Tiap kali melihat orang naik sepeda di Car Free Day (CFD) saya hanya merenung, sepertinya menyenangkan bawa sepeda di CFD, bisa bolak-balik dari ujung satu ke ujung jalan lain dengan cepat sambil berolah raga, dan tak perlu khawatir dengan parkir kendaraan.
Sudah puluhan tahun saya tidak memiliki sepeda setelah beberapa onderdilnya dicuri, menyisakan kerangka yang tak bisa dipakai. Sudah berusaha mencari onderdil di beberapa toko tapi tidak menemukan yang pas. Akhirnya kerangka sepeda itu hanya jadi barang rongsok.
Hilangnya jalur lambat dan pepohonan di pinggir jalan juga menjadi faktor saya malas memperbaiki sepeda, toh bila diperbaiki tidak akan dipakai. Apalagi saya tidak lagi memiliki teman bersepeda, teman dan tetangga lebih suka naik motor untuk bepergian.
Pamor sepeda baru naik kembali semenjak muncul program Segoro Amarto dan Car Free Day, sepeda lipat merupakan model terlaris kala itu. Keinginan saya bersepeda kembali muncul, tapi harga sepeda lipat terlalu tinggi bagi saya. Begitulah, bersepeda masih dalam angan.
Bersepeda lagi
Dua tahun lalu saya kembali merasakan bersepeda bersama. Kala itu Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan Go(w)es Ramadhan 1435 H menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Gowes menempuh rute Stasiun Sepeda Fakultas Kedokteran Gigi UGM – Taman Budaya.
[caption caption="Go(wes) to Ramadhan 1435 H"][/caption]
Acara tersebut dibuka untuk umum, yang tidak memiliki sepeda akan difasilitasi panitia dengan menggunakan sepeda kampus UGM. Saya menjadi peserta tertua dan bukan alumnus, bagi saya yang terpenting bisa bersepeda bersama banyak orang.
[caption caption="Rute Go(w)es to Ramadhan 1435 H"]
Lama tidak bersepeda membuat saya kehabisan tenaga dalam perjalanan pulang dari Taman Budaya kembali ke UGM. Saat berangkat, bersepeda terasa ringan karena jalanan selalu menurun. Tapi ketika pulang, jalanan selalu naik. Butuh tenaga ekstra untuk mengayuh sepeda agar sampai kembali ke UGM. Usai itu badan sakit semua karena jarang berolah raga, sungguh menyenangkan andaikata saya bisa rutin berolah raga bersepeda sambil menikmati CFD.
Hasrat memiliki sepeda kembali muncul saat Sepeda Wimcycle membuka peluang melalui Kompasiana. Dan saya baru teringat keponakan saya memiliki Sepeda Wimcycle. Sepeda tersebut selalu saya pakai ketika saya berada di rumah kakak saya di Pantai Utara Jawa.
[caption caption="Percakapan"]
Sepeda model MTB ini sudah menggunakan suspensi depan, saya pakai untuk silaturahmi ke rumah saudara. Terkadang saya bersepeda bersama keponakan menyusuri jalan desa. Tanah di Pantai Utara Jawa terkenal labil, cepat sekali rusak dan aspal bergelombang. Meskipun di desa, jalan juga sering rusak meskipun hanya dilewati bus ukuran sedang dan truk pasir. Tapi dengan sepeda Wimcycle, jalan rusak dapat dilalui dengan nyaman karena sudah bersuspensi.
[caption caption="Sepeda Wimcycle keponakan."]
Namun sayang, saya hanya berkunjung ke rumah kakak setahun sekali. Artinya saya hanya dapat naik sepeda setahun sekali. Semoga dengan program Wimcycle ini saya bisa bersepeda tiap hari dan terus aktif mengikuti Car Free Day.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H