Transisi Indonesia dari otoritarianisme ke demokrasi pada tahun 1990-an merupakan momen yang bersejarah karena pada saat itu Indonesia telah menyelenggarakan berbagai pemilu demokratis, dengan dibentuknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi. Namun, era pasca-reformasi juga membawa perubahan dan tantangan terhadap demokrasi dan proses pemilu. Latar belakang sejarah demokrasi dan pemilu di Indonesia dari otorianisme ke demokrasi merupakan proses yang sangat panjang dan sulit. Jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 menandai dimulainya era baru bagi negara Indonesia. Masyarakat sipil melainkan peran penting dalam mendorong reformasi demokrasi dengan adanya demonstrasi yang dipimpin mahasiswa yang menuntut perubahan politik. (Demas,2023).
Indonesia mengakhiri era kediktatoran Orde Baru yang panjang pada tahun 1998 ketika para pelajar dan masyarakat menyuarakan keinginan mereka untuk melakukan perubahan dengan melalui gerakan reformasi yang aktif, karena indonesia memasuki fase baru dalam sejarah politiknya yang diharapkan akan mengarah pada demokrasi yang lebih insklusif dan partisipatif. Perubahan ini berdampak besar pada sistem politik, dimana demokrasi dan pemilihan umum menjadi fokus perubahan yang mengubah politik di Indonesia. Dengan memulainya era baru ini, Indonesia telah memasuki era multipartai dan suara berbagai kekuatan politik, pemilu ini juga merupakan tahapan demokratisasi dan berperan penting dalam membantu masyarakat menentukan keterwakilan politiknya.
Sejak reformasi dimulai pada tahun 1998, Indonesia telah mengalami banyak perubahan dalam hal demokrasi dan pemilu. Reformasi politik yang dilakukan ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk membangun sistem yang lebih insklusif, partisipatif, dan transparan. Transisi demokrasi pasca reformasi mengacu pada perubahan signifikan pada aspek politik, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Pemerintah juga secara aktif berupaya menghilangkan praktik otoriter pada masa Orde Baru dan memperkenalkan sistem demokrasi yang lebih terbuka, adil, dan akuntabel. Partisipasi politik diperbolehkan dan didorong oleh konstitusi baru dan peraturan lain yang mengatur pemilu dan partai politik. Perubahan besar juga terlihat dalam pemilihan parlemen pasca reformasi, Selain itu, media massa dan organisasi masyarakat sipil juga berperan lebih aktif dalam memantau pelaksanaan pemilu untuk meminimalisir pelanggaran dan kecurangan. Demokrasi dan Pemilihan umum merupakan dua aspek penting perjalanan negara Indonesia pasca Reformasi. Perubahan ini tidak hanya memberikan ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas, namun juga mencerminkan tumbuhnya semangat demokrasi dalam membangun negara yang lebih insklusif.
Pasca-Reformasi Indonesia mengalami transisi menuju demokrasi yang lebih terbuka yang ditandai dengan beberapa perubahan penting yang pertama Amandemen UUD 1945, Setelah Reformasi, Indonesia mengamandemen UUD 1945 untuk membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat lembaga-lembaga negara termasuk mengubah sistem pemilu dan memperkenalkan prinsip checks and balances dalam pemerintahan. Kemudian Desentralisasi Yang merupakan salah satu kebijakan pasca-reformasi adalah otonomi daerah yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya sendiri, termasuk dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan lokal. Selanjutnya pembentukan partai politik baru, era pasca-reformasi juga membuka peluang bagi pembentukan partai-partai politik baru dan sistem multipartai yang lebih kompetitif. Ada juga pemilu langsung yang merupakan salah satu perubahan signifikan adalah di adakanya pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya dipilih oleh MPR. Hal ini memperkuat demokrasi dan memberi rakyat lebih banyak kontrol langsung atas pemilihan pemimpin negara.
Pada pemilu 1999 ada 48 partai politik yang bertarung merebutkan 462 kursi DPR. Partai-partai besar seperti PDI Perjuangan, Golkar dan PPP menjadi peserta utama dalam pemilu ini, sementara partai-partai kecil juga turut serta dalam pertarungan. Ada tiga partai yang memenangkan yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Setelah perhitungan suara yang ketat, PDI Perjuangan berhasil menjadi pemenang pemilu 1999 dengan meraih 33% suara dan 154 kursi DPR. Kemenangan ini menandai kebangkitan partai yang didirikan oleh Megawati Soekarnoputri, serta menjadi salah satu kekuatan politik terbesar dalam pemerintahan. Golkar memenangkan 22% suara dan 120 kursi DPR, PKB memenangkan 12% dan 51 kursi DPR.Â
Pada partisipasi masyarakat dalam pemilu 1999 mencapai tingkat yang cukup yang tinggi, mencerminkan semangat demokrasi yang berkobar setelah puluhan tahun terkekang oleh sistem otoriter. Proses pemilihan ini membuka ruang lebar bagi berbagai partai politik untuk bersaing secara adil dan memberikan suara mereka dalam pesta demokrasi. Peristiwa ini membuka jalan bagi pluralisme politik dan kebebasan berekspresi, sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi yang berkembang di Asia Tenggara. Pada pemilu tahun 1999 mencatat juga sejarah sebagai pemilihan umum pertama Indonesia, setelah periode reformasi. Sistem pemilu yang diterapkan pada tahun ini mengadopsi metode pemilihan umum langsung yang dianggap bebas, rahasia, jujur, adil dan umum. Perubahan signifikan terjadi dalam metode perolehan suara, dengan beralih dari sistem tertutup pada pemilu sebelumnya menjadi sistem proposional representatif.
Pada kemenangkan PDI perjuangan menggunakan pull marketing, pull marketing adalah strategi pemasaran bertujuan untuk menarik pelanggan potensial dengan cara membuat konten berkualitas tinggi dan relevan untuk target pasar. PDI perjuangan juga bekerjasamaa dengan tokoh lain dan juga menjalin dengan kader-kader. Sedangkan Golkar memenangkan suara ini dengan faktor-faktor bisa dijelaskan lewat peran dan orientasi elit lokal, karena infrakstruktur partai yang cukup mapan, adapula didukung dengan pemilihan isu Habibie yang letif efektif mengunggah emosi konstituen, dan diserai dengan money politic. PKB memenangkan dengan cara mewadahi aspirasi politik warga NU setempat.
Pemilu pada masa transisi memang menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Terutama aspek bagaimana partai tersebut memenangkan hati pemilih yang sebelumnya tidak bebas memilih karena otoritarianisme dari rezim sebelumnya. Maka pada masa peralihan ini adalah momentum yang tepat bagi partai politik untuk mengerahkan segala caranya agar memenangkan hati pemilih dan menguatkan basis dukungan partai. Adapun konsistensi ideologi partai politik pada pemilu 1999 ini bisa dilihat dari bagaimana ia memasarkan produk politiknya kepada masyarakat. Dalam hal ini, masing masing partai pastinya menggunakan teori positioning agar bisa menempatkan dirinya di masyarakat.Â
Tiga partai dengan suara terbanyak pada pemilu 1999, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengusung ideologi nasionalisme-marhaenisme yang berakar pada pemikiran Soekarno. PDIP menekankan pentingnya keadilan sosial dan ekonomi kerakyatan, yang tercermin dalam kebijakan dan narasi politik mereka, lalu Partai Golongan Karya yang tetap pada keinginannya mempertahankan status quo. Golkar berusaha mengadaptasi ideologi Pancasila dengan menekankan pada stabilitas dan pembangunan nasional. Namun, tantangan muncul ketika harus menghadapi citra negatif dari masa lalu,. Selanjutnya Partai Kebangkitan Bangsa dengan ideologi Nahdhatul Ulama. Ketiga partai ini memiliki pondasi yang cukup kokoh untuk membangun basis kekuatan politik kedepannya.Â
Hasil analisis konsistensi ideologi partai politik pada pemilu 1999 menunjukkan bahwa meskipun terdapat upaya untuk mempertahankan identitas ideologis, banyak partai yang terpaksa melakukan penyesuaian untuk tetap relevan dalam konteks politik yang berubah. Media massa dan konteks sosial-historis memainkan peran penting dalam membentuk narasi ideologis yang diterima oleh publik. Dengan demikian, pemahaman tentang konsistensi ideologi harus mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam arena politik Indonesia pasca-reformasi.
Meski demikian, dalam praktiknya partai-partai politik melakukan penyesuaian terhadap ideologi mereka untuk beradaptasi dengan perubahan konteks politik pascareformasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masa transisi demokrasi, terdapat dialektika antara upaya mempertahankan identitas ideologis dan kebutuhan untuk tetap relevan dengan dinamika politik yang berkembang. Pemilu 1999 juga menandai dimulainya era baru sistem politik Indonesia yang lebih demokratis, ditandai dengan sistem multipartai, kebebasan berpolitik yang lebih luas, dan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Transisi ini membawa Indonesia pada persimpangan antara potensi kembalinya pemerintahan otoriter atau terbentuknya sistem politik yang lebih demokratis, yang pada akhirnya menjadi pondasi bagi perkembangan demokrasi Indonesia selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H