10 menit bersepeda, sampailah ke sebuah gubug gedhek di tepi tanggul Bengawan Solo. Gubug itu hanya untuk produksi kerupuk, tidak untuk dihuni. Kerupuk karak dibuat secara tradisional dan masih menggunakan bahan kimia bleng; bentuk tidak murni dari boraks. Kerupuk karak dari sini hanya dijual matang per bal.
Capek dan haus, sebotol air mineral kuhabiskan. Mas Ajib menjelaskan kenapa kami beristirahat sebelum sampai ke pengrajin gamelan. Jadi, pembuatan gamelan baru dimulai sekitar jam 10.30 WIB, saat itu pekerja memukul dan memanaskannya dalam bara api.
Jam 11.10 WIB kami keluar dari pengrajin gamelan Palu Gongso menuju UKM pembuat alkohol (pemandu menyebutnya ciu) di desa Bekonang, Mojolaban Sukoharjo. Matahari bersinar terik, Mas Ajib memutuskan untuk melewati jalan lebih dekat.
Jalan yang dilewati kali ini tidak semuanya mulus, jalan tanah di antara sawah kami lewati ratusan meter sebelum bertemu lagi jalanan aspal. Perjalanan hanya 10 menit tapi terasa lama, selain panas, kami juga sudah mulai kecapaian. Sebelum sampai di tempat pembuatan alkohol, kami mampir dulu minum es kelapa muda.... padahal jaraknya tinggal 200 meter.
Tidak banyak yang bisa saya korek dari UKM ini, usaha pembuatan alkohol memiliki izin pemerintah. Hasil fermentasi dari tebu ini katanya dikirim ke Jawa Timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H