Mohon tunggu...
Kuntho Suryowibowo
Kuntho Suryowibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

202010230311077

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persepsi yang Salah

7 Juli 2021   12:00 Diperbarui: 7 Juli 2021   12:03 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernahkah Anda makan durian kemudian Anda bilang kalau durian itu enak, tetapi teman Anda bilang kalua durian itu tidak enak dari segi rasa maupun bau.? Atau apakah Anda mendengarkan sebuah lagu dan Anda merasa bahwa lagu itu seperti menceritakan kisah Anda? Hal-hal seperti itu lah yang dinamakan persepsi. Persepsi termasuk fenomena Psikologi. Persepsi sendiri adalah proses konstruktif dimana kita menerima rangsangan dan berusaha untuk melakukan pemaknaan pada suatu situasi (Fieldman, 1999).

Persepsi sendiri tidak terjadi dengan sendirinya. Ada beberapa tahap untuk menjadi persepsi. Pertama indera kita merasakan dari luar (stimulus), kemudian mengubah stimulus tersebut menjadi sinyal listrik dan sinyal listrik menjadi impuls syaraf untuk dibawa ke otak besar (tranduksi). Di bagian otak besar inilah proses sensasi terjadi, kemudian impuls syaraf dibawa ke area asosiasi otak untuk memaknai sensasi tersebut. Disana lah proses sensasi terjadi (Plotnik,2002)

Persepi adalah bagian dari kehidupan kita. Kita sering mempersepsikan sesuatu. Tidak terkecuali orang. Kita sering sekali mempersepsikan seseorang meskipun kita tidak dekat dengan mereka. Kita juga lebih sering mempersipkan sesuatu yang jelek kepada orang. Seperti kisah sesorang yang salah memepersepsikan teman sekelasnya. Panggil saja dia Rahmat. Rahmat tinggal dan besar di lingkungan yang memiliki tinggi rata-rata. Hampir seluruh penduduk di kampung nya tidak tinggi lebih dari 170cm. Malahan lebih banyak yang tingginya kurang dari 165cm.

Saat SMA, Rahmat bertemu dengan seorang anak yang memiliki tinggi diatas rata-rata. Panggil saja dia Doni. Doni mempunyai tinggi 180cm. Rahmat dan Doni tidak sengaja bertemu saat masa pengenalan lingkungan sekolah. Pada saat itu, Rahmat berpikir Doni adalah anak yang nakal dan suka membuat kericuhan di sekolah. Maklum, saat Rahmat masih SD, di lingkungannya dulu terdapat sekelompok preman. Perawakan preman-preman tersebut hampir mirip dengan perawakannya Doni. Yaitu, tinggi dan badannya besar. Selain itu, Rahmat juga sering menonton film yang penjahatnya mempunyai badan yang besar dan tinggi.

Pengalaman Rahmat terdahulu mempengaruhi pandangannya terhadap Doni. Menurut Shaleh (2009) pengalaman masa lalu seseorang sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi sesuatu. Dalam kasus ini, Masa lalu Rahmat yang sering bertemu Preman mempengaruhi persepsinya terhadap Doni. Selain itu, saat pertama kali Rahmat bertemu dengan Doni. Rahmat masih menganggap Doni sebagai anak yang nakal sampai pada saat Rahmat dan Doni satu kelas.

Rahmat dan Doni ditempatkan dikelas yang sama saat kelas 11. Pada awak jumpa pertama Rahmat masih menganggap Doni anak yang nakal. Meskipun Doni di kelas tidak terlihat mengganggu anak-anak lain. 

Sampai pada suatu mata pelajaran mereka berada di kelompok yang sama. Rahmat kurang nyaman satu kelompok dengan Doni. Saat kerja kelompok Rahmat bingung dengan materi yang Ia pelajari. Rahmatpun meminta tolong ke temannya. Tetapi, temannya itu juga tidak tahu. Doni yang mengetahui hal tersebut pun langsung membantu Rahmat.

Rahmat pun kaget, kenapa orang yang selama ini dia anggap nakal ternyata pintar dan baik hati. Persepsi Rahmat ke Doni pun perlahan mulai membaik. Saat pembagian rapot, Doni mendapatkan peringkat 4, sementara Rahmat mendapatkan peringkat 7. Rahmat saat pembagian rapot tidak kaget dengan peringkat yang diperoleh oleh Doni, karena saat kelas Doni termasuk anak yang aktif dan rajin mengerjakan tugas. Mulai saat itu persepsi Rahmat ke Doni berubah. Sekarang, Rahmat tidak menganggap sebagai anak yang nakal.

Saat pertama kali Doni membantu Rahmat. Disana persepsi Rahmat melakukan proses bottom-up yaitu Rahmat melakukan persepsi secara dasar ke Doni. Saat pembagian rapot, persepsi Rahmat melakukan proses top-down proses ini dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman Rahmat yang melihat Doni yang rajin membuat persepsi Rahmat ke Doni berubah.

Hal yang dilakukan Rahmat tersebut dalam Islam disebut su’udzon. Dalam Islam sendiri berburuk sangka itu dilarang. Bahkan sudah tertulis pada QS Al-Hujurat ayat 12. 

Pada surat tersebut dijelaskan bahwa su’udzan atau berprasangka buruk merupakan suatu tindakan yang tercela dan suatu tindakan yang harus dihindari. Orang yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan sikap su’udzon. Sebaiknya mereka berprasangka baik (husnudzan). Husnudzon kepada Allah SWT dan segala ciptaannya. Termasuk kepada orang lain dan diri sendiri.

077-Kuntho Suryowibowo

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah malang

Daftar Pustaka

Feldman, R. S. (1999) Understanding Psychology, Fifth edition. Boston: McGraw-Hill College.

Plotnik, R. (2002). Introduction to psychology. Pacific Grove: Wadsworth Thomson Learning.

Shaleh, A. R. (2009). Psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam. Jakarta: Kencana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun