Kau cerita mengapa orang tuamu memberimu nama Izolda yang berarti "sangat cantik."
Menurutmu, ternyata nama itu menjelma menjadi balok baja memberatkan tulang langkahmu. Garis-garis halus di sekitar dahimu mencatat dengan rutin. Lipatannya menyembunyikan rahasia.
Kita bertukar nomor telepon, tetapi sampai detik ini belum satu kali pun dua atau tiga kata dalam satu kalimat melayang dalam bentuk sms. Entah mengapa.
-
Kulirik rak yang penuh dengan kartu ucapan Valentine’s Day di depan kios stasiun, salah satu kartu tertera "Love give a reason to be living."
Kudengar suara, "Hei," "Halo," secara tak sengaja kita berjumpa. Lagi-lagi stasiun kereta yang sama - Eindhoven. Kali ini aku berbohong, kuikuti saja mau hatiku sampai ke Zutphen, padahal di stasiun Zwolle aku harus turun. Tiba-tiba saja aku kangen melihat warna kulitmu, warna rambutmu dan keriting bibirmu. Dan tiba-tiba saja aku lapar aroma parfummu.
Baru kali ini aku sadar, ternyata kau memiliki satu gigi gingsul di sebelah kiri bagian depan. Tapi tidak mengapa gingsul atau tidak aku sudah cukup bahagia jumpa denganmu kembali.
"Pulang kerja!," tanyamu. "Ya, aku mesti lembur," bohongku.
Kini aku mengenalmu beberapakali. Stasiun Zwolle aku lupakan hanya karena aku masih ingin mendengar suaramu. Tak mengapa, aku harus kembali satu stasiun lagi. Mana berat kehilangan kangen suaramu atau pulang tepat waktu dan rutin jalan dengan Boyke anjingku yang setia menunggu di depan pintu.
Ada yang tersimpan dalam lubuk hatiku, tak kuasa aku berani bertanya padamu. Pikirku, ah kulalui saja waktu seperti air di sungai.
Menganga pikiranku, ingin kututup dengan gombal jawaban tetapi tak pernah kudapat. Pernah ringan aku beranikan diri bertanya padamu, namun mulutmu terkunci. Aku pun takut kehilangan dirimu. Waktu selanjutnya kubuang saja pertanyaan itu jauh-jauh dari gudang kepalaku.