Mohon tunggu...
ferry ferdiansyah
ferry ferdiansyah Mohon Tunggu... -

pengemar sepeda

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS dan Manuver Pencitraan

18 Juni 2013   14:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:49 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya tetap pada pendiriannya menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, berbeda dengan lima partai lain dalam koalisi pendukung pemerintah. Keputusan ini, menurut saya sangat membingungkan, Keberadaan PKS di barisan koalisi pun menjadi pertanyakan, PKS bagaikan partai oposisi yang berada didalam barisan partai koalisi.

Sangat wajar pada akhirnya sikapnya ini mendapat cemooh dari anggota partai lain dalam koalisi. Sebelum adanya kesepakatan untuk bergabung dalam koalisi, semua partai anggota koalisi pemerintahan, seperti PD, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB telah menandatangani code of conduct atau kode etik koalisi. Dalam kesepakatan itu, terpampang peraturan untuk mematuhi, menaati, dan bila melawan keputusan Setgab koalisi, berarti otomatis keluar koalisi.

Kesepakatan ini merupakan penyempurnaan tentang Tata Etika Pemerintahan RI 2009-2014 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2009. Dalam kesepakatan yang tertera pada nomor urut 1, ditegaskan semua koalisi wajib sejalan dan tulus dalam berkoalisi. Nomor dua mengatur keputusan Presiden menyangkut kebijakan politik strategis dan penting wajib didukung dan diimplementasikan di pemerintahan maupun di DPR.

Faktanya, PKS selama ini terlihat belum sepenuh hati bersikap mendukung pemerintah. Dalam arti sesungguhnya, PKS masih setengah hati dalam berkoalisi dengan pemerintah.Bukan hanya dari partai koalisi saja yang menganggap PKS sebagai partai yang mengingkari kesepakatan yang telah ditentukan, dari kalangan internal pun mengertitik keputusan akhir yang diambil partai ini, seperti yang disampaikan mantan Presiden PKS yang kini menjabat Menkominfo Tifatul Sembiring, FPKS menyalahi kesepakatan rapat internal PKS di Lembang, Jawa Barat beberapa.

Alasan penolakan dan tidak sejalah dengan pemerintah menunjukan partai ini lebih mengutamakan pencitraan dibandingkan harus mematuhi kesepakatan koalisi. Anehnya hingga saat ini enggan keluar dari koalisi dan terus mengumpat siap menarik menterinya yang berada di kabinet Indnesia Bersatu II. Fenomena ini menunjukan sikap asli PKS di dalam koalisi hanya sekadar untuk mencari keuntungan partai,karena jabatanmenteri menjadi aset partai.

Sudah bukan rahasia lagi, publik sudah dapat menduga penolakan PKS atas rencana pemerintah bukan sepenuh hati, hanya untuk mengalihkan perhatian atas kasus korupsi terkait kuota impor daging sapi yang menjadikan (mantan) Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka. Pada perkembangan kasus ini, merembet ke Hilmi dan Anis, serta diperkeruh munculnya nama-nama sejumlah wanita yang dikaitkan dengan petinggi dan orang dekat PKS.

Sepatutnya elit PKS intorspeksi dan menyadari dengan memfokuskan untukmemperbaiki kekurangan partainya, bukan semakin menjerumuskan partai ini dengan ikon munafik. Keretakan dalam internal partai pun sudah terendus dengan adanya pernyataan anggota Majelis Syuro PKS, Tifatul Sembiring mengatakan, Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin sudah sepakat mendukung Yudhoyono, terkait kenaikan harga BBM. Namun, sikap itu berbeda dengan pernyataan politisi PKS yang diungkapkan ke publik.

Manuver politik yang dilakukan PKS bertujuan mengembalikan citra partai akibat ditinggalkan oleh kelompok swing voters dan para simpatisan. Dimanapun, namanya tergabung dalam koalisi artinya memberikan dukungan bukan sebaliknya, menyerang balik.

Kepedulian PKS hanya sebatas bacaan di spanduk dan ocehan elit partai, dalam kenyataannya, partai ini terkesan hanya memberikan ketidak jelasan pada masyarakat. Tak mengeherankanpartai yang didirikan 20 Juli 1998, pada akhirnya mendapatkan kritikan keras yang dilontarkan oleh sesepuh partainya sendiri. Mashadi mengeritik gaya hidup elit PKS yang cendrung munafik, menurutnya, banyak elit PKS tiba-tiba gaya hidupnya berubah sesudah jadi anggota DPR atau menteri, atau jabatan-jabatan lainnya.

Pernyataan ini menurut saya memang pantas diberikan, ciri kemunafikan seseorang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari. Entah apa yang di cari partai dakwah ini, yang jelas PKS harus segera dengan berani keluar dari koalisi dan tahu diri bahwa koalisi sudah tidak sesuai dengan jalan dakwah, dakwah telah mengajarkan bahwa mubadzir itu haram, pencitraan itu haram karena pencitraan adalah riya dan riya adalah hakikat kesombongan.Dapat dipastikan, jika PKS dikeluarkan dari koalisi, elit partai ini akan mengklaim sebagai partai yangterdzolimi. Sikap ini sangat jelas menambah kemunafikan politik PKS

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun