"Namaku sudah pas. Pakai marga, jadi tiga kata, sesuai ijazah" ujar ku.
"Aku pun, pas. Siti Rahma Munthe," ujar Kak Rahma.
"Aku gak pas. Harus pakai Binti lah," ujar Lisa. Temanku yang satu ini adalah suku Jawa.
Rasanya ke Malaysia pun terlalu berat. Rencana berubah lagi, kami ingin sekali ke Aceh, naik Bus Impian, Simpati Start. Lalu memijakkan kaki ke ujung Indonesia, Nol Kilometer, supaya dapat sertifikat sabagai pengunjung ke sekian ratus ribu orang.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Gaji keluar dan dapat ongkos berangkat gratis. Keinginan kami pun jadi kenyataan. Kalian tahu, apa yang terjadi. Kami terdampar di sebuah Masjid di Berastagi, tanah Karo. Di bawah Mesjid, terdapat kebun bawang merah dan wortel.
Ya, rencana diubah lagi. Kami pergi ke Medan dan jalan-jalan ke Berastagi, melihat kebun jeruk dan strawberry. Namun, sayangnya, sampai di sana, hujan awet sepanjang hari. Kami hanya bisa naik kuda di gundaling, Berastagi. Ah, ternyata kami cukup bahagia mesti tak jadi naik pesawat.
Lalu kami bertemu seorang teman dan membawa kami makan di sebuah tempat. Di sana kami dapat wejangan.
Katanya, "Mengapa orang tak suka hari Senin? Karena dia merasa terbebani dengan pekerjaannya. Mengapa dia merasa pekerjaannya jadi beban? Bisa jadi dia salah jurusan. Itu sebabnya dari kecil, kita harus mengetahui di mana potensi anak dan asa agar dia bisa bekerja sesuai dengan hobinya. Seseorang yang senang dengan pekerjaannya, tidak akan merasa jadi beban."
Kami mendengarkan nasehatnya dengan seksama.
Lanjutnya, "Jika sudah terlanjur, tugas kalian adalah, mulailah mencintai pekerjaan itu. Buat dirimu enjoy."
Nesehat yang baik, tidak akan pernah kami lupakan.