Mohon tunggu...
Diyah Isthi A
Diyah Isthi A Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillah💫

Bima-NTB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seputar Pilkades

2 Juni 2022   20:37 Diperbarui: 2 Juni 2022   20:45 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

               Pemilu merupakan kepanjangan dari pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan calon pemimpin untuk mengisi jabatan politik pada tingkat tertentu sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku. Tujuan pemilihan umum di Indonesia adalah sebagaimana di jelaskan dalam Dalam pasal 22E ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 disebutkan dengan jelas 

bahwa pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat; anggota Dewan Perwakilan Daerah; anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Presiden dan Wakil Presiden. Lalu dalam penjelasan dalam Undang Undang No. 12 Tahun 2003 tujuan Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, 

dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Pemilihan umum di Indonesia pertama kali diselengarakan pada tahun 1955 dimana terjadi 2 kali pemilihan umum. Yang pertama pada tanggal 29 September 1955 dimana pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota DPR dan yang kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota anggota Dewan Kostituante.  Namun perlu di ketahui bahwa pemilu pertama pernah direncanakan pada tahun 1946 di bulan Januari, 

artinya 9 tahun yang lalu dengan tujuan untuk memilih anggota anggota DPR dan MPR. Tidak terlaksananya pemilihan umum pertama pada tahun 1946 ini bukan tanpa sebab, paling tidak di sebabkan oleh 2 hal yaitu belum siapnya pemerintah baru saat itu, termasuk belum siapnya penyusunan pernagkat Undang Undang  pemilu dan yang ke dua yaitu kestabilan dan keamanan kondisi 

Negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu amsih belum tercapai. 

 Di sini saya akan memaparkan apa saja yang saya gali mengenai pilkades (Pmilihan Kepala Desa) dari hasil wawancara saya dengan panitia pilkades Sukardin tahun 2018 di desa Campa. saya penasaran dengan mengapa pemilihan kepala desa tidak termasuk rezim pemilu. Karena pada dasarnya pemilihan kepala desa memiliki kesamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah baik itu gubernur maupun bupati.

 Segi kesamaannya yaitu sama sama di angkat dan dipilih oleh rakyat dan mamsyarakatnya, sama sama menerapkan asas asas pemilu, serta system dan tata cara pelaksaannya juga pun sama. Pemilihan pilkades pun memiliki 2 komponen sebagaimana 2 komponen yang harus ada dalam pemilihan umum, yakni pertama Rakyat yang bertindak sebagai pemilih yang untuk selanjutnya disebut sebagai konstituen dan ke dua yakni 

Peserta pemilu yang akan melakukan berbagai hal guna menarik simpati para konstituen, seperti menawarkan program-program maupun janji-janji yang dilakukan masa kampanye. Kemudian Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan: "Kepala Desa dipilih langsung oleh rakyat desa". Kendatipun dengan hal tersebut pemilihan kepala desa tidak termasuk dalam rezim pemilu, hal ini disebabkan

 karena pada dasarnya panitia panitia yang di tunjuk untuk melaksanakan dan mengawasi jalannya aktivitas pemilihan kepala desa adalah hasil unjuk dari kepala desa dan juga BPD (Bada Permusyawaratan Desa) dan bukan dipilih oleh KPU. Lalu ketika terjadi kecurangan hasil atau apa pun itu bukan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan juga bukan Bawaslu yang akan menyelesaikannya, meliankan bupati dan atau walikota. 

Dimana bupati dan walikota bisa memberhentikannya sesuai degan peraturan yang ada.

Lalu saya bertanya mengenai dalam pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan kepala desa manakah yang paling rawan terjadi kecurangan. Beliau menjawab semuanya pasti akan melakukan apapun itu yang berbau curang seperti politik uang, namun beliau menambahkan pemilihan kepala desa juga termasuk yang paling rawan dari semuanya. Kenapa? karena dilihat dari segi geografis seperti luas wilayah desa yang kecil apalagi jika desa 

tersebut memiliki luas wilayah yang amat lebih kkecil sehingga akan menimbulkan kerawanan persaingan. Hal ini lebih rawan jika yang mencalonkan diri sebagai kepala desa adalah sesama keluarga, bau perselisihan semakin memanas jika ditambah dengan kubu kubu pendukung yang satu sama lain menyatakan perselisihan. Hal ini menggambarkan betapa panasnya atmosfir politik dalam system desa. 

Nah di samping itu, terjadinya politik uang juga memiliki kemungkinan sangaat besar karena sengitnya persaingan antar keluarga untuk menarik masyarakat sebagai pemberi suara dan juga biasanya di desa Campa para pendukung dari tiap tiap calon kepala desa akan bermain taruhaan. Siapa yang berkubu pada calon kepala desa yang memenangkan pemiihan tersebut dia yang akan memenangkan pertaruhan tersebut.

Dari kerawanan tersebut bahkan bisa menjadi factor yang mengurangi dan memudarkan penerapan asas asas dalam pemilihan umum ini, yaitu asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dan JURDIL (Jujur dan Adil). 

Tidak ada lagi rahasia di antara pemberi suara maupun anatra calon kepala desa dengan pemberi suara. Tidak ada lagi kebebasan dalam menentukan hak pilih bagi para pemeberi suara karena adanya politk uang tadi. Tidak ada lagi kejujuran dalam pemilihan ini karena salah satu atau smeua calon kepala desa mmelakuakkn sebuah kecurangan demi kemenangan. 

Tidak ada lagi keadilan yang tercipta dalam pemilihan kepala desa ini karena memenangkan pemilihan dengan cara yang curang sehingga menimbulkan ketidak adilann bagi calon kepala desa yang lain. jadi inilah sisi buruk dari pemilu di Indonesia yang masih belum bisa di sembuhkan. 

Semoga kedepannya pemilu di Indonesia akan segera membaik dengan tetap mempertahankan asas asas pemilu tersebut. Hal ini tentu bergantung pada generasi selanjutnya apakah bisa merubah kebiasaan ini atau tetap dengan keadaan pemilu seperti sekarang.

https://ebook.banyuwangikab.go.id/files/akuwargaindo6/files/basic-html/page41.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun