Mohon tunggu...
Shalshabilla Putri
Shalshabilla Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di UIN Maliki Malang

saya adalah seorang mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Akad Tawarruq di Perbankan Syariah

6 Juni 2022   19:45 Diperbarui: 6 Juni 2022   19:57 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillahirahmanirohim,

Secara sadar atau tidaknya saat ini banyak sekali kegiatan bahkan semua bagian dari bermasyarakat mulai menggalakkan untuk sesama muslim saling paham nilai – nilai agama, seperti halnya mulai di galakkan kegiatan bertransaksi, jual beli, bermasyarakat dll dengan memperhatikan ajaran agama Islam. Tak luput juga dari pemantauan saya bahwasannya saat ini bank syariah mulai mengcounter perbankan di Indonesia.

Seiring dengan banyaknya atau mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam, maka produk – produk syariah pun mulai banyak menarik perhatian publik. Setelah bank syariah di Indonesia melakukan merger dan menjadi Bank Syariah Indonesia ( BSI ) , tentunya semua kegiatan, produk, tata cara di BSI sangat di perhatikan oleh masyarakat. Tak luput juga akad – akad yang ada dalam bank ini.  Secara khusus pada kesempatan kali ini saya akan membahas terkait akad tawarruq dalam perbankan syariah dimana akad ini sangat jarang digunakan dan juga masih terasa asing bagi kebanyakan masyarakat. 

Tawarruq berasal dari akar kata bahasa Arab “wariq” yang berarti simbol atau karakteristik dari perak. Tawarruq dapat diartikan lebih luas sebagai kegiatan untuk mencari perak, uang atau harta. Secara literatur artinya adalah berbagai cara yang ditempuh untuk mendapatkan uang tunai atau likuiditas. Istilah tawarruq ini diperkenalkan oleh Mazhab Hambali, sedangkan Mazhab Syafi’i mengenal tawarruq dengan sebutan “zarnaqah” yang berarti bertambah atau berkembang. Mazhab Hambali mendefinikan tawarruq sebagai kegiatan dimana seseorang membeli barang dengan cara mencicil, kemudian menjual barang tersebut secara tunai kepada pihak ketiga (selain penjual pertama) dengan harga yang lebih murah untuk mendapatkan uang tunai atau likuiditas. Tawarruq adalah bentuk akad jual-beli yang melibatkan tiga pihak, yakni pemilik barang yang menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan harga dan pembayaran tunda (cicil), kemudian pembeli pertama menjual kembali barang tersebut kepada pembeli akhir dengan harga dan pembayaran tunai. Harga secara cicilan lebih tinggi dari harga jual tunai akhir, sehingga pembeli pertama seperti mendapatkan pinjaman uang dengan pembayaran tunda (mencicil).

Dalam Al – Qur’an sendiri tidak ada firman Allah yang melarang akad tawarruq bahkan bisa dijadikan hujjah untuk melaksanakannyaFirman Allah SWT dalam al quran surah al Baqarah ayat 275 yang artinya :

       …..Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Dan Allah pun juga berfirman dalam QS. An Nisa (4) :29 yang artinya :

       “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”.

Bahkan ada hadist yang mendukung tawarruq yaitu “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah mengangkat seseorang sebagai pejabat di Khaibar, kemudian ia datang menghadap Rasulullah dengan membawa kurma yang berkualitas tinggi. Rasulullah bertanya: ‘Apakah semua kurma Khaibar kualitasnya seperti ini?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, tidak ya Rasulullah, satu sha’ kurma seperti ini dapat kami tukarkan dengan dua sha’ kurma jenis lain dan dua sha’ (kurma seperti ini) dengan tiga sha’ kurma jenis lain.’ Rasulullah bersabda: ‘Jangan lakukan itu, tetapi juallah semuanya dengan uang dirham lalu dengan uang itu kamu dapat membeli kurma dengan kualitas bagus.’” (H.R. Bukhari Muslim) Hadits ini menegaskan bahwa apabila semua media dan syarat-syarat transaksi jual beli sudah terpenuhi dan bebas dari faktor-faktor yang dilarang, maka walaupun maksud dan niat yang berlainan menggunakan suatu media dapat diterima dan dilakukan dan bebas dari riba secara tersurat (eksplisit) maupun tersirat (implisit), akan halnya dengan akad tawarruq.

Dunia perbankan Syariah Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat, terutama sejak terjadinya krisis moneter pada kurun 1997- 2001, dimana perbankan konvensional Indonesia mengalami keterpurukan hingga akhirnya banyak yang harus dilikuidasi atau dimerger untuk dapat bertahan hidup. Satu-satunya bank syari’ah yang ada pada saat itu, Bank Muamalat Indonesia, tetap dapat bertahan, dan hal ini memicu pemikiran dari para pemilik bank konvensional untuk turut membuka unit-unit bank syari’ah agar dapat bertahan apabila terjadi krisis moneter yang serupa di kemudian hari. Animo masyarakat tentang bank syari’ah pun semakin meningkat, seiring dengan giatnya Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syari’ah Nasional dan lembaga-lembaga penelitian serta akademisi/praktisi dalam mensosialisasikan pengetahuan tentang sistem perbankan syari’ah kepada masyarakat. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syari’ah Nasional tentang produk-produk apa saja yang dapat dikeluarkan oleh perbankan syari’ah pun beragam. Hingga bulan Maret 2017, produk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional mengenai perbankan syari’ah sudah mencapai 32 instrumen. Namun demikian, tidak semua fatwa tersebut diakomodir oleh dunia perbankan syari’ah. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan tentang produkproduk yang dihalalkan dan diperbolehkan dalam transaksi perbankan syari’ah. Salah satu produk yang menjadi perdebatan di kalangan ulama di Indonesia adalah produk bai’at-tawarruq. Produk ini diadopsi oleh banyak negara Islam dan negara yang berpenduduk mayoritas Islam sebagai salah satu akad perbankan syari’ah, seperti di negaranegara Timur Tengah dan Malaysia. Namun di Indonesia akad tawarruq ini tidak/belum diperbolehkan untuk dijadikan salah satu produk perbankan syariah, dikarenakan sifatnya yang oleh beberapa ulama dikategorikan sebagai transaksi yang cenderung makruh, bahkan haram. 

Walaupun produk tawarruq belum direstui untuk dipakai sebagai salah satu produk perbankan syari’ah, namun berdasarkan Fatwa DSN-MUI Nomor 82 Tahun 2011, transaksi yang menyerupai tawarruq ini diperbolehkan untuk dilaksanakan dalam hal jual-beli komoditi, dengan ketentuan-ketentuan tambahan yang harus dipenuhi pada saat pelaksanaan transaksi tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka terdapat pula kemungkinan bagi akad tawarruq ini untuk dapat dijadikan salah satu produk perbankan syari’ah, tentu saja dengan pendampingan aturan-aturan lain yang membatasinya agar tidak jatuh kepada perkaraperkara yang menimbulkan keragu-raguan, perkara yang dimakruhkan ataupun yang diharamkan dalam Islam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun