Akhir-akhir ini isu oligarki yang membelenggu pemerintahan Indonesia kembali muncul ke permukaan. Hal ini dikaitkan erat dengan kondisi melambungnya harga minyak goreng. Ditambah lagi, pada akhirnya publik dibuat terkejut di tengah moreketnya harga minyak goreng, Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menetapkan beberapa tersangka kasus korupsi minyak goreng yang tak lain ialah orang-orang dari pemerintahan itu sendiri. Publik menilai kasus ini merupakan salah satu bukti keserakahan oligarki penguasa sawit di Indonesia.Â
Terlepas dari itu semua, kita tahu bahwa negara kita menganut sistem demokrasi bukan sistem oligarki. Seperti pengertian populer demokrasi oleh Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan ini maksudnya adalah demokrasi benar-benar mengatasnamakan kepentingan rakyat. Kebijakan yang dibuat pun harusnya menguntungkan rakyat. Namun, apakah benar demokrasi Indonesia saat ini benar mengatasnamakan rakyat? Sementara itu, makin kesini jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin terlihat. Belum lagi permasalahan lain yang ada di negeri ini tak selesai-selesai. Bukannya semakin membaik, malah bahkan sebaliknya permasalahan tersebut semakin pelik.Â
Indonesia sebagai negara republik menganut sistem pemerintahan demokrasi. Sesuai dengan pengertian Abraham Lincoln yang menjelaskan bahwa demokrasi menempatkan rakyat sebagai penguasa yang berdaulat. Gambaran Indonesia sebagai negara demokrasi tercermin dalam bukti normatif, yaitu dapat kita lihat di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tepatnya hal tersebut terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945 aline keempat yang berbunyi "... maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...". Selain itu, masih banyak pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang menjelaskan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat. Contohnya terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar".Â
Maksudnya disini ialah demokrasi yang wujudnya dapat dilihat melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan ini bertujuan mutlak untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, bukan hanya untuk segelintir orang saja. Apalagi membuat yang kaya akan semakin kaya dan begitu pun sebaliknya. Lembaga survei Indo Barometer pada 10-17 Oktober 2020 telah melakukan survei, salah satunya terhadap kepuasan demokrasi masyarakat Indonesia pada masa satu tahun pemerintahan Jokowi--Ma'ruf Amin. Dari hasil survei menunjukkan bahwa 56,4% masyarakat Indonesia puas dengan jalannya demokrasi yang ada saat ini. Sedangkan, 37,3% publik merasa tidak puas dan sisanya sebesar 6,3% publik tidak tahu dan tidak menjawab. Jikalau memang demokrasi tersebut tergambarkan dengan sangat baik, namun mengapa masih banyak kasus-kasus yang menyengsarakan rakyat?Â
Oligarki merupakan sebuah sistem dimana negara hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan kelompok elit tertentu. Hal ini sama dengan definisi terselubung negara yang tidak bisa mensejahterakan rakyat karena adanya ikut campur tangan elit tersebut. Winters (2013) dalam bukunya yang berjudul "Oligarchy and Democracy in Indonesia" menilai bahwa sebenarnya demokrasi di Indonesia sudah dikuasai oleh kaum elit oligarki sehingga negara ini akan semakin jauh dari cita-cita untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat. Ketimpangan kekayaan semakin terlihat dari tahun ke tahun. Selain itu, masih menurut Winters (2011) mengatakan dengan ini makin berkembangnya sistem demokrasi di negeri kita, maka akan semakin meningkatnya kekuatan dan kekuasaan oligarki. Berdasarkan data dari Survei Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statitik pada tahun 2019 menunjukkan bahwa dari jumlah total 100%, jumlah masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori sejahtera hanya sebesar 21,9%. Sisanya sebesar 78,1% diisi oleh masyarakat yang belum sejahtera. Ditambah lagi, masyarakat yang berpendapatan tinggi hanya 0,5%. Data ini menunjukkan ketimpangan konsentrasi kekayaan di negeri kita masih besar.Â
Merajalelanya kasus korupsi dalam negeri juga merupakan salah satu ciri dari negara yang dikuasai elit oligarki. Mengapa demikian? Hal ini masih erat kaitannya dengan adanya ketimpangan sosial luar biasa yang terjadi di tengah masyarakat. Antara oligarki dan korupsi sama seperti saudara kembar yang tidak terpisahkan. Korupsi bukan lagi sebuah kegiatan, melainkan sebuah sistem. Sistem yang korup sangat memperlancar gerak elit minoritas oligarki untuk semakin berkuasa. Hal ini didukung dengan laporan World Economic Forum tahun 2020 yang berjudul "The Global Competitiveness Report" yang menyebutkan bahwa masalah terbesar pemerintahan Indonesia, terutama dalam birokrasinya ialah masalah korupsi. Korupsi menduduki peringkat pertama dari total 16 faktor. Faktor korupsi mendapatkan 13,8 poin dari total poin 100 poin. Kemudian posisi kedua ditempati oleh faktor ketidakefisienan birokrasi dengan jumlah 11,1 poin. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Michels (2001) dalam bukunya yang berjudul "Political Parties" mengatakan bahwa semua organisasi besar yang awalnya demokratis, namun pada akhirnya akan cenderung berubah menjadi oligarki. Dapat disimpulkan secara teoretis dan praktis bahwa demokrasi mustahil untuk dijalankan secara bersih.Â
Meski secara bukti normatif dan empirik Indonesia adalah negara yang bersistemkan demokratis di mana kedaulatan berada di tangan rakyat, namun kenyataannya hal tersebut belum terbukti. Bagaimanapun pendapat yang dikatakan oleh Robert Michels benar adanya. Tidak ada demokrasi yang benar lurus dijalankan. Oligarki yang mengikat erat Indonesia dapat dilihat pada dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat Indonesia masih sangatlah rendah. Kenikmatan hidup hanya dinikmati oleh kalangan atas yang presentasinya tidak seberapa dibanding masyarakat bawah lainnya. Selain itu, tingginya kasus korupsi mencerminkan betapa berkuasanya oligarki di dalam negeri ini. Alih-alih mensejahterakan rakyat, adanya oligarki justru memperparah harapan rakyat untuk makmur. Dengan begitu, kebijakan yang ada pun tak lepas tangan dari pengaruh adanya elit oligarki yang berkuasa. Kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan segelintir pihak yang serakah. Sebagaimanapun parahnya oligarki, tetap saja hal tersebut harus diberantas. Paling tidak dapat dikurangi sehingga negara tetap didaulati dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sumber:
Budiarti, I., Riyadi., Larasaty, P., Kurniasih, A., Pratiwi, A. I., Saputri, V. G., Hastuti, A., Anam, C., & Hartini, S. (2019). Indikator kesejahteraan rakyat. Indonesia: BPS RI.Â
Chairullah, Emir. (2021- Desember). Wapres: tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia masih timpang. Media Indonesia. diakses dari https://mediaindonesia.com/ekonomi/451847/wapres-tingkat-kesejahteraan-rakyat-indonesia-masih-timpang.Â
Egi. (2016). Oligarki dan korupsi adalah saudara kembar. Indonesia Corruption Watch. Diakses dari https://antikorupsi.org/id/article/oligarki-dan-korupsi-adalah-saudara-kembar.Â