Kredibilitas KPU
Apa kepentingan terselubung dari pembisik itu? Nyatanya, mereka adalah calon anggota legislatif yang potensial akan melakukan pemufakatan jahat di kemudian hari bersama-sama dengan penyelenggara. Saya tidak perlu menyebutkan apa kepentingan terselubung mereka. Tapi yang pasti, dengan model bargaining position demikian, runtuh sudah kemandirian KPU untuk menyelenggarakan pemilu berintegritas.
Pada titik itu, saya kemudian menjadi alergi dengan KPU. Bahkan menjadi alergi untuk menjadi peserta pemilih di tahun 2019 nanti. Jatuh harga diri, semangat dan tanggung jawab keilmuan saya, untuk selalu mensosialisasikan pentingnya menyalurkan hak pilih untuk kepentingan demokrasi substantif.
Bukan Refly Harun yang sesumbar dalam menyentil kredibilitas perekrutan anggota KPU. Tapi KPU RI beserta jajarannyalah yang sesumbar. Kuman mati di seberang laut tampak, namun gajah mati di pelupuk mata tidak tampak. Sungguh betapa bersih dan sucinya KPU mensosialisasikan "pilih yang bersih, jangan pilih mantan napi korupsi," namun di rumahnya sendiri ia memelihara tradisi kolusi, untuk tidak ekstrem, jangan saya mengatakan kalau itu juga korupsi. Dan kalau sudah begitu, bukankah itu namanya, maling teriak maling.
Dendam dan kebencian kita pelihara berlarut-larut, bahkan dengan cara mengangkangi konstitusi, undang-undang, dan hak asasi manusia, demi menghempaskan mantan napi dari gelanggang dan kontestasi politik. Namun secara tidak sadar, kitalah yang menjadi dader intellectual dari tumbuhnya benih-benih korupsi. Kurir berstatus calon anggota legislatif yang menjadi "penyambung lidah" dalam penentuan komisioner KPU, bukankah yang demikian sebagai cikal bakal tumbuhnya tradisi "memperdagangkan pengaruh" kelak di kemudian hari di parlemen.
Saya tidak mempersoalkan semangat anti korupsi yang mewarnai otak para komisioner KPU. Itu baik. Namun itu semua tidak berarti, jika dirinya belum selesai dengan urusan korupsi. Yang penting, adalah seberapa mampukah kita menjauhi korupsi, tidak memberi janji untuk sebuah kedudukan, tidak memperdagangkan pengaruh demi hausnya kita pada kekuasaan.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, penting pula untuk kembali saya menekankan, bukan saya anti ormas, sebab saya pun berasal dari berbagai irisan ormas. Silahkan anda membawah gerbong ormas apapun, namun dahulukanlah integritas, kapasitas, dan kapabilitas. Jika memang terdapat dua pihak yang seimbang kecakapannya, tidak mengapa mendahulukan latar belakang ormasnya, sebab itulah selemah-lemahnya iman.
Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Mohon kembalikan kredibilitas KPU beserta dengan jajarannya. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bekerja ibaratnya tim pencari fakta, dengan menelusuri seputar keganjilan perekrutan komisiner KPU yang diduga manipulatif dan transaksional. Harapan itu kiranya masih ada, guna menghindari hancurnya kredibilitas KPU di titik nadir dan pemilu 2019 yang terancam tidak jurdil.*
Oleh:Â
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Alumni Magister Hukum UMI