Membeli pakaian bekas impor atau thrifting tengah digemari masyarakat dan menjadi fenomena baru di Indonesia. Thrifting sendiri berasal dari kata thrift yang artinya sebuah kegiatan yang meminimalisir atau mengurangi pemborosan atau yang singkatnya disebut penghematan keuangan. Dalam arti lain Thrifting merupakan aktivitas berbelanja pakaian bekas. Kondisi barang yang dijual dalam kegiatan Thrifting ini biasanya pakaian bekas namun masih layak untuk dipakai atau pakaian baru bermerk yang memiliki sedikit kecacatan dan tidak lulus pabrik.
Budaya Thrifting ini sangat digemari oleh segala lapisan masyarakat di Indonesia, terutama bagi para kawula muda seperti mahasiswa dan pelajar. Fenomena ini  menyebabkan Thrifting semakin digemari yakni dari segi ekonomi maupun karena tren. Faktor yang menyebabkan masyarakat mengikuti tren ini selain karena harganya yang terjangkau, kualitas yang masih bagus, dan barang yang tidak terlalu pasaran, masyarakat mengakui bahwa adanya Thrifting ini sangat membantu untuk menghemat dan menyesuaikan budget masyarakat dalam kebutuhan sandang, khususnya kebutuhan untuk bergaya kekinian. Fenomena ini juga dapat turut menjaga lingkungan dan bumi dari meningkatnya limbah pakaian.
Namun, belakangan ini pemerintah melarang perdagangan Thrifting. Hal tersebut telah disinggung oleh Presiden Jokowi ketika menghadiri Business Matching Produk Dalam Negeri. Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan keresahan terkait banyaknya bisnis pakaian bekas impor di dalam negeri. Jokowi juga menyebut akan menindaklanjuti bisnis pakaian bekas impor.
Pemerintah dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UMKM) melarang bisnis thrifting di Indonesia karena pemerintah memikirkan nasib produsen baju lokal yang terus terkikis dan bangkrut akibat penjualan baju bekas impor tersebut. Selain karena masalah kesehatan dan lingkungan, Thrifting impor juga dapat merugikan UMKM karena dapat merusak industri di bidang tekstil di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat khususnya para penjual. Selain itu larangan ini dapat merugikan konsumen yang ingin berbelanja dengan harga terjangkau. Padahal  thrifting dapat menjadi alternatif untuk mengurangi konsumsi baru yang berlebihan, mengurangi limbah tekstil, serta memberikan peluang ekonomi bagi para pedagang dan konsumen.
(Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas Evaluasi Tengah Semester Mata Kuliah Opini Publik dan Propaganda)
Dosen pengampu : Beta Puspitaning Ayodya, S.sos., M.A.
Disusun oleh : Regina Puspita, Revany Pribadi, dan Astrid Prameswari, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H