Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji keanekaragaman Spesies Arthopoda dikawasan Setu Patok, Cirebon, yang merupakan habitat alami dengan potensi keanekaragaman hayati tinggi. Penelitian ini menggunakan metode observasi untuk mengidentifikasi spesies Arthopoda. Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing spesies memiliki karakteristik morfologi unik yang mendukung adaptasi mereka terhadap habitat lokal. Selain itu, spesies ini memainkan peran penting dalam  ekosistem, seperti penyerbukan, kontrolvegetasi, dan sebagai bagian dari rantai makanan. Adaptasi morfologis yang diamati mencakup mekanisme kamuflase, struktur tubuh untuk mobilitas, dan pola makan herbivora yang sesuai dengan ketersediaan sumber daya di lingkungan sekaligus mendukung keseimbangan ekosistem di Setu Patok.Â
Keywords:Arthropoda, Setu Patok, keanekaragaman hayati, adaptasi morfologi, ekosistem
PENDAHULUAN
Filum Arthropoda termasuk kelompok hewan invertebrata dengan tingkat keanekaragaman di dunia. Kelompok ini mencakup berbagai makhluk hidup seperti serangga, laba-laba, kupu-kupu, dan kelabang, yang memiliki ciri khas berupa tubuh bersegmen, eksokelekton keras, serta kaki yang bersendi. Arthopoda dapat ditemukan diberbagai jenis habitat mulai dari daratan, perairan tawar, hingga lautan. Keanekaragaman ini mencermjnkan kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap lingkungan sekaligus menunjukkan peran penting mereka dalam ekosistem,misalnya sebagai penyerbuk, pengurai, pemangsa, maupun sumber makanan bagi makhluk lain. Beberapa spesies Arthropoda juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan seperti sebagai bahan pangan atau bahan industri, meskipun ada juga yang menjadi hama atau penyebar penyakit(Azhima.R, 2023).
Setu Patok, sebuah kawasan perairan alami di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, memiliki fungsi ganda sebagai destinasi wisata sekaligus habitat yang kaya akan keanekaragaman flora dan fauna. Lingkungan di Setu Patok mencakup perairan, tumbuhan rawa, dan daratan, sehingga menjaditempat tinggal berbagai spesies Arthropoda. Kehadiran mereka di ekosistem ini sering kali dijadikan indikator kualitas lingkungan, mengingat beberapa spesies sangat peka terhadap perubahan seperti pencemaran atau kerusakan habitat. Oleh karena itu, mempelajari spesies Arthropoda di kawasan ini menjadi penting untuk. mengetahui keanekaragaman hayati yang ada dan memahami keseimbangan ekologis yang mendukung keberlangsungan ekosistem di Setu Patok.(Qira'ati.M,2022).
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ilmiah kali ini, riset ini dilakukan pada tanggal 21 November 2024 di wilayahSetu Patok Cirebon, menggunakan metode penelitian kualitatif melalui eknik pengambilan data observasi (pengamatan). Adapun hewan yang dipilih sebagai bahan riset adalah kupu-kupu mimik(Hypolimnas misippus), belalang kukus hijau (Atractomopha crenulata), dan belalang kayu (Valanga nigricornis) sebagai spesimen yang dapat dijumpai di wilayah Setu Patok. Hewan-hewan ini dipilih karena mudah ditemukan di lingkungan Setu Patok serta memiliki keunikan morfologi yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui spesies morfologi Arthropoda yang terdapat pada wilayah Setu Patok, untuk mengetahui peranan spesies di wilayah Setu patok, dan untuk mengetahui adaptasi morfologi spesies arthropoda yang mendukung kelangsungan hidup diwilayah Setu Patok, untuk mengetahui peranan spesies di wilayah Setu patok, dan untuk mengetahui adaptasi morfologi spesies arthropoda yang mendukung kelangsungan hidup diwilayah Setu Patok. Selain itu, teknik pengambilan data dilakukan melalui observasi langsung pada lokasi penelitian.Â
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Jenis jenis dan morfologi spesies Arthophoda yang terdapat pada habitat Setu Patok.
Hewan yang dikategorikan sebagai arthropoda mempunyai kaki dan kuku yang tersegmentasi. Arthro yang artinya ruas dan podos yang artinya kaki adalah dua istilah Yunani yang membentuk istilah Arthropoda. Arthropoda adalah hewan tripoblastik dengan simetribilateral dan selomasi penutup kitin dan kerangka luar membentuk tubuh arthropoda, yang meliputi kepala, dada, dan perut. Untuk membuat segmen lebih mudah dipindahkan, biasanya terdapat area di antara segmen tersebut yang kekurangan kitin. Arthropoda mengalami ekdisis, atau pergantian kulit, pada waktu tertentu. Filum terbesar dalam kingdom hewan adalah Arthropoda dimana memiliki jumlah spesies yang lebih banyak dibandingkan gabungan semuafilum lainnya Hewan yang mendominasi di muka bumi ini adalah artropoda.  Karena merupakan filum terbesar, arthropoda dapat ditemukan di dataran rendah, dataran tinggi, dan hutan.  Serangga merupakan salah satu kelas antropoda yang sering terlihat. Arthropoda dapat bertahan hidup di udara, laut, air tawar, dan darat (Setiawan J 2019).
Â
Arthropoda memiliki lima kelas yaitu kelas Chilopoda, Diplopoda, Crustacen, Arachnida dan Insecta. Namun, hanya 2 kelas Arthropoda yang telah diketahui memiliki peran besar dalam keseimbangan ekosistem yaitu pada kelas Arachnida dan Insecta. Filum ini mencakup serangga, laba- laba, udang, lipan, dan hewan lainnya yang  mencakup kedalam kelima kelas tersebut. Persebaran Arthropoda dalam suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh bentuk vegetasi dalam suatu habitat (Hutauruk.D,2024).
Insecta adalah kelas dalam filum Arthropoda yang mencakup makhluk hidup dengantubuh bersegmen, eksoskeleton keras, dan tiga pasang kaki yang terpasang pada segmen tubuh tengah (toraks). Serangga ini merupakan kelompok hewan yang paling beragam diplanet ini, dengan jumlah spesies yang diperkirakan mencapai jutaan. Tubuh serangga terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Bagian kepala biasanya dilengkapi dengan sepasang antena, mata majemuk, dan mulut yang disesuaikan dengan cara makan tertentu, seperti menggigit, mengunyah, atau mengisap. Selain itu, banyak serangga memiliki sayap yang memungkinkan mereka untuk terbang. meskipun beberapa spesies tidak bersayap (Chaidir dkk, 2023).
Secara ekologis, Insecta memainkan peran penting dalam berbagai ekosistem, seperti membantu proses penyerbukan, dekomposisi bahan organik, dan menjadi sumber makanan bagi organisme lain. Adaptasi morfologi dan fisiologi mereka memungkinkan serangga untuk hidup di hampir semua habitat, dari gurun hingga perairan tawar, kecuali di lautan yang sangat dalam. Insecta juga memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi. memungkinkan mereka berkembang biak dengan cepat dan mempertahankan populasi yang besar. Namun, beberapa serangga juga dianggap sebagai hama karena merusak tanarnan atau menyebarkan penyakit pada manusia, hewan, maupun tumbuhan (Ermayani&Syahbudin 2021).Â
Berdasarka hasil pengamatan observasi di habitat setu patok di dapatkan jenis spesies pada filum arthopoda berupa kupu kupu (Hypolimnas misippus) jenis jantan. Dimana memiliki karakteristik morfologi rentang sayapnya berkisar antara 60-85 mm dengan sayap atas berwarna hitam dengan dua bercak putih besar di sayap depan dan satu bercak putih kecil di sayap belakang, dikelilingi warna biru keunguan metalik yang berkilau dengan bagian bawah sayap berwarna hitam kecokelatan. Memiliki struktur morfologi mata majernuk, kaki depan, antena, dada, kaki tengah, kaki belakang, ekor, sayap belakang, perut, belalai, mulut menghisap. Warna Sayap pada kupu kupu jantan berwama ungu kehitaman dengan bercak putih besar melingkar di setiap sayap. Warna ini memberikan tampilan yang mencolok dan menarik perhatian. Sayap atas tepi bagian dalam sayap mengikuti garis yang melintasi sel secara miring dan melengkung ke dekat puncak, memberikan bentuk yang elegan. Permukaan bawah sayap jantan tidak memiliki corak putih, menjadikannya lebih sederhana dibandingkan dengan betina (Latjompoh.M et al 2024).
Kupu-kupu merupakan golongan serangga bersayap bersisik yang termasuk dalam ordo Lepidoptera. Hal ini sesuai dengan namanya yang berasal dari istilah latin kata dan lepido yang berarti sisik. Tubuh kupu-kupu terdiri dari tiga bagian: kepala, toraks, dan perut. Kerangka luar (eksoskeleton) kupu-kupu menampung organ dalam di sisi bagian dalamnya (Noerdijito dan Aswari 2003). Kepala kupu-kupu terdiri dari enam ruas. Tiga ruas pertama kepala berhubungan dengan tiga komponen sensori: antena, mata majemuk mata tunggal, dan mata. Tiga ruas lainnya berhubungan dengan bagian mulut. Maksila beradaptasi sebagai alat penghisap (probosis), dan mandibula (rahang 1bawah) kupu-kupu tereduksi (Sianturi, S., & Simanjuntak, S. 2023).
KlasifikasiÂ
Kingdom:Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo: Lepidoptera.
Family: Nymphalidae
Genus: Hypolimnas
Spesies: Hypolimnas misippus
Author: Linnaeus,1764
Berdasarka hasil pengamatan observasi di habitat setu patok di dapatkan jenis spesies pada filum arthopoda berupa Belalang kukus hijau (Atractomorpha crenulata) merupakan memili karakteristik morfologi berbentuk ramping dengan tubuh memanjang. Tubuhnya berwarna hijau hingga cokelat kekuningan. Memiliki struktur morfologidengan kepala yang dilengkapi mata majemuk dan antena panjang. Mulutnya tipe gigit-kunyah untuk memakan tanaman. Di thoraks terdapat sayap depan (tegmina) dan sepasang kaki belakang yang kuat untuk melompat serta abdomen, belalang ini berwarna hijau muda.
Menurut (Inayah. N.S, Ilhamdi, L.,M. Santoso.D, 2023), belalang merupakan salah satu jenis serangga yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera. Ordo Orthoptera mempunyai karakteristik memiliki sayap depan yang lurus, lebih tebal, dan lebih kaku sementara memiliki sayap belakang yang tipis seperti membran. Jenis belalang kukus. hijau menurut (Leu, P. L., Naharia, O., Moko, E. M., etall, 2023) dalam jurnalnya menyatakan bahwa belalang kukus hijau memiliki dua jenis organ gerak yaitu sayap dan kaki di mana sayap melekat pada bagian dada di segmen kedua yaitu mesothorax dan segmen ketiga yakni metathorax. Bagian kaki terletak pada tiap segmen dada dan sepasang kaki belakang digunakan untuk melompat.
Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
 Ordo: Orthoptera
Family: Pyrgomorphidae
 Genus: Atractomopha
Spesies: Atractomopha crenulata
Author: Fabricius, 17923
Berdasarka hasil pengamatan observasi di habitat setu patok di dapatkan jenis spesies pada filum arthopoda berupa Belalang kayu (Valanga nigricornis) memiliki karakteristik morfologi, tubuhnya berwarna cokelat. Memiliki struktur morfologi dengan kepala yang dilengkapi mata majemuk dan antena pendek dari tubuhnya. Mulutnya tipe gigit-kunyah untuk memakan tanaman. Di thoraks terdapat sayap depan (tegmina) dan sepasang kaki belakang yang kuat untuk melompat serta abdomen, belalang ini berwarna cokelat.
Menurut (Inayah N.S. Ilhamdi, L.,M. Santoso D, 2023), belalang merupakan salah satu jenis serangga yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera. Ordo Orthoptera mempunyai karakteristik memiliki sayap dibagian thoraxdi depan yang lurus, lebih tebal, dan lebih kaku sementara memiliki sayap belakang yang tipis seperti membran, dibagian kepala terdapat antena dan mata majemuk dengan mulut untuk menguyah daun selain itu abdomen berisikan organ penceraan pada belalang. Menurut (Semiun. G.C & Mamulak I,Y, 2019) belalang kayu termasuk kedalam family Arcrididae pada umumnya memiliki 2 pasang antena yang ukurannya lebih pendek dari tubuh belalang itu sendiri. memiliki femur belakang yang kuat dan panjang yang digunakan untuk melompat.
Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo: Orthoptera
Family: Acrididae
Genus: Valanga
 Spesies: Valanga nigricornix
Author: Burmeister, 1838
2. Peranan Arthophoda di habitat setu patok
 Berdasrkan hasil pengamatan observsi yang dilakukan di setu patok, nampak bahwa Kupu-kupu mimik (Hypolimnas misippus) memiliki peran utama dalam mendukung proses penyerbukan tanaman berbunga di Setu Patok. Ketika mereka mengunjungi bunga untuk mengonsumsi nektar. Dengan demikian, aktivitas ini membantu menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan di wilayah tersebut, sekaligus menyediakan sumber makanan bagi spesies lain yang bergantung pada flora lokal. Menurut (Herlinda.S & Sari.P.M.j, 2023), karena penyerbuk menyediakan makanan bagi manusia, hewan, dan artropoda lainnya, penyerbuk lebah, kupu-kupu, kumbang. dan lalat merupakan komponen penting dalam ekosistem kita serta sebagai pengatur sistem penanaman, penyerbuk termasuk lebah, kupu-kupu, kumbang, dan lalat membantu menjaga stabilitas dan fungsi populasi tanaman serta menjamin produktivitas tanaman.
Berdasrkan hasil pengamatan observsi yang dilakukan di setu patok, nampak bahwa Belalang kukus hijau (Atractomorpha crenulata) memainkan peran vital sebagai pemakan tumbuhan di ekosistem Setu Patok. Dengan memangsa dedaunan, belalang ini membantu mencegah dominasi tanaman tertentu yang berpotensi menghambat pertumbuhan spesies lain. Menurut (Ilhamdi et al., 2022) Belalang merupakan serangga herbivora utama yang berperan penting dalam ekosistem. Belalang dapat merangsang pertumbuhan tanaman, ikut serta dalam siklus nutrisi dan rantai makanan. Dimar dalam hal menjaga ekosistem persawahan, belalang berperan sangat penting dala menjaga keseimbangannya (Rina, M. A., et al 2021).
Berdasrkan hasil pengamatan observsi yang dilakukan di setu patok, nampak bahwa Belalang kayu (Valanga nigricornis) juga memiliki peran penting di wilay Setu Patok, khususnya dalam mengendalikan pertumbuhan vegetasi. Dengan memakan daun tanaman tertentu, belalang ini membantu menciptakan ruang bagi spesies tumbuhan lain untuk tumbuh, sehingga menjaga keseimbangan antara berbagai jenis tanaman. Sebagai bagian dari rantai makanan, belalang kayu menjadi sumber energi bagi sejumlah predator, seperti burung pemangsa dan reptil. Menurut (Ilhamdi et al., 2022) Belalang merupakan serangga herbivora utama yang berperan penting dalam ekosistem. Belalang dapat merangsang pertumbuhan tanaman, ikut serta dalam siklus nutrisi dan rantai makanan. Selain itu, belalang berfungsi sebagai predator, pemakai bangkai dan pengurai bahan organik. Dimana dalam hal menjaga ekosistem persawahan, belalang berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangannya (Rina. M. A, et al 2021).
3. Adaptasi morfologis Arthropoda mendukung kelangsungan hidup mereka di Setu PatokÂ
Adaptasi morfologis pada kupu kupu (Hypolimnas misippus) mencerminkan evolusi spesies ini dalam menghadapi tantangan lingkungan dan predator. Dengan kemampuan untuk berkamuflase, meniru spesies lain, dan beradaptasi dengan berbagai habitat serta sumber makanan, kupu-kupu ini menunjukkan fleksibilitas yang tinggi dalam kelangsungan hidupnya di ekosistem yang beragam. Menurut (EUNICHE R.P.F. et al 2021) sayap kupu-kupu tidak hanya berfungsi untuk terbang tetapi juga memiliki peran dalam kamuflase dan pengaturan suhu. Bentuk dan pola warna sayap dapat membantu kupu-kupu bersembunyi dari predator atau menarik pasangan.Â
Adaptasi Belalang kukus hijau (Atractomorpha crenulata) memiliki adaptasi morfologis yang mendukung kelangsungan hidupnya di padang rumput. Menurut (Rosyada, S., & Budijastuti, W. 2021), warna tubuhnya yang hijau atau cokelat. kekuningan membantu berkamuflase dengan rerumputan, sehingga sulit terlihat oleh predator. Bentuk tubuhnya yang ramping mempermudah pergerakan di antara tanaman padat, sehingga lebih efisien dalam mencari makan atau menghindari ancaman. Selain itu, kaki belakang yang panjang dan kuat memungkinkan belalang ini melompat jauh dengan. cepat, memberikan mekanisme pertahanan efektif di habitat terbuka. Bagian mulutnya yang beradaptasi untuk mengunyah juga mendukung kemampuan herbivoranya dalam memakan dedaunan yang melimpah di padang rumput.Â
Adaptasi ini memastikan Atractomorpha crenulata mampu bertahan dan berkembang biak di lingkungan padang rumput. Adaptasi Belalang kayu (Valanga nigricornis) juga memiliki adaptasi morfologis. khas untuk bertahan hidup di lingkungan padang rumput. Menurut (Sari, P., & Purwanti, D. Y. 2023), warna tubuhnya yang cokelat dengan pola mirip kulit kayu memungkinkannya menyamar di batang pohon atau semak-semak kering. Tubuhnya yang besar memberikan perlindungan alami dari predator kecil karena sulit untuk dimangsa. Sayap yang kuat memudahkan belalang ini terbang menjauh saat menghadapi ancaman, sedangkan kaki belakang yang berotot memungkinkan lompatan cepat dan jauh di medan terbuka. Adaptasi morfologis ini membantu kedua spesies belalang menghadapi tantangan ekosistem padang rumput dengan efisien.
SIMPULAN
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga spesies Arthropoda yang terdapat di habitat Setu Patok, yaitu kupu-kupu mimik (Hypolimnas misippus), belalang kukus hijau. (Atractomorpha crenulata), dan belalang kayu (Valanga nigricornis). Setiap spesies menunjukkan karakteristik morfologi yang khas, seperti dimorfisme seksual pada kupu- kupu mimik, kamuflase tubuh pada belalang kukus hijau, dan ukuran tubuh besar serta kaki belakang kuat pada belalang kayu. Adaptasi morfologi ini tidak hanya mendukung kelangsungan hidup mereka di habitat lokal tetapi juga memberikan kontribusi ekologis yang signifikan, seperti penyerbukan, pengendalian vegetasi, dan penyediaan energi bagi predator dalam rantai makanan.
 Selain itu, pengamatan menunjukkan bahwa masing-masing spesies menempati peran khusus dalam ekosistem Setu Patok. Kupu-kupu mimik membantu reproduksi tumbuhan melalui penyerbukan, sedangkan belalang kukus hijau dan belalang kayu berperan dalam siklus nutrisi tanah melalui aktivitas makan mereka. Keberadaan mereka mencerminkan kesehatan ekosistem Setu Patok dan menjadi indikator keanekaragaman hayati yang tinggi.
Penelitian ini menekankan pentingnya menjaga kelestarian habitat Arthropoda, mengingat peran ekologis mereka yang tidak tergantikan. Dengan melindungi kawasan Setu Patok sebagai habitat alami, keanekaragaman hayati dapat terus dipertahankan, mendukung keseimbangan ekologis, sekaligus memberikan manfaat edukasi dan konservasi yang berkelanjutan. Studi lebih lanjut diharapkan dapat menggali lebih dalam tentang spesies lain yang mungkin tersembunyi di kawasan ini serta hubungan ekologis mereka dalam skala yang lebih luas.
REVERENSI
Aryulina.D (2022). (n.d.). BIOLOGI: Jilid 1. (N.d.). (N.p.):
Esis, Azhima.R, Defy S.A, Nurhayu. W, Darmawan, A. 2023. "Keanekaragamn Famili Dari Filum Arthopoda Nokturnal Di Jalan Urip Sumoharjo Way Halim Bandar Lampung" Journal of Biological and Life Sciences 1 (2): 19-23Â
Chaidir, D. M., Fitriani, R., & Hardian, A. (2023). Identifikasi dan Analisis Keanekaragaman Insekta di Gunung Galunggung Tasikmalaya, Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 8(1).
 EUNICHE R.P.F. RAMANDEY, EVIE L. WARIKAR. (2021). Analisis Plastisitas Fenotipe Kupu-Kupu Papilio ulysses Asal Papua, JURNAL BIOLOGI PAPUA 13(2), 92-96.
Faqih.A. R. R. J. (2023). KARAGAMAN DAN KELIMPAHAN CRUSTACEA DI KAWASAN HUTAN MANGROVE PESISIR LANGALA KECAMATAN DULUPI KABUPATEN BOALEMO. Journal Jambura Edu Biosfer 5(2), 65-89.
 Herlinda.S & Sari.P.M.j. (2023). Penyerbuk yang Berperan Meningkatkan Produksi Tanaman Semusim dan Tahunan secara Berkelanjutan. In Seminar Nasional Lahan Suboptimal 10(1), 40-60
 Hutauruk. D. M. A., Malewa. S, Dabukke, O. R, Nurhayu. W, Darmawan. A. (2024). Keanekaragaman Jenis Arthropoda di Arboretum Institut Teknologi Sumatera. 1(2), 24-27.
Ilhamdi, M. L., Agil, A. I., Didik, S., dan Ahmad, R. (2022). Diversity Of Grasshopper in Lingsar Vegetable Field, West Lombok. Jurnal Pijar MIPA. 17 (5): 701-705.
 Inayah.N.S,Ilhamdi, L.,M. Santoso.D. (2023). Diversity of Grasshopper in The Rice Fields of Kalijaga Village, East Lombok. Jurnal Biologi Tropix, 23(3), 443-449.
Latjompoh.M, Mardin. H. Husain. H.I, et al (2024) EKSPLORASI DUNIA INSECTAÂ Edisi pertama: PENERBIT TAHTA MEDIA GROUP
Leu, P. L, Naharia, O., Moko, E. M., Yalindua, A., & Ngangi, J. (2021). Karakter Morfologi dan Identifikasi Hama pada Tanaman Dalugha (Cyrtosperma merkusii (Hassk.) Schott) di Kabupaten Kepulauan Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal ilmiah sains, 96-112.
 Qira'ati.M, Hariani. L. M., Nurdiyanto. (2022). Pemetaan masalah Dan Potensi Pengembangan Kawasan setu PatoK Kabupaten Cirebon. Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 10(1), 42-49.
Rina, M. A., Aulia, A., dan Riya, I. (2021). Keragaman Jenis Belalang (Orthoptera) di Persawahan Desa Beringin Kencana Kecamatan Tabunganen Jurnal Biologi dan Pembelajarannya 13 (2) 74-81.
 Rosyada, S., & Budijastuti, W. (2021). Hubungan Faktor Lingkungan Terhadap Keanekaragaman Belalang dan Hubungan Antarkarakter Morfometri Belalang (Insecta: Orthoptera) Di Hutan Kota Surabaya. LenteraBio: Jurnal Berkala Ilmiah Biologi, 10(3), 375-384.
 Sari, P., & Purwanti, D. Y. (2023). Keanekaragaman serangga malam (Nocturnal) di Desa Teluk Bogam Pakalan Bun. Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 15(1), 54-62.
Semiun. G.C & Mamulak I,Y. (2019). Keanekaragaman Jenis Belalang (Ordo Orthoptera) Di Pertanian Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Desa Manusak Kabupaten Kupang. Jurnal Prodi Biologi FMIPA UNIPAÂ
Sianturi, S., & Simanjuntak, S. (2023). Hubungan Antara Panjang Probosis Kupu-Kupu dengan Pakan Di Areal Kampus IPB Dramaga. Spizaetus: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi, 4(2), 137-146.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI