Mohon tunggu...
Valentina Br Ginting
Valentina Br Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Santo Thomas

Menulis membantu kita memahami segala emosi dengan menuangkan semua yang kita pikirkan dalam sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Praktik Baik Merdeka Belajar Wujudkan Kesetaraan Gender

27 Mei 2023   02:26 Diperbarui: 27 Mei 2023   02:28 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dewasa ini jika berbicara tentang kesetaraan gender bukanlah sesuatu yang asing. Maraknya pembahasan terkait keadilan dan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki telah mewarnai banyak ruang diskusi maupun pertemuan masyarakat di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, sejak masa R.A Kartini, kesetaraan gender telah diperjuangkan. Dalam perjuangan tersebut, perempuan diharapkan memiliki kebebasan dalam menempuh pendidikan tinggi yang setara dengan laki-laki. Meskipun upaya kebebasan mencapai kesetaraan pendidikan antara perempuan dan laki-laki terus dilakukan, namun diskriminasi tetap terjadi  hingga saat ini. Bahkan diskriminasi berkembang semakin luas, tidak hanya dalam dunia pendidikan, tetapi juga dunia kerja, dunia sosial, dan lain sebagainya.

Budaya patriarki dijadikan banyak pihak sebagai kacamata yang memandang perempuan merupakan makhluk lemah dan dianggap tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu hal yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Belum banyak masyarakat yang sadar bahwa sekarang ini perempuan memiliki potensi dan kontribusi untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak bisa dilakukan oleh perempuan.

Menurut data Global Gender Gap Report (GGGI) tahun 2021, Indonesia berada pada urutan ke 101 dari 156 negara di dunia terkait rendahnya perwujudan kesetaraan gender dengan skor 0,688/68,8 persen. Pada tahun 2022 perwujudan kesetaraan gender di Indonesia mencapai skor 0,697, atau terjadi peningkatan sebesar 0,009 dari tahun sebelumnya dan menduduki peringkat ke-92 dari 146 negara.

Meskipun peningkatannya tidak begitu signifikan, namun pencapaian ini harus disyukuri. Artinya, ada harapan bahwa ke depan, angka kesetaraan gender di Indonesia akan semakin baik dengan terus melakukan upaya dan dukungan perwujudan kesetaraan gender.

Minim Kesadaran dan Pengetahuan

       Masih banyaknya ditemukan praktik-praktik ketidaksetaraan gender di Indonesia tak terlepas dari masih minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Hal ini tak hanya dialami generasi orang tua, tetapi juga anak-anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dan pendidikan tinggi. Minimnya kesadaran dan pengetahuan ini melahirkan diskriminasi terhadap kaum perempuan yang pada akhirnya membuat perempuan semakin tertinggal dan bahkan mengalami tindak kekerasan.

       Dalam berbagai sendiri kehidupan, masyarakat cenderung memiliki pemahaman patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial, dunia kerja, ekonomi, pendidikan, dan dalam keluarga. Hal ini yang kemudian semakin menguatkan posisi perempuan sebagai makhluk lemah sekaligus warga negara kelas dua. Dalam konteks pekerjaan misalnya, perempuan dianggap tidak pantas menjadi seorang pemimpin karena posisi pemimpin hanya layak untuk laki-laki. Lahirnya statement "perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya akan di dapur juga" menjadi tolak ukur bahwa perempuan hanya mampu memasak, menyuci dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Padahal kenyatanya, perempuan memiliki potensi yang lebih dari itu.

       Di lingkungan pendidikan, ketidaksetaraan gender juga kerap ditemui. Contoh kecil misalnya, sekolah memiliki ketua kelas atau ketua OSIS yang lebih didominasi oleh laki-laki. Ketika perempuan diberikan kesempatan menjadi seorang pemimpin di lingkungan sekolah, terkadang muncul perdebatan: "apa dia bisa membagi waktu? atau jadi ketua OSIS kan banyak tugasnya, apa dia mampu?".  Padahal, data Kemdikbudristek tahun 2020 menunjukkan,  jumlah peserta didik laki-laki dan perempuan di Indonesia  hampir seimbang. Pada jenjang SD, peserta didik laki-laki sebanyak 52,14% dan perempuan 47,86%. Jenjang SMP, peserta didik laki-laki 51,10% dan perempuan 48,90%. Sementara untuk tingkat SMA siswa laki-laki 44,50% dan perempuan 55,50%.

       Melihat data ini, artinya, kesempatan perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan beragam program pendidikan maupun kesempatan memimpin berada dalam porsi yang sama.

Praktik Baik Merdeka Belajar Melalui Pendidikan Kesetaraan Gender

       Terwujudnya kesetaraan gender merupakan perjuangan yang terus dilakukan berbagai pihak. Lingkungan pendidikan diharapkan menjadi ruang yang cukup strategis untuk melakukan beragam program yang melibatkan warga belajar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) sejatinya tidak pernah membeda-bedakan gender laki-laki dan perempuan. Peserta didik maupun tenaga pendidik laki-laki dan perempuan posisinya setara dan memiliki hak yang sama.

       Pemerintah telah mengeluarkan program Merdeka Belajar, di mana perubahan yang diusung dari Merdeka Belajar adalah transformasi terhadap ekosistem pendidikan, guru, kurikulum, dan sistem penilaian. Lima perubahan ini merupakan respons positif dan keterbukaan Kemdikbudristek dalam mendukung partisipasi, kesetaraan, keterlibatan aktif masyarakat, dan membentuk suasana sekolah yang tidak diskriminatif.

       Merdeka Belajar dengan beragam program perubahan yang ada di dalamnya menjadi pintu masuk untuk mewujudkan kesetaraan gender yang semakin meningkat.  Namun peran serta berbagai pihak seperti sekolah, peserta didik, dan keluarga sangat dibutuhkan agar pintu masuk ini membuahkan hasil.

       Di tingkat sekolah, pihak sekolah dapat mentrasformasikan Semarak Merdeka Belajar dengan memasukkan pendidikan kesetaraan gender menjadi salah satu mata pelajaran ataupun muatan lokal di lingkungan sekolah. Dengan menjadikan pendidikan kesetaraan gender sebagai mata pelajaran, maka warga sekolah, terutama siswa semakin memahami kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tenaga pendidik yang belum memiliki pemahaman yang baik tentang kesetaraan gender dapat belajar bersama dengan siswa.

       Sebaiknya, materi pendidikan kesetaraan gender diperdalam dengan melakukan praktik-praktik baik Semarak Merdeka Belajar  yang mendukung terwujudnya kesetaraan gender. Pihak sekolah harus mampu mendorong siswa maupun tenaga pendidik untuk melakukan praktik kesetaraan gender. Contohnya, menerapkan perlakuan yang sama terhadap siswa perempuan dan laki-laki untuk menjadi pemimpin di sekolah. Selain itu, mengajak siswa perempuan dan laki-laki untuk rutin berkolaborasi melakukan program-program di sekolah.

       Khusus untuk peserta didik, praktik-praktik perwujudan kesetaraan gender dapat diwujudkan dengan aktif melakukan hal-hal positif seperti belajar bersama, diskusi  bersama, atau melakukan kegiatan kesiswaan lainnya secara bersama-sama. Saat melakukan kegiatan kesiswaan, siswa perempuan diberikan kesempatan yang luas sebagai panitia atau pelaku kegiatan. Dengan pengalaman bersama ini, siswa laki-laki diharapkan tidak hanya membantu siswa perempuan dalam melaksanakan tugasnya, tetapi juga terbiasa menghargai perempuan. Siswa laki-laki juga diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang lebih ramah gender dengan tidak mengeluarkan pernyataan yang menganggap siswa perempuan tidak mampu.

       Selain di lingkungan sekolah, praktik kesetaraan gender juga dapat diwujudkan di lingkungan keluarga. Dalam hal ini, orang tua menjadi pendorong agar anak-anak semakin menghargai perbedaan dan tidak melakukan diskriminasi.

       Orang tua harus mampu memberikan perlakuan yang adil terhadap anak perempuan dan laki-laki. Contohnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah, orang tua harus menekankan bahwa pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh anak perempuan seperti mencuci, memasak, dan menyapu juga dapat dikerjakan anak laki-laki. Agar hal tersebut dapat diterima oleh anak-anak di rumah, tentunya orang tua harus bisa menjadi contoh. Artinya antara ayah dan ibu memiliki kewajiban yang sama dalam mengurus rumah. Ayah dapat melakukan pekerjaan yang biasanya menjadi ranah perempuan di rumah seperti memasak, mencuci pakaian, ataupun menyapu rumah.

       Terlaksanakannya program-program pendidikan kesetaraan gender dalam  Semarak Merdeka Belajar diharapkan akan melahirkan generasi muda yang sensitivitas gender yakni memiliki kemampuan (kepekaan) di lingkungan sekolah dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Selain itu, siswa akan mampu tampil sebagai sosok calon pemimpin masa depan yang dapat berpikir dengan lebih luas tanpa membeda-bedakan gender dan menghargai perbedaan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun