Ketika permasalahan sudah diselidiki, polisi kemudian melakukan mediasi kepada orang tua murid dan Ibu Khusnul yang pada akhirnya Ibu Khusnul ditetapkan sebagai tersangka. Beruntung, berkat dukungan rekan-rekan guru dan beberapa aksi demonstrasi, serta setelah melalui beberapa kali persidangan, Ibu Khusnul akhirnya dibebaskan dari segala tuntutan.
     Ketidakadilan hukum ini menunjukkan bahwa guru sering kali berada dalam posisi tertekan dan rentan terhadap tuduhan yang tidak berdasar. Ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang bagaimana sistem hukum dapat lebih berpihak kepada pihak yang melaporkan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas.Â
Kasus Ketiga: Bapak Sambudi
     Contoh kasus terakhir terjadi pada Bapak Sambudi, seorang guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo yang dipenjara akibat mencubit siswanya. Kasus ini terjadi pada bulan Juni tahun 2016 silam ketika 30 siswa tidak melaksanakan salat dhuha yang merupakan kebijakan di sekolah untuk menumbuhkan sikap takwa untuk para murid. Bapak Sambudi kemudian menghukum para muridnya dengan mencubit. Salah satu siswa berinisial SS kemudian melaporkan  kepada orang tuanya bahwa SS dicubit hingga memar di bagian lengannya. Orang tua SS yang mengetahui hal tersebut kemudian melaporkannya kepada polisi.
    Hingga akhirnya Bapak Sambudi diperiksa dan dilakukan persidangan. Pada saat persidangan Bapak Sambudi membantah jika dia mencubit siswanya, dia mengatakan hanya mengelus dan memberi nasihat. Hasil visum pun menunjukkan bahwa memar tersebut luka baru padahal terdapat jeda lima hari antara kejadian dengan pelaporan. Persidangan terus berlangsung hingga akhirnya Bapak Sambudi divonis selama enam bulan.
      Ketidakadilan ini memiliki dampak yang serius bagi guru. Mereka tidak hanya menghadapi ancaman hukum, tetapi juga mengalami tekanan psikologis yang besar. Rasa cemas, stres, dan stigma sosial dapat mengganggu kinerja mereka di dalam kelas. Ketika seorang guru merasa terancam, motivasi, dan dedikasi mereka dalam mendidik siswa bisa menurun. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang tidak sehat bagi siswa, yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
     Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada kesadaran hukum dari masyarakat, pemerintah, dan institusi pendidikan mengenai pentingnya perlindungan hukum bagi guru yang sesuai dengan UU 14 tahun 2005 pasal 39 ayat 1. Masyarakat harus memahami bahwa guru berperan penting dalam pendidikan anak bangsa dan berhak mendapatkan perlindungan saat menjalankan tugas mereka. Di sisi lain, pemerintah perlu memperkuat regulasi yang melindungi guru dari tindakan hukum yang tidak adil dan memberikan pelatihan kepada para penegak hukum agar lebih memahami konteks pendidikan.
     Kasus-kasus yang telah diuraikan menunjukkan betapa rentannya posisi guru di Indonesia. Perjalanan dari ruang kelas ke ruang sidang adalah sebuah ironi yang mencerminkan ketidakadilan dalam sistem hukum kita. Kita perlu mengambil langkah untuk melindungi guru, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai pilar pendidikan yang sangat penting bagi masa depan bangsa. Kini sudah saatnya kita melindungi para guru yang berjuang untuk mendidik para generasi penerus bangsa, sehingga para guru dapat mengemban tugas dengan tenang tanpa dihantui pikiran akan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H