Belajar sangatlah penting dalam perkembangan hidup kita untuk terus meningkatkan kemampuan pada diri, dalam proses belajar terdapat yang namanya teori belajar.Â
Pada dasarnya teori belajar sangatlah banyak, tetapi yang sering digunakan oleh beberapa guru atau pendidik ada empat, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivistik, dan teori belajar humanistik. Salah satu teori belajat di Indonesia yang akan dibahas adalah teori behavioristik.Â
Menurut E.L Thorndike teori belajar Thorndike dikenal dengan istilah Koneksionisme (connectionisme), merupakan rumpun yang paling awal dari teori behavioristik, Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara kesan indra (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (respons) yang disebut dengan connecting.Â
Menurut teori behavioristik, dalam proses belajar mengajar yang terpenting adalah seseorang akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukkan perubahan perilaku.Â
Dari teori ini juga, proses pembelajaran dapat diartikan sebagai stimulus dan respon. Dengan kata lain, input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.Â
Bentuk dari stimulus berupa penyampaian materi, pembentukan karakter, nasihat, dan lain-lain yang diberikan guru kepada muridnya. Sementara, bentuk dari respon berupa reaksi atau tanggapan dari murid atau peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru atau pendidik.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.Â
Apakah teori behavioristik masih digunakan di Indonesia? Nyatanya, teori belajar behavioristik ini hingga sekarang masih banyak ditemui di Indonesia meskipun banyak kritikan. Hal ini nampak mulai dari pembelajaran di kelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar, menengah, maupun sekolah tinggi.Â
Pembentukan perilaku siswa dengan pembiasaan disertai dengan stimulus berupa punishment (hukuman) masih sering ditemukan. Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal serta disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif digunakan ketika guru berada dekat dengan peserta didik. Secara teori dan praktek yang telah dilaksanakan pada pembelajaran di Indonesia.Â
Pada penerapannya atau proses pembelajaran, teori belajar behavioristik sangat tergantung dari beberapa aspek, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, materi pelajaran, media pembelajaran, dan fasilitas pembelajaran.Â
Dalam pelaksanaannya teori belajar behavioristik memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan mengetahui kedua hal itu teori ini dapat diterapkan secara maksimal.
Namun, ada beberapa guru yang tidak menggunakan teori belajar behavioristik ini dan lebih suka mengajar berdasarkan pengalaman saat belajar, karena ada beberapa guru yang sudah menemukan cara lebih efektif untuk mendidik dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya tanpa harus mengetahui teori belajar. Jadi tidak semua guru atau pendidik di Indonesia menerapkan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H