Mohon tunggu...
Mulya MP
Mulya MP Mohon Tunggu... -

Lose yourself

Selanjutnya

Tutup

Catatan

‘Mental Preman’ The City Of Brotherly Love

15 Maret 2014   09:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maskulinitas, Rivalitas dan Eksistensi

Banjir Bencana, Banjir Kriminalitas

Kota Manado (15/1) 2014 harus menanggung duka mendalam.  Ribuan Warga harus diungsikan, puluhan rumah hanyut terbawa arus, harta benda bahkan nyawa pun melayang.  Peristiwa dasyat banjir bandang pada hari itu memporak-porandakan hampir seluruh wilayah Kota Manado. Kondisi ini tak ayal membuat warga Kota Manado trauma atas bencana itu.

..............................

Seminggu pasca bencana, air keruh bercampur lumpur setinggi satu meter masih menghiasi wilayah bencana. Belum lagi berbagai macam material sampah yang hanyut terbawa banjir, masih memanjakan pandangan mata. Solidaritas warga Sulawesi Utara pun mulai terlihat. Dari berbagai penjuru datang menjadi relawan untuk memulihkan kondisi Kota Manado. Tak hanya itu, dari luar daerah bahkan luar Negeri pun berbondong-bondong mengulurkan tangan. Bantuan moral dan materi pun tak henti-hentinya mengalir dari perpanjangan ‘tangan-tangan’ Tuhan.  Banjir perlahan surut, tapi tak menyurutkan trauma mendalam warga Kota Manado..

...............................

Siang itu matahari tak malu lagi menyinari belahan bumi utara Indonesia. Setelah hampir sebulan diguyur hujan, Kota Manado pada Minggu (26/1), nampaknya tak lagi mendung.  Terlihat di ruang tunggu Polresta Manado, satu keluarga korban banjir yang sedang duduk dan asyik berbincang tentang kejadian semalam.  Bapak Alexander (50) nampak serius bercerita dengan anggota keluarga dan sesekali menjawab pertanyaan orang yang penasaran terhadap pembicaraan yang menyita perhatian itu.  Lilitan perban putih nampak tak beraturan terlihat di kepalanya.  Sisa darah yang mengering juga masih menempel di sebagian badannya.

‘’Apa yang terjadi Pak?’’ Tanya orang yang berhadapan dengan Bapak Alexander.

‘’Tadi malam (26/1 subuh, red), anak muda dari Lorong Alfa Omega –salah satu nama lorong di Kota Manado– datang dan menyerbu Lorong kami –Lorong Favorit–. Mereka tidak memikirkan kalau ini sedang bencana, maunya cari masalah saja.’’ Kata Alexander.

Bapak Alexander adalah korban penganiayaan berat yang dilakukan oleh FD alias Fandi. Kepalanya ditebas dengan samurai lantaran menegur Fandi yang sedang melakukan keributan di sekitar tempat tinggalnya.

...............

Berselang dua hari tepatnya Selasa (28/1), warga Kampung Ternate yang sibuk dengan membersihkan sampah sisa banjir bandang, dikejutkan dengan kedatangan puluhan preman dan langsung melakukan serangan terhadap salah satu warganya yang berinisial IN alias Ian (30). Mereka berteriak-teriak sambil menenteng samurai dan membawa panah wayer –senjata tradisional yang terbuat dari besi yang tajam pada bagian ujung mata panah dibuat seperti mata kail–.  Alhasil Ian pun harus mendapat peraawatan Intensif di RSUP Kandou Kota Manado, akibat tertembus Tiga anak panah wayer di tubuhnya.

..................

Di penghujung Januari, suasana pada Jumat (31/1) dinihari itu, tampak tenang. Kelurahan Tititwungen Utara Kecamatan Sario, tepatnya di Kampung tomohon, tempat di mana Mario Utama (30) dan Steven Enmor (29) bersama dengan beberapa orang temannya, asyik menggelar pesta Minuman Keras (Miras).  Malam itu merupakan malam reunian mereka setelah disibukkan dengan aktifitas masing-masing.  Namun nahas, malam itu juga merupakan malam terakhir Steven dan Mario bercengkerama dengan teman-temannya.  Mereka tewas terbunuh setelah diserang Atus (18) Cs.  Dalam kejadian itu, Steven tewas beberapa saat setelah mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit.  Sementara Mario menyusul Steven setelah Dua hari mendapat perawatan intensif di RSUP Kandou Kota Manado. Suasana duka menyelimuti keluarga dan kerabat kedua korban.

.......................

Suasana pada Sabtu malam itu nampak biasa saja.  Seperti biasa malam Minggu adalah malam sejumlah anak muda termasuk ABG menghabiskan aktivitas akhir pekannya.  Tak berselang lama, ketenangan di malam itu sirna, sekelompok ABG terlibat kejar-kejaran di depan pusat perbelanjaan Mega Mall Manado.  Terlihat dari kejauhan, seorang remaja berbaju biru sedang dikeroyok beberapa ABG.  Dialah Nawir Nawili (17) warga Kelurahan Bahu Lingkungan I Kecamatan Malalayang.  Tak jelas persoalan yang menyebabkan Nawir dikeroyok.  Tak lama kemudian, Nawir terjerembab jatuh bersimbah darah.  Satu tikaman bersarang tepat di dada kanannya.  Ia tewas mengenaskan dalam kejadian itu.  Polisi yang mendapat laporan warga bergerak cepat.  Alhasil tak lebih dari 1x24 jam polisi berhasil membekuk.  DP alias Devandra (15), VL alias Valen (14), VW alias Visky (16), JR alias Jimmy (15) dan IR alias Indry (15).  Setelah dilakukan pemeriksaan, Valen diduga menjadi pemeran utama dalam kasus penikaman berujung hilangnya nyawa Nawir tersebut.

..................

Rabu (27/2) Persimpangan Jalan Sam Ratulangi tepatnya di Kelurahan Titiwungen Utara. Deretan bangunan toko dan rumah makan berjejer di sana. Tepat di  Rumah Makan Sri Solo, terlihat sekelompok anak muda sedang asyik menikmati malam ditemani dengan beberapa botol minuman beralkohol. Tak terlihat gelagat mencurigakan pada mereka.  Namun, kenikmatan mereka seketika buyar dengan kedatangan sekelompok anak muda diduga berasal dari Lorong Kapal Sandar, yang datang dan langsung menyerang secara membabi buta.  Perang batu dan panah wayer pun tak terelakkan antara kedua kubuh.  Buntutnya, 12 pemuda diamnakan pihak kepolisian dengan mendapati mereka dalam keadaan mabuk dan membawa panah wayer.  Beruntung tak ada korban jiwa dalam insiden itu.

.......................

Rekam peristiwa kasus di atas hanya gambaran kecil dinamika kehidupan sosial masyarakat Kota Manado. Rentetan peristiwa tersebut juga diambil pada kasus-kasus yang paling menonjol.  Belum lagi kasus-kasus yang tak sempat terekam media massa atau pun tak dilaporkan ke pihak kepolisian diduga lantaran akan melakukan balas dendam.

...................

Kota Manado menjadi representasi provinsi Sulawesi Utara sebagai salah satu kota teraman di Indonesia. Kota Manado juga menjadi tempat yang dihuni berbagai suku, ras dan agama serta golongan. Monumen bukit kasih mempertegas kokohnya hubungan harmonis di Kota Manado.  Bahkan seorang peneliti Kelly A Swazey, menyebut Kota Manado sebagai The City Of Brotherly Love (Kelly  A Swazey : Journal Of Asian Studies, Volume 7, Issue 2).  Slogan Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara) begitu kental dalam ucapan masyarakat Kota Manado. Dalam berbagai tulisan ilmiah atau pun publikasi media massa, Kota Manado khususnya atau Sulawesi Utara pada umumnya, menjadi salah satu kota dan provinsi ter-aman yang paling minim konflik.

Paragraf di atas adalah gambaran umum mengenai Kota Manado yang sebagian orang menganggap sebagai kota yang ‘ramah’. Akan tetapi, jika menelisik lebih dalam, Kota Manado seakan tak pernah aman dari tindak kriminal apalagi kasus penganiayaan dengan senjata tajam. Kecemasan dan ketakutan seakan selalu menghantui manakala berjalan di lorong-lorong atau gang-gang. Di keramaian bahkan dalam rumah sekalipun, tempat yang dianggap sebagai perlindungan terakhir bisa menjadi sangat berbahaya.   Kekerasan dan penganiayaan di Kota Manado seakan menembus ruang dan waktu. Representasi sebagai salah satu provinsi ter-aman seakan pudar seiring konflik sosial yang hingga kini belum terpecahkan.

Parahnya, beberapa tindak kriminal penganiayaan berat bahkan berujung pada pembunuhan sadis beberapa waktu dilakoni oleh remaja alias Anak Baru gede (ABG).

Pihak kepolisian melalui Kapolreta Manado, Kombes Pol Sunarto SH, mengatakan pihaknya intensif melakukan patroli pengamanan sebagai bentuk antisipasi tindak kriminal. Menurutnya, aksi balas dendam antar preman dan miras diduga kuat sebagai pemicu.  Namun, hingga kini patroli diagonal yang dilaksanakan dengan cara menggalang pemerintah dan masyarakat belum bisa menekan tindak kriminal di Kota Manado.

Catatan lain dari Kepala Biro Operasional Polda Sulut, Kombes Pol Asjima’in, pada Rapat Pimpinan di Ruang Tribhrata Mapolda Sulut pada januari 2014 lalu, menyebutkan bahwa tingkat kejahatan khususnya kekerasan di Kota Manado pada 2013, naik 16 Persen sementara untuk penyelesaian kasusnya turun 6 persen. Kenaikan tindak kriminal tersebut seharusnya ditunjang dengan kinerja aparat penegak hukum yang harus bekerja ekstra dalam mengantisipasi tindak kriminal. Penyelesaian kasus-kasus hingga pada tahap akhir pun harus digenjot.

Ada pun hal lain yang menjadi pemicu adalah kurangnya pengawasan orang tua terhadap Anak Baru Gede (ABG. Bahkan tak jarang beberapa kalangan orang tua seperti mendukung anaknya dengan alasan demi keselamatan. ‘’Lebih baik membunuh dari pada dibunuh”. Kalimat itulah yang sering terdengar pada beberapa kalangan orang tua.  Seperti kasus yang terpantau beberapa waktu lalu ketika seorang ABG tertangkap razia lantaran membawa sajam. Pihak kepolisian mendapat jawaban cukup miris dari orang tua ABG tersebut. ‘’Apa boleh buat, dunia sekarang rawan kejahatan, jadi mereka membawanya (sajam, red) untuk jaga diri,” jawab oknum orang tua itu. Dukungan tersebut seakan menjadi bekingan tersendiri untuk anak di bawah umur membawa senjata tajam di setiap aktifitasnya.

Dari beberapa sumber menyebutkan, rivalitas dan maskulinitas yang terbangun di sebagaian besar laki-laki khususnya pemuda di Kota Manado seakan menjadi senjata pembunuh berdarah dingin.  Hal itu diduga salah satu bentuk stimulus terhadap para ABG.  Tak jarang menemukan senjata tajam pada remaja atau anak di bawah umur sekalipun yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Pada sebagian lelaki kasus kriminal adalah bentuk eksistensi tersendiri, dimana hal tersebut akan melambungkan namanya. Semakin besar dan sadis kasusnya maka namanya akan semakin dikenal orang banyak dan pasti akan ditakuti. ‘Mental Preman’ sebagaian kalangan menyebutnya begitu.

Pengakuan-pengakuan dari beberapa pelaku kejahatan pun seakan mengabsahkan sebutan itu. ‘’Kalau mau bikin kasus kejahatan, bikin kasusnya yang heboh dan sadis, biar nanti kalau masuk atau sudah keluar penjara akan ditakuti dan namanya bisa dikenal di mana-mana,” ucap beberapa pelaku kejahatan.

............................

Memasuki pertengahan Bulan Kedua di 2014, tak kurang dari 20 kasus tindak kejahatan menghebohkan terjadi di Kota Manado baik yang sempat terekam media massa, masuk laporan kepolisian atau pun tidak. Sedikitnya, Empat kasus diantara sekian banyak kasus itu menewaskan korbannya. Belum lagi kasus-kasus lain yang tak sempat masuk dalam rekam media massa dan tak sempat dilaporkan kepada pihak kepolisian atau pun seakan berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran seluruh elemen masyarakat, pemerintah maupun aparat penegak hukum masih kurang dalam menyikapi hal tersebut. Pertanyaannya, maukah kita hidup dalam teror ketakutan tindak kriminal? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun