Mohon tunggu...
072_NAZHARETAYAUMILFATH
072_NAZHARETAYAUMILFATH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik UNY

Seorang mahasiswa administrasi publik yang suka belajar hal-hal random

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ketika Muka Paslon Berubah Jadi Sampah Visual Jalanan

19 November 2023   18:19 Diperbarui: 19 November 2023   18:25 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KETIKA MUKA PASLON BERUBAH JADI SAMPAH VISUAL JALANAN

Sebagai masyarakat yang hidup dalam kerangka negara demokrasi, kita tentu sudah tidak asing dengan yang namanya pemilu. Ini merupakan pesta demokrasi besar-besaran yang rutin diagendakan setiap lima tahun sekali untuk memilih calon-calon wakil rakyat yang duduk di kursi eksekutif dan legislatif. Perhelatan akbar ini hanya menyisakan hitungan hari lagi hingga tahun 2024 nanti. Suasana tahun politik 2024 bahkan sudah mulai bisa dirasakan sejak jauh-jauh hari oleh masyarakat. "Calon pengemban amanah rakyat" ini berlomba-lomba menebar janji manis serta getol menyuarakan visi misi terbaik mereka untuk menggaet suara dan dukungan dari masyarakat.

Pada momen itu baliho caleg yang menampilan muka dengan senyuman lebar menjadi pemandangan yang lumrah kita temukan di jalan-jalan kota. Terlebih lagi dengan system multipartai yang dianut bangsa Indonesia turut membuatnya semakin meriah. Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah karena kampanye sendiri merupakan bagian penting dari komunikasi politik. Yang menjadi masalah disini adalah apabila kampanye melalui pemasangan baliho, banner, spanduk, poster, stiker dan alat peraga lainnya dilakukan secara berlebihan dan di sembarang tempat (di tiang listrik, pohon dll) yang jelas-jelas melanggar aturan. Pemasangan spanduk dan baliho di sembarang tempat dan asal-asalan, apalagi tak berizin tentunya hal yang ilegal dan mengganggu keindahan kota serta bisa membahayakan bagi pengendara.

Sampah Visual 

Kita semua setuju bahwa kemunculan baliho telah lama menjadi masalah polusi visual atau sampah visual. Pemasangan baliho dengan ukuran jumbo dan massif telah menganggu harmoni visual kota dan memperburuk kondisi arsitektur informasi di ruang publik yang sudah semrawut. Selain sampah visual, baliho juga merupakan sampah yang sesungguhnya. Dalam proses pembuatannya, baliho menghasilkan emisi karbon yang cukup besar dengan asumsi setara 1 kilogramm CO2 per 1x1 meter dan setelah habis masa kampanye, baliho-baliho tersebut hanya akan berakhir menjadi onggokan sampah yang mencemari lingkungan..Tidak berhenti sampai di situ, baliho yang bertebaran di jalan juga bisa membahayakan para pengguna jalan karena menghalangi pandangan serta ancaman potensi kecelakaan yang disebabkan karena pemasangan dan perawatan yang tidak sesuai prosedur. Baliho sekarang ini justru lebih mengarah pada ajang narsisme paslon

Adu gagasan dan kreativitas, bukan adu tampang.

Di era digital sekarang ini, kampanye via baliho dianggap sudah tidak relevan. Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti mengatakan pemasangan baliho dinilai masih menjadi kampanye yang efektif untuk mendongkrak popularitas tokoh politik jelang Pemilu atau Pilkada. Karena tak bisa dipungkiri, masih ada segmen pemilih yang bisa dipengaruhi lewat cara-cara kampanye konvensional. Namun hal tersebut tidak bisa menjamin eletabilitas tokoh politik. Ada cara yang lebih baik untuk melakukan kampanye politik tanpa merusak estetika kota dan lingkungan. Daripada adu narsisme melalui foto alangkah baiknya para calon legislative dan eksekutif mengadopsi cara-cara yang lebih menarik dan berkelanjutan. Alih-alih kampanye konvensional, tokoh politik bisa lebih menekankan pada kampanye digital melalui media sosial dan platform online lainnya untuk menyampaikan pesan, visi misi dan arah kebijakan mereka kepada calon pemilih. Tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih tepat sasaran karena dapat mencapai khalayak yang lebih luas. Caleg juga bisa mengadopsi pendekatan yang lebih kreatif dan edukatif dalam kampanye mereka. misalnya dengan mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan lingkungan atau membuka diskusi terbuka tentang isu-isu penting yang sedang dihadapi masyarakat untuk membangun sekaligus meningkatkan interaksi dan pemahaman antara caleg dan pemilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun