Mohon tunggu...
Asri Kurniawati
Asri Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Literature, Rainfall, White Roses, Stars

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keputusan Tanpa Anak, Menyoroti Fenomena Childfree di Indonesia

14 Oktober 2024   01:08 Diperbarui: 14 Oktober 2024   04:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: istockphoto

Stigma yang melekat pada keputusan childfree ini sering memicu pertanyaan atau komentar yang tidak nyaman dari lingkungan sekitar. Misalnya pertanyaan seperti “Kapan punya anak?” atau “Nggak takut menyesal nanti?” menjadi tekanan psikologis yang dihadapi pasangan childfree. Dalam banyak kasus, pilihan untuk tidak memiliki anak dianggap sebagai bentuk pemberontakan terhadap tradisi dan kewajiban sosial.

Tekanan sosial untuk memiliki anak di Indonesia sangat kuat, terutama di lingkungan yang masih memegang teguh nilai-nilai patriarki dan tradisional. Dalam keluarga besar, harapan untuk memiliki cucu, melanjutkan nama keluarga, dan menjaga silsilah sering kali membuat keputusan childfree menjadi sulit diterima.

 Di tingkat keluarga, keputusan childfree sering kali memicu ketidaksetujuan dari orangtua dan kerabat. Dalam budaya negara ini, peran anak sangat penting sebagai penerus keluarga dan sumber dukungan emosional di masa tua. 

Selain itu, pasangan yang memilih childfree sering dihadapkan pada tekanan dari teman sebaya yang telah memiliki anak. Menciptakan perasaan terisolasi atau dianggap tidak mengikuti jalur hidup yang normal.

Dari sudut pandang agama, sebagian besar ajaran agama di Indonesia, baik Islam, Kristen, Hindu, maupun agama lainnya, memandang anak sebagai anugerah dan bagian integral dari kehidupan pernikahan. 

Islam, misalnya mengajarkan pentingnya memperbanyak keturunan untuk melanjutkan umat. Al-Qur’an dan hadis Nabi sering dijadikan dasar bahwa memiliki anak merupakan bagian dari tujuan pernikahan. Oleh karena itu, pilihan childfree sering dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mendukung keluarga besar dan pentingnya memiliki keturunan.

Keputusan childfree dipengaruhi oleh berbagai alasan yang berakar pada perubahan gaya hidup modern. Dari segi ekonomi dan karier, banyak pasangan memilih untuk tidak memiliki anak agar bisa fokus pada karier dan mencapai kestabilan finansial. 

Biaya hidup yang semakin tinggi, terutama di perkotaan, turut mempengaruhi keputusan ini. 

Psikolog juga mencatat bahwa childfree sering kali dipilih demi menjaga Kesehatan mental dan mencapai keseimbangan hidup yang lebih baik, tanpa tekanan tanggung jawab sebagai orang tua. Selain itu, alasan filosofis atau lingkungan juga sering diangkat, dengan beberapa pasangan yang peduli terhadap overpopulasi dan dampaknya terhadap lingkungan.

Dari segi dampak, para pakar mencatat adanya dampak psikologis positif berupa kepuasan pribadi dan kebebasan. Namun, mereka juga mengingatkan potensi dampak negative, seperti perasaan terisolasi atau penyesalan di usia tua, terutama karena tekanan sosial yang kuat. 

Relasi sosial pasangan childfree dapat terganggu, khususnya dengan keluarga dan teman yang memiliki anak, mengakibatkan perasaan terpinggirkan dalam lingkungan sosial yang berpusat pada kehidupan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun