kepala orang yang membuat adeknya menangis dengan keras

menggunakan ember miliknya untuk melampiaskan kemarahannya membuat air mata keluar dari mata coklat milik adek tersayangnya itu. 

"Saat itu kita selalu bersama, kita melakukan apapun bersama-sama. Sungguh hari yang
terhebat dan terindah bagiku sebelum... " Perkataan haruto terhenti, sorot matanya berubah menjadi senduh kembali. Tiba-tiba dadanya sesak saat ia memikirkanya. 

"Kakak membenci haruto karena kaki haruto patah dan. " Ucapannya berhenti air matanya mendesak untuk keluar membukam bibirnya sejenak.
"Kakak tidak dapat perhatian dari orang tua kakak, " Lanjutnya sambil nada bergemetar. Pikirannya memutarkan memori kelam kembali.

 Saat itu terlihat seorang keluar dari rumah
sederhana dan tak berselang lama ada seseorang yang dibelakang mengejarnya dengan susah payah karena kaki kirinya terbungkus rapi oleh gift dan tongkat penyanggahnya yang ia pegang erat di tangan kanannya. 

Tanpa si pengejar menyadari jika orang yang dia kejar terlihat sangat marah karena sesuatu hal. 

"Kak jeongwoo mau kemana? Haruto mau ikut, boleh? , " Pintah haruto sambil mengikuti
langkah jeongwoo yang cepat dengan susah paya, tangan kirinya masih setia memegang tongkat yang memapahnya.

 Jeongwoo membalikkan badan saat ia mendengar permintaan adeknya. Seketika ia mendorong Haruto dengan kuat, dia tak ingin anak itu untuk ikut dan menyusahkan dirinya. Haruto yang terdorong tidak bisa menyeimbangkan dirinya alhasil dia terjatuh kebelakang.

 Haruto mendongakkan kepala untuk menatap sang kakak, dia tidak sadar tatapan benci tersirat di mata hitam milik jeongwoo.

 "Kenapa kakak seperti ini padaku? Apa salahku kak?, " Tanya haruto. Dia tak mengerti dengan sikap kakaknya yang belakang ini sering kasar padanya. 

Bahkan tak segan-segan untuk menyakitinya saat ia meminta sesuatu atau hanya sekedar ingin mengobrol pada jeongwoo. Mendengar pertanyaan polos dari sang adek, jeongwoo mengepalkan tangannya. Perasaan marah tiba-tiba meluap di dalam dirinya. Dadanya naik turun dengan cepat. 

Tanpa ia sadari tangannya melayang memukul dagu sang adek mendongakkan kepala sambil meringis menahan rasa sakit. Bukan hanya satu kali saja sang kakak memukul adeknya. 

Haruto hanya bisa menangis tanpa membalas pukulan sang kakak. Terakhir jeongwoo membuat tongkat milik haruto agar dia tidak bisa mengikuti lagi. 

"Salahmu? Salahmu kenapa kamu datang dikehidupanku karena kamu merenggut apa yang akumiliki. Seharusnya perhatian itu, kasih sayang yang orangtuaku berikan padamu itu seharusnya menjadi milikku yang hanya diberikan untuk anak kandungnya bukan diberikan pada anak adopsi dari jalan yang tidak punya keluarga sepertimu , " Kata jeongwoo memberikan penekanan pada kata adopsi. 

Haruto yang mendengar hal itu hanya terdiam dan menundukkan kepala, perlahan punggungnya bergetar. Perkataan kakaknya membuat hatinya sakit. Ia merasa terhina tapi apa yang dikatakan kakaknya adalah sebuah kenyataan yang menyakitkan. 

Haruto tak punya keluarga hanya hidup dijalan sebagai pengemis atau terkadang dia membantu orang orang pasar, saat haruto bertemu keluarga jeongwoo barulah dia merasa kehidupan yang enak. Jeongwoo yang melihat adeknya menangis sebenarnya iba tapi dia terlalu mementingkan egonya. 

Ia membalikkan badan dan berniat untuk keseberang jalan dengan mengelamun karena tiba-tiba perasaan yang bersalah pada haruto tanpa ia menyadari sesuatu mendekatinya. Perlahan haruto mendongakkan kepala bernat untuk melihat punggung kokoh kakaknya yang dulu melindunginya tapi sekarang berubah.

 Mata Haruto terbelalak dari kejauhan ada sebuah berjalan melaju cepat ke arah jeongwoo yang tidak memperhatikan sisi kanan dan kirinya. Kakaknya berjalan sambil menundukkan kepalanya. Truk itu terkadang ke kiri dan ke kanan.

 Sepertinya sang supir yang mengendarai truk tersebut mengantuk karena truknya terkadang ke kiri dan kekanan seakan-akan truk tersebut mencari tempat untuk tidur dan tidur seharian karena lelahnya. Jeongwoo terlalu larut dalam pikiranya sehingga dia tidak bisa mendengarkan bunyi disekitarnya. 

Haruto hanya bisa menarik badannya dengan kedua tangan beniat untuk menolongnya, dia tahu jika ini tidak mungkin bisa. Saat jarak truk dan kakaknya sangat dekat. Ia berhenti untuk menarik tubuhnya. "KAK JEONGWOO!!! AWAS!, " teriak haruto menyadarkan lamunan jeongwoo. 

Ia melihat kearah kesamping tapi sayang semua terlambat.

Brak.... 

"K-kak jeongwoo ... " Kata jeongwoo terbata-bata.

 Jeongwoo perlahan melangkah mendekat, matanya terlihat sangat ketakutan bercampur syok. Melihat kakaknya yang ia sayangi tertabrak oleh truk. 

Teriakan haruto membuat dua orang dewasa keluar dari dalam rumah dan berjalan mendekati mereka, satu orang paruh baya berteriak memanggil haruto karena syok melihat anaknya tertabrak, dan pria disebelahnya menelpon ambulans. 

Mata haruto terpejam mengingat hal itu. Tangannya mengusap air mata kembali dan menarik nafas dalam dalam. Ia berdiri dan melangkahkan kakinya ke pemakanan. Haruto terus menelusuri jalan pemakanan perlahan-lahan, dan sang adek berhenti saat nama sang kakak di tertulis dibatu nisan. 

Haruto berjongkok dan terus menatap batu nisan dengan sedih. "Kau adalah apa yang aku tulis dan aku adalah apa yang kau lewatkan, " Ucap jeongwoo.

Ia merasa sangat beruntung bertemu dengan keluarga jeongwoo. Mereka menyelamatkan dirinya dari kehidupan dijalan dulu. Sejak kecil haruto sudah berada dijalan seolah-olah keluarga sudah tidak menginginkan dirinya, dia harus bertahan hidup.

 "Kamu tenang saja kak, sekarang aku sudah memiliki keluargaku sendiri dan aku tahu arti dari bunga lili oranye yang kakak berikan saat itu. Bunga itu memiliki arti kebencian, " Ucapannya tersenyum. Ia meletakkan bunga lili putih dan lili oranye. 

"Dan lili putih ini untuk kakak dari ku yang berartikan rasa suka. Aku selalu menyayagimu kak meskipun kakak membenciku. "

Tanpa haruto sadar ada sepasang mata mengawasinya dari ia duduk dibawah pohon. Sosok itu menatap senduh. 

"Maafkan kakak haruto, kakak belum bisa menjadi kakak yang terbaik, tidak seharusnya aku melukaimu. Kamu anak yang baik dan kakak belum sempat meminta maaf atas perbuatan kakak. Kakak sangat menyesal. " 

Perlahan sang kakak menghilang seolah-olah tertiup oleh angin dan membawanya ke atasl angit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun