Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cintaku dalam Diam

13 Februari 2016   15:05 Diperbarui: 13 Februari 2016   17:59 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, hari minggu. Aku berdiri jauh bersembunyi. Kulihat Izolda berdiri di sana. Kali ini bersama dua orang wanita lain. Gelak tawa mereka sampai ditelingaku. Kulihat satu taxi berhenti dan mereka bertiga ramai-ramai menghampiri. Ketika taxi melaju hilang ditelan kesibukan lalu lintas, kulihat hanya Izolda tertinggal seorang diri. Dan aku pun menghela napas, lega.

Hari ini hari minggu, hari yang tak kuat untuk beralasan lembur.

Gejolak hatiku berlomba melawan pikiranku. Kapan aku berani berlari ke sana menghampiri dia, menarik tangannya dan menyeretnya pulang ke rumahnya atau ke rumahku. Ingin sekali aku lakukan, tapi aku bukan Spiderman. Aku hanya Raymond, karyawan biro perjalanan.

Mungkin pikirku, Izolda pun merasakan hal yang sama seperti apa yang kupikirkan sekarang. Kami buntu memainkan teka-teki huruf.

Bahkan pikirku merendah, mungkin aku sendiri yang tak berani mengatakan siapa diriku. Gajiku yang pas-pasan membayar rekening setiap bulan mungkin tak bersisa untuk memanjakan diri Izolda. Atau, terpaksa aku harus lepaskan Boyke dan menyerahkannya pada tempat penitipan hewan peliharaan agar mendapat tuan adopsi yang baru. Dengan demikian ongkos memelihara Boyke bisa aku gunakan untuk ekstra menyenangkan Izolda. Pikiranku memang seribu biru.

Permen karetku sudah habis. Menggigit kuku pun akhirnya aku merana sendiri. Kulihat dari kejauhan Izolda tetap berdiri di pinggir jalan, menanti para pelanggan.

Hatiku sakit memandangnya, pilu bukan karena diriku rendah dari beberapa lembar euro seorang pelanggan yang memberi kepada Izolda. Namun sakit karena aku tak memiliki keberanian.

Mataku panas, berlinang air mata melihatnya dari kejauhan seperti ini. Aku memang pengecut, membiarkan Izolda terperosok makin dalam dengan dunianya. Ingin aku berteriak dengan suara lantang "Izolda, ik hou van je!" tapi lagi-lagi lidahku bertulang seperti besi.

Apakah aku harus tetap seperti ini mencintai Izolda dalam diam?.

Diam-diam aku berdoa, moga malam ini Izolda tak laku. Aku berdoa, moga pelanggan tak melihat Izolda berdiri di situ.  Dan aku berdoa, moga malam besok dan besok lagi, Izolda tak laku. Apakah aku kejam menghukumnya hingga Izolda melarat tanpa uang?. Tidak, aku masih percaya, mungkin besok atau besok lagi aku berani menyatakan cintaku kepadanya. Aku berharap. Pegal rasanya mencintai dalam diam. (da130216nl)

--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun