Demokrasi parlementer ini dimulai ketika Indonesia resmi menjadi negara merdeka dan berakhir pada tahun 1959. Demokrasi parlementer adalah sistem demokrasi yang menjadikan parlemen sebagai bagian fundamental dari pemerintahan.
Namun, konsep demokrasi ini dinilai kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi ala Barat ini telah memberi peluang emas bagi partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial dan politik.Pada masa ini juga digelar Pemilu pertama pada 1955.Â
Dan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Lebih dari 30 partai politik dan lebih dari 100 partai dan daftar calon perseorangan mengikuti pemilihan tersebut.
Beberapa hal yang menarik dari pemilu 1955 adalah kesadaran akan persaingan yang sehat. Misalnya, calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang berkuasa, tetapi mereka tidak menggunakan fasilitas dan kekuasaannya atas lembaga negara kepada pejabat bawahan untuk menarik pemilih ke partainya.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin adalah sistem pemerintahan di mana semua kebijakan atau keputusan dibuat dan dilaksanakan berpusat kepada satu orang, yaitu kepala pemerintahan.
Demokrasi terpimpin dimulai pada tahun 1959 ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Ciri yang paling menonjol dari konsep demokrasi terpimpin adalah kehadiran peran dan campur tangan presiden, yaitu Presiden Sukarno, sebagai pemimpin tertinggi demokrasi dan revolusi.
Di sisi lain, demokrasi terpimpin juga dapat dilihat dari pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam politik Indonesia.
3. Demokrasi Pancasila era Orde Baru (1965-1998)
Setelah peristiwa G30S PKI tahun 1965, Soekarno berganti kepemimpinan menjadi Soeharto. Era Orde Baru ini juga dikenal sebagai Demokrasi Pancasila, yang menjadikan Pancasila sebagai landasan demokrasi.
Namun pemerintah yang telah berkuasa selama 32 tahun ini juga mengalami beberapa penyimpangan, seperti ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam menyelenggarakan pemilu, kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat, sistem kepartaian yang otonom dan berat sebelah, dan maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)