Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Teladan Buruk Parlemen 'Plintat Plintut,' Generasi Muda Kritis Tetapi Rentan

28 November 2014   00:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:40 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sebagai rakyat jangan sampai menjadi kerbau dicucuk hidungnya. Ditarik kemana arah selalu mengikut tanpa prinsip dan konsekwen serta kesadaran diri sendiri. Pendidikan golongan bawah dan kemiskinan boleh jadi menjadi keprihatinan kita, tetapi pengarahan masih bisa kita lakukan untuk membimbing dan mengarahkan golongan ini agar sadar, bahwa memilih bukan hanya melihat partai itu mewakili agamaku, atau partai itu sudah memberi nasi bungkus/ rames, atau duit, atau yel-yel secara radikal ketika daku berdemo dan sebagainya. Revolusi mental bukan hanya ditujukan kepada golongan bawah rendah pendidikan dan rendah pendapatan/miskin, tetapi revolusi mental juga harus digalangkan untuk mereka yang mewakili rakyatnya. Jangan sampai ada pemahaman dapat kursi kekuasaan dan  kesempatan hanya untuk menyelamatkan asap dapur sendiri. Konyol itu namanya!

Kita bukan rakyat pendikte, kita memang telah ditinggalkan. Suara kita sebagai rakyat hanya dibutuhkan pada saat kampanye dan pemilihan saja. Setelah itu kita hanyalah gerombolan hewan yang siap disembelih. Kita memang sekumpulan hewan yang hanya diperlukan daging, darah, tulangnya saja.  Tetapi suara mengembik, mencicit, dan menggonggong kita tidak lebih dari hembusan angin sepoi-sepoi. keterlaluan!

DPR-RI, demikian juga Presiden dan Kabinet Menteri baru saja memulai pekerjaannya. Umum katakan belum seumur jagung. Menurut pendapat saya adalah benar bila Presiden belum bisa mengirim para menterinya untuk menghadiri rapat dengar pendapat dengan badan legislatif. Saya malah menganggap profil Fadli Zon sebagai Wakil Ketua DPR-RI ini tidak etis dan beliau tidak paham apa itu berbirokrasi. Profil ini justru menyiang bibit perseteruan intern birokrasi. Saya kira kini beliau menikmati dengan puas suasana celebritas birokrasi dalam skala negative. Tidak mencerminkan seorang yang piawai berpolitik, berorganisasi. Tidak heran kalau akhirnya umum beropini parlemen bukan lagi menguatkan koalisi tetapi berbalik menjadi oposisi. Opini anggota DPR-RI juga bervariasi dan kesepakatan merevisi UU MD3 tidak seluruh fraksi mendukung. Dengan kata lain, DPR-RI ternyata masih labil. Dan kalau masih labil mau ngapain kita dukung mereka sebagai wakil rakyat?

Demikianlah bila politik tidak lagi melihat kepentingan rakyat tetapi kepentingan intern parpol.

Seperti acap saya tulis, mengurus mulut 250 juta jiwa lebih manusia Indonesia itu tidak mudah. Nah, untuk melayani variasi beragam keinginan rakyat maka badan legislatif  dan eksekutif perlu memahami apa itu UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara dan berfalsafah.

Saya sebagai rakyat biasa bahkan melihat bahwa sebenarnya DPRI-RI tidak mendukung Presiden dan Kabinet Menterinya. Opini saya lumrah dong, sebab tidak ada tuh parlemen yang angkat senjata menyerang pemimpin negara terpilih, sedangkan parlemen sendiri adalah wakil suara kita. Nah, dimana letak kesalahannya? Saya jawab ringan saja di sini letaknya bukan disuara rakyat, tetapi pergolakkan ambisi perpolitikan parpol itu sendiri. Jelas gak!

Kata lain, arogansi, ambisi kekuasaan, hanya menilik kepentingan fungsi jabatan sendiri adalah bentuk profil plintat plintut. Jelas tidak menguntungkan bagi generasi muda Indonesia yang kini kita persiapkan untuk belajar melihat dan mengerti bagaimana kuliner mengolah negara Indonesia demi kelangsungan kehidupan rakyatnya. Negara tanpa rakyat adalah bull shit!

DPR-RI harus intern dan ekstern memperlihatkan kesatuan, inilah badan legislatif - penampung suara rakyat yang siap mengontrol dan mengawasi pekerjaan eksekutif. Dan bukan hanya pencitraan yang akhirnya menciptakan oposisi. Percuma kita pilih kalian, ngerti gak sih! (da271114nl)

Tags saya untuk DPR -RI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun