Mohon tunggu...
Silla Agustin
Silla Agustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Aku tidak sebaik kamu, pun dengan tulisanku. "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." _Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Mutiara dalam Kerang

1 Januari 2024   20:25 Diperbarui: 1 Januari 2024   20:40 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

"Tidak, Salsa. Saya mohon, jangan buat saya berada di posisi ini. Sungguh, saya tidak bisa melakukannya." Faiz mengacak rambutnya frustasi. Netra keduanya saling bertemu. Di detik itu pula tetes demi tetes jatuh membasahi wajahnya.

"Salsa mohon, Mas. Menikahlah dengan Dinara. Sungguh, aku sangat ikhlas jika harus berbagi dengannya," lirihnya di antara tangis. Salsa kembali memegang tangan itu. Sungguh, yang paling ia takutkan adalah perpisahan ini.

"Jika tidak untukku, pikirkanlah Acha. Dia masih membutuhkan sosok ibu." Tangan itu terangkat dan membelai pelan wajah suaminya. Sudah, cukup. Faiz tidak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Semua ini terasa begitu berat, ia tak sanggup.

"Salsa, pernikahan bukanlah permainan! Sudah cukup. Jangan mengikat saya dalam hubungan yang rumit ini. Apakah kamu tidak memikirkan perasaan saya? Saya tidak bisa menerima--" Kalimatnya terhenti. Bibir itu mendadak bungkam saat melihat kelopak mata istrinya tertutup rapat. Bahkan monitor detak jantung terdengar nyaring memekakkan telinga.

"Salsa!" Jantungnya berdetak kencang seakan petir benar-benar menyambarnya. Tubuh Faiz seperti terlempar jauh dalam tebing yang curam. Pria itu menepuk-nepuk wajah yang memucat itu. Tidak, semua ini tidak bisa terjadi. Mengapa secepat itu ia meninggalkan dirinya?

"Tidak, Salsa. Saya mohon jangan tinggalkan saya. Bangun, kamu tidak bisa tertidur seperti ini. Dokter!" Pria itu berteriak sembari mengguncang-guncangkan tubuh istrinya. Pikirannya kalut dan kacau. Dunianya kini telah hancur dan lebur. Rusuk yang telah Allah takdirkan untuknya kini telah patah.

Tidak berselang lama wanita berjas putih dan ketiga susternya datang. Setelah Salsa mendapatkan penanganan. Faiz dan Dinara menunggu di luar ruangan. Seluruh tubuhnya bergetar, sampai detik ini ia masih tak percaya akan apa yang terjadi pada sahabatnya. Bertepatan dengan itu, memori di otaknya memutar sepotong demi potong kenangan manis bersama Salsa. Wajah gadis itu? Dinara membungkam mulutnya dengan kedua tangan agar isak pilu tidak terdengar oleh Faiz. Sangat singkat bukan? Ia menyaksikan sendiri sahabatnya ditelan kegelapan tanpa bisa berbuat apa-apa.

Pria itu menautkan kedua tangannya dengan kuat. Jantungnya terus saja berdegup kencang. Tidak henti-hentinya Faiz melangitkan ribuan doa. Oh Allah, di dalam sana wanitanya sedang bertaruh antara hidup dan mati. Pintanya hanya satu, ia ingin agar istrinya selamat. 

Beberapa menit berikutnya. Pintu ruangan itu terbuka. Dengan cepat pria itu mendekat ke arah wanita yang baru saja keluar dari dalam sana.

"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" Tidak ada jawaban. Pria itu masih menunggu dengan hati yang berdebar-debar.

Ia sangat yakin jika pendengarannya akan mendengar bahwa Salsanya akan baik-baik saja. Namun, wanita dengan snelli itu seolah kehilangan pita suaranya. Jutaan kamus yang sangat dihapal seakan terjahit rapat di bibirnya. Lidahnya seperti terhimpit oleh langit-langit mulutnya. Namun, di detik ketiga sebuah gelengan menjadi jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun