Pemilu merupakan kepanjangan dari pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan calon pemimpin untuk mengisi jabatan politik pada tingkat tertentu sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku. Tujuan pemilihan umum di Indonesia adalah sebagaimana di jelaskan dalam Dalam pasal 22E ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 disebutkan dengan jelas
bahwa pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat; anggota Dewan Perwakilan Daerah; anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Presiden dan Wakil Presiden. Lalu dalam penjelasan dalam Undang Undang No. 12 Tahun 2003 tujuan Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat,
dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan umum di Indonesia pertama kali diselengarakan pada tahun 1955 dimana terjadi 2 kali pemilihan umum. Yang pertama pada tanggal 29 September 1955 dimana pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota DPR dan yang kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota anggota Dewan Kostituante. Namun perlu di ketahui bahwa pemilu pertama pernah direncanakan pada tahun 1946 di bulan Januari,
artinya 9 tahun yang lalu dengan tujuan untuk memilih anggota anggota DPR dan MPR. Tidak terlaksananya pemilihan umum pertama pada tahun 1946 ini bukan tanpa sebab, paling tidak di sebabkan oleh 2 hal yaitu belum siapnya pemerintah baru saat itu, termasuk belum siapnya penyusunan pernagkat Undang Undang pemilu dan yang ke dua yaitu kestabilan dan keamanan kondisi
Negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu amsih belum tercapai.
Di sini saya akan memaparkan apa saja yang saya gali mengenai pilkades (Pmilihan Kepala Desa) dari hasil wawancara saya dengan panitia pilkades Sukardin tahun 2018 di desa Campa. saya penasaran dengan mengapa pemilihan kepala desa tidak termasuk rezim pemilu. Karena pada dasarnya pemilihan kepala desa memiliki kesamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah baik itu gubernur maupun bupati.
Segi kesamaannya yaitu sama sama di angkat dan dipilih oleh rakyat dan mamsyarakatnya, sama sama menerapkan asas asas pemilu, serta system dan tata cara pelaksaannya juga pun sama. Pemilihan pilkades pun memiliki 2 komponen sebagaimana 2 komponen yang harus ada dalam pemilihan umum, yakni pertama Rakyat yang bertindak sebagai pemilih yang untuk selanjutnya disebut sebagai konstituen dan ke dua yakni
Peserta pemilu yang akan melakukan berbagai hal guna menarik simpati para konstituen, seperti menawarkan program-program maupun janji-janji yang dilakukan masa kampanye. Kemudian Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan: "Kepala Desa dipilih langsung oleh rakyat desa". Kendatipun dengan hal tersebut pemilihan kepala desa tidak termasuk dalam rezim pemilu, hal ini disebabkan
karena pada dasarnya panitia panitia yang di tunjuk untuk melaksanakan dan mengawasi jalannya aktivitas pemilihan kepala desa adalah hasil unjuk dari kepala desa dan juga BPD (Bada Permusyawaratan Desa) dan bukan dipilih oleh KPU. Lalu ketika terjadi kecurangan hasil atau apa pun itu bukan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan juga bukan Bawaslu yang akan menyelesaikannya, meliankan bupati dan atau walikota.
Dimana bupati dan walikota bisa memberhentikannya sesuai degan peraturan yang ada.