Dalam rangka normalisasi kebijakan moneter dimasa pandemi seperti saat ini, Bank Indonesia (BI) berencana mempertahankan tingkat suku bunga acuan rendah selama inflasi masih dalam keadaan stabil dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Â
Langkah tersebut diambil oleh bank Indonesia sebagai respon dari kebijakan normalisasi likuiditas global dan kenaikan suku bunga acuan yang direncanakan oleh bank sentral Amerika Serikat, atau yang biasa disebut dengan The Federal Reserve.Â
Dilansir dari web resmi Bank Indonesia www.bi.go.id , Gubernur Bank Indonesia mengatakan bahwa Bank Indonesia akan tetap melanjutkan implementasi suku bunga rendah yang saat ini masih berada dalam kisaran 3,5 % sampai dengan terjadinya tanda-tanda awal tekanan fundamental perekonomian dari inflasi.Â
Selain itu beliau juga menyampaikan bahwa kebijakan normalisasi likuditas global perlu diantisipasi dengan baik, dengan maksud dan tujuan untuk meminimalisir dampak terhadap perekonomian nasional. (Website Bank Indonesia, 2022).
Selain mempertahankan suku bunga acuan, Bank Indonesia juga menegaskan bahwa kebijakan bank sentral pada 2022 akan diarahkan untuk tetap mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah serta pertumbuhan ekonomi.Â
Strategi yang akan digunakan Bank Indonesia adalah melalui triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot dimana strategi ini dilakukan untuk menahan pelemahan nilai tukar agar tidak terlalu dalam, pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta dengan pembelian surat berharga negara yang dilakukan di pasar sekunder.Â
Dengan adanya strategi ini diharapkan bahwa rupiah dapat bergerak sesuai dengan fundamentalnya di tengah kondisi pasar yang dibayang-bayangi ancaman dampak exit strategy global.Â
Pada saat bersamaan, bank sentral juga mulai mengurangi likuditias perbankan yang berlebih dan akan dilakukan dengan cara menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap.
Kebijakan-kebijakan itu diambil oleh Bank Indonesia sebagai respon terhadap berbagai masalah yang terjadi terkait dengan kebijakan normalisasi global, sehingga diharapkan kondisi ekonomi makro di Indonesia dapat tetap terjaga di tengah masa pemulihan.Â
Implementasi normalisasi kebijakan di tengah kondisi pemulihan ekonomi secara global yang tidak merata dapat berdampak terhadap perekonomian negara lain, khususnya negara-negara berkembang yang sedang berupaya pulih dari dampak pandemi Covid-19. (Rully Ramli, 2022).
Pandangan terkait suku bunga dalam prinsip ekonomi moneter islam:
Meskipun suku bunga acuan diterapkan oleh bank sentral di Indonesia, dimana negara ini mempunyai masyarakat muslim mayoritas, tetapi dalam ekonomi Islam secara tegas tidak menggunakan suku bunga sebagai salah satu instrumen moneter. Suku bunga adalah nilai atau balas jasa yang diberikan oleh pihak yang meminjam kepada pihak yang meminjamkan uang atau dana.Â
Dilansir dari website lembaga hisbah, dalam pandangan Islam, bunga dianggap sama dengan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Pelarangan riba dalam Islam dinyatakan secara tegas baik dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti halnya pengharaman judi dan khamar.
 Pelarangan riba ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu riba termasuk dalam mengambil harta orang lain tanpa timbal balik, praktek riba juga dapat menghalangi orang-orang dalam mencari uang dengan bekerja, serta riba dapat menghilangkan sikap saling tolong-menolong. Dalam perspektif ekonomi islam, pengharaman riba disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Ekonomi dengan sistem ribawi menimbulkan ketidakadilan.
2. Ekonomi dengan sistem ribawi merupakan penyebab utama berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam.
3. Ekonomi dengan sistem ribawi akan menghambat investasi karena semakin tinggi tingkat bunga maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi di sektor riil (Kalsum, 2014).
Meskipun dalam ekonomi islam dijelaskan pelarangan penggunaan suku bunga karena termasuk riba, Bank Indonesia mempunyai upaya terobosan dalam pengembangan suku bunga acuan bebas risiko yang dianggapnya sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini merupakan hal penting dalam memperkuat daya saing industri keuangan syariah.Â
Dilansir dari website resmi Bank Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mengatakan pengembangan standarisasi dalam pasar keuangan syariah akan memperkuat pengelolaan likuiditas. Sehingga dapat meningkatkan arus investasi yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi riil. Praktik keuangan syariah terkait dengan sektor riil, menghindari transaksi berbasis bunga dan berbasis spekulatif. Oleh karena itu, keuangan syariah cocok menjadi alternatif baru dalam menawarkan model keuangan yang lebih prospektif dalam ekonomi global.
Selain itu, beliau juga mengatakan Bank Indonesia terus mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Termasuk dengan mengembangkan berbagai instrumen moneter untuk pasar uang syariah seperti Sukuk Bank Indonesia, dan fasilitas Wakalah dimana instrumen ini tidak hanya instrumen untuk tujuan komersial, tetapi juga untuk tujuan sosial.
Bank Indonesia dan sejumlah institusi seperti Kementerian Keuangan, Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agama telah bekerja sama untuk meluncurkan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), dimana kerja sama ini diharapkan dapat mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global. (Website Bank Indonesia, 2021).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI