Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

'Depri' Itu Menyesatkan

24 Januari 2015   23:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_393008" align="aligncenter" width="640" caption="Foto www.nufoto.nl"][/caption]

Ketika sedang asyik membersihkan tumpukan salju di depan pekarangan rumah, tiba-tiba terdengar ' praaang ... ' kaca jendela rumah tetangga pecah kena lemparan sesuatu. Pelakunya seorang anak lelaki usia sembilan (9) tahun. Kontan yang empunya rumah lari keluar. Buntut cerita kedua pihak keluarga berembuk menyelesaikan permasalahaan sambil bersihkan semua kaca yang berantakan pecah dan membuat  foto sebagai barang bukti permasalahan dan gotong royong menutup jendela dengan bahan terpal dan selimut untuk sementara sampai petugas khusus datang untuk memasang kaca baru. Wah , untung terjadi bukan di saat weekend.

Nah dari situ saya mendapat perkataan ini '' depri'' Jadi depri itu bukan nama resep makanan baru atau nama orang tetapi kata pendek dari ''depresi atau depressive personality disorder.'' Definisi sederhana adalah seseorang yang mengalami tekanan perasaan, mood yang down, atau kesedihan yang begitu dalam atau frustasi.

Depri bukan hanya monopoli kaum dewasa saja. Tetapi juga dapat menimpa anak-anak usia muda. Bahkan dari banyak informasi yang saya baca depresi bisa juga melanda hewan dan tanaman. Tingkatan depri juga tergantung dari problematik yang dialami dan pertolongan yang didapat. Ada depri yang penanganannya bisa hanya dengan dokter umum biasa dan ada yang sampai tingkat kunjungan ke psikiater. Ada yang hanya menelan obat-obat biasa dan ada yang sampai tingkat obat penenang kelas berat. Nah, dapat anda bayangkan bagaimana depri menyerang.

Kita para tetangga dari anak lelaki itu tidak mengira bahwa diusia semuda itu ia akan terkena depri, tetapi kalau kita tarik lagi kisahnya mengapa ia jadi demikian, maka kita sebagai orang luar dari keluarganya akan dapat memahami mengapa ia menjadi demikian. Ternyata anak lelaki ini mendapat depri karena ibunya lari meninggalkan dirinya hanya karena masalah yang personal - affair.  Sementara anak masih dalam proses pembentukan jati diri, mencari ego diri yang butuh bimbingan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang ternyata tiba-tiba mengalami gangguan. Sangat prihatin memang bila harus mendengarkannya.  Jadi anak-anak bukan hanya bisa dapat atau terkena ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder) saja, tetapi Juga Depressive Disorder. Kita harus alert!

Penyebab dari depresi memang dapat bermula dari macam-macam situasi  yang terkadang kita sebagai orang tua tidak mengira bahwa hal tersebut menjadi biangkerok depresi.

Kita sebagai orang tua pasti banyak menyimak berita seperti ini pada media massa ;

>> anak lari dari rumah tanpa sebab, anak hilang, anak kena bully, anak korban pedofile, anak jadi prostitusi, anak pakai drugs, anak korban indoktrinisasi dan akhirnya masuk kelompok kelompok ekstrim jihadisme, anak bunuh diri, dan lain sebagainya tragedi kisah anak-anak yang naas.

Dari tahun ketahun, jumlah anak-anak yang jatuh kelembah nestapa ini semakin meningkat. Dan kita sebagai orang tua hanya bisa melotot matanya dan tahan nafas bila menonton atau baca pemberitaan yang naas pada media massa. Hanya sampai disitukah keterperangahan kita? Mengapa kita tidak langsung menuding jari ini langsung pada diri kita sebagai orang tua yang justru bertanggung jawab melindungi mereka? Kita adalah pihak pertama penyebabnya

Orang tua umumnya tidak suka dan tidak jujur untuk mengakui kesalahan

Seorang anak yang kena bully habis-habisan di sekolah atau ditengah pergaulan, meskipun akhirnya mendapat pertolongan dari pihak sekolah dan instansi terkait tetap saja orang tua lolos dari lobang jarum sebagai pihak pertama yang tahu persis siapa anaknya termasuk proses perkembangan diri anak sejak ia dilahirkan sampai ketika ia ditemukan dengan setumpuk problematik kehidupan. Mengapa sampai demikian? karena orang tua tidak suka dan tidak mau secara jujur mengakui kesalahannya.

Orang tua hanya menyerahkan tugas pendidikan hampir seratus persen kepada pihak sekolah, padahal sehari itu terdiri dari duapuluhempat (24)  jam. Anak berada pada pantauan para pendidik di sekolah hanya sekitar enam (6) jam atau lebih. Nah, mari kita bertanya kemanakah sisa dari sembilanbelas (19) atau delapanbelas (18)  jam itu?, jawabannya adalah pada tangan kita.

Anak dengan problematik kaum dewasa

Mengenaskan memang kalau membaca pemberitaan seorang anak akhirnya jatuh pada lembah prostitusi hanya karena memburu benda-benda eletronik semacam iPad, iPhone. Anda jangan tertawa dengan kisah saya ini dan saya kira situasi ini terjadi juga di banyak tempat di Indonesia.

Kita pasti bertanya '' Kok bisa sih?''

Seperti yang saya saksikan pada acara televisi tentangundercover polisiuntuk menangkap mal praktek prostitusi yang menimpa anak-anak usia muda - remaja. Bergidik memang bila mengikuti sepak terjang anak-anak yang rata-rata tidak pernah takut terkena penyakit kelamin atau AIDS/HIV. Saya sebagai orang tua tentu logis bertanya? dimana orang tuanya, tahukah mereka,  apakah tidak ada pertanyaan darimana iPad atau iPhone itu didapat kalau merasa tidak pernah membelikan benda-benda elektronik tersebut.

Ternyata buntut kisah adalah kedua orang tua sibuk bekerja full time. Tidak sempat lagi check jam sekian anaknya lagi apa, ada dimana, sedang ngapain dan lain-lain. Orang tua telah demikian penat dengan kesibukannya sendiri. Jadi kepentingan diri sendiri seperti selesai makan malam terus duduk istirahat nonton teve sambil minum bir adalah yang paling utama. Sementara anaknya yang masih usia limabelas (15)  tahun itu masih kelayapan entah dimana melayani langganan seks di taman gelap tersembunyi, tempat parkir yang sepi atau flat. Tragis sekali.

Juga ketika terjadi ramai ribut-ribut di beberapa tempat di Belanda ini, karena banyak yang ditangkap akibat dukung ISIS (atau IS). Ternyata banyak orang tua muslim yang tidak percaya kalau anaknya secara diam-diam masuk mengikuti Jihadisme. Yang mereka tahu anaknya akan berlibur ke kampung orang tuanya atau anak rajin pergi ke Masjid, eh ... gak tahunya itu anak malah kena indoktrinisasi imam-iman ekstrim dan akhirnya lari meleburkan diri jadi sukarelawan untuk ISIS (IS) angkat senjata di Iraq dan Syria. Kalau sudah tertangkap begini orang tuapun berusaha cuci tangan, dan sampaikan 'O ... gak mengira kalau dia jadi demikian.'

Salah satu yang paling buat orang tua hopeless adalah, tiba-tiba saja foto anak-anak balitanya  yang lucu menggemaskan  tiba-tiba tersiar pada jejaring sosial internet diseluruh dunia pada website porno khusus untuk pedofile. Waduh, kasihan sekali. Setelah pemeriksaan berjalan baru ketahuan kalau anak-anak ini baik di sekolah atau tempat-tempat kursus itu sering diminta berpose  ria oleh gurunya yang ternyata mengidap kelainan. Nah, resultat foto-foto mereka secara gratis diperjual belikan untuk hal yang tidak wajar.

'' Lalu kita orang tua harus apa dong? Kita kan juga mesti bertanggung jawab agar asap dapur tetap ngepul, masak sih melulu kita disalahkan. Gak adil dong!''

''Haiya ... jangan ngeles lagilah sampaikan gak adil segala. Emangnya anak-anak itu lahir didunia begitu saja. Mereka gak minta tuh, kita-kita sendiri yang merencanakannya. Kalaupun gak direncanakan mbok ya jangan ngeles cuci tangan lagi karena anak lahir diluar rencana.''

Susah-susah gampang memang jadi orang tua, lengah jadi sasaran, salah kena, apalagi lupa!

Juga kita tidak bisa mengunci anak hanya di dalam rumah. Mendekam sekian jam di depan layar komputer. Anak berkembang menjadi anak yang  tidak kreative.

Banyak teman-teman saya sebagai ganti rasa bersalah karena kerja full time akhirnya memanjakan anak-anaknya dengan kado play stations, pikirnya mungkin agar anak anak adem ayem tinggal di rumah dan jauh dari yang neko-neko. Apa yang terjadi? anaknya malah jadi tidak kreative dan berubah jadi pecandu games. Waktu makan dan belajar terlewat. Kontak sosial dengan orang tuanya dan teman-teman lingkungan rumah jadi terganggu. Yang paling parah lagi prestasi disekolah kena kendala. Nah, salah lagi kan orang tua dengan kado play stationsnya.

Jadi gimana dong?

Yang benar itu tidak ada, tetapi yang bijaksana itu pasti ada yaitu kontak antara orang tua dan anak harus stimulans. Jangan mendikte anak A sampai Z dengan harapan anak akan menjelma seperti orang tuanya. Memberi kepercayaan kepada anak adalah penting.  Kita sebagai orang tua dan sebagai temannya. Agar anak tetap open. Karena mereka tahu kita adalah tempat yang paling aman untuk bercurhat. Jangan biarkan anak mencari tempat curhat pada di dunia maya atau tempat lain nanti kita akan kembali lagi kena tampar problematik.

Jangan biarkan anak menyendiri, karena menyendiri tidak selamanya sehat. Kontak itu harus selalu berkesinambungan. Jangan sampai orang tua yang tidak suka kena ganggu anak-anak lalu mengirim anaknya masuk kekamar untuk belajar atau di depan komputer, dengan anggapan akan aman. Dunia anak-anak itu penuh dengan fantasi imajinasi dimana anak-anak mencari gambar dirinya. Nah, baiklah kita bersama-sama dengan dia untuk menyelami fantasi ini bersama. Jangan biarkan mereka mencari profil aneh yang asing  yang akhirnya justru menjerumuskan.

Kalau orang tua tidak cepat mengetahui dan menolongnya, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang goyah tak pede. Dia tidak akan tahan menghadapi lingkungan sekitarnya juga dengan keluarganya sendiri. Lingkungannya sudah berubah menjadi kubus atau ruang tembok persegi empat.  Dan biasanya mereka akan melarikan diri menemukan dunianya dengan caranya sendiri seperti tindakan agresif, menarik diri, drugs, alkohol dan tindakan kriminalitas lainnya.

Apakah kita terlambat? kalau belum mari rangkulah mereka. jangan tinggalkan mereka dengan dunia yang sepi meskipun kita menganggap  keluarga besar kita seperti kakak adik, bibi, paman atau nenek sekalipun bisa menjadi opas atau penjaga yang terpercaya. Tetapi tetap saja kasih sayang yang sejati tidak bisa kita titipkan pada mereka. Kita adalah tempat yang tepat, mengapa harus digantikan tempatnya? (da240115nl)

--

Sekedar berbagi hal-hal dalam keluarga

yaitu hubungan antar anak dan kita sebagai orang tua

--©DellaAnna2015--


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun