Perbandingan antara film horor komedi Ngeri Ngeri Sedap (2022) dan Ghost Writer (2019), film bergenre asal Indonesia yang sama, dapat dilihat dari penonjolan tradisi dan budaya suku batak dalam film Ngeri Ngeri Sedap, yang didasarkan pada kisah keluarga suku batak di Medan, sedangkan Ghost Writer lebih berfokus pada masyarakat umum.
Dari enam anggota keluarga Domu dalam film Ngeri Ngeri Sedap, lima adalah aktor-aktris yang telah lama membintangi film komedi bergenre. Apalagi, Bene Dion Rajagukguk---yang sebelumnya terkenal sebagai stand-up comedian---adalah sutradara yang menggarap filmnya. Karena itu, tidak mengherankan bahwa film Ngeri Ngeri Sedap memiliki unsur komedi yang kuat selain budaya Batak.
Melalui adegan komedi dan kelucuan yang dibawakan oleh para pemainnya, penonton akan selalu tertawa sepanjang durasi film. Setiap adegan memiliki kegembiraan dan kegembiraan, dan ketawa selalu datang pada saat yang tepat, tidak pernah mengganggu suasana dramatis saat konflik utama tengah muncul. Film ini memiliki elemen komedi yang tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga membantu menghidupkan cerita dengan berbagai nuansa, memberikan pengalaman menonton yang menghibur sambil mempertahankan suasana yang sebenarnya.
Namun, ada beberapa adegan yang sangat mengharukan sehingga membuat Anda tertawa. Intinya, Ngeri Ngeri Sedap terbukti berhasil memainkan perasaan penontonnya, dari tertawa hingga terharu. Namun, penyelesaian konflik filmnya kurang emosional dan agak terburu-buru. Danau Toba di Sumatra Utara adalah lokasi utama film Ngeri Ngeri Sedap. Sepanjang film, Anda akan melihat pemandangan Tanah Toba yang indah dan memanjakan mata, terutama saat keluarga Domu bersantai. Setelah menonton filmnya, mereka yang berasal dari Danau Toba mungkin akan rindu rumah mereka.
Sejumlah soundtrack lagu Batak yang mengiringi beberapa adegan menambah kerinduan akan Tanah Toba. Selain itu, komposer musik film ini adalah Viky Sianipar, seorang musisi terkenal asal Batak. Oleh karena itu, tema Batak dalam film ini bukan semata-mata untuk mempromosikan; cerita, latar tempat, dan soundtracknya semuanya bertema Batak. Selama hampir dua jam menonton film Ngeri-Ngeri Sedap, saya berulang kali memujinya. Bagaimana dengan itu? Logat aktor terasa alami karena mereka berasal dari suku Batak asli.Â
Penonton dibawa ke atmosfer desa melalui pengambilan gambar satu kali sebelum pesta adat dimulai. Detail juga diperhatikan, seperti anak-anak kecil yang ditegur karena bermain sebelum pesta adat dimulai. Adegan sederhana yang menambah suasana yang lebih realistis dan alami. Ciri khas Ngeri-Ngeri Sedap adalah satu tangkapan. Teknik ini semakin kuat ketika konflik meningkat. Ketika keempat anak Pak Domu terus-menerus dipaksa untuk memenuhi keinginan bapaknya, saya dapat merasakan emosinya. Selain itu, ketika kebohongan Pak Domu dan Mak Domu tersebar luas sehingga anak-anaknya merasa tidak mengenali keluarga mereka sendiri. Mereka lupa apa artinya "rumah".
Sayangnya, emosi kadang-kadang dianggap tidak memadai. Domu, Gabe, dan Sahat yang merasa terkhianati terlihat kurang emosional dan terkesan memaksa saat adegan Sarma menunjukkan bahwa dia telah mengetahui semua kebohongan yang dilakukan Pak Domu dan Mak Domu sejak awal. Suara yang sedih terasa seperti adegan dalam film. Namun, akting menyayat hati Gita Bhebhita menyelamatkan dia.
Dengan menyertakan beberapa istilah Batak, seperti lapo, pahompu, dan nantulang, Bene Dion mungkin ingin meningkatkan keakraban dengan suku Batak. Masyarakat Indonesia yang lain mungkin tidak memahami arti istilah-istilah tersebut, meskipun penulis, pemain film, dan masyarakat Batak memahaminya. Tidak semua orang Indonesia tahu istilah-istilah berbahasa Batak, terutama tanpa terjemahan, yang menjadi bumerang bagi film ini.Â
Film "Ngeri-Ngeri Sedap" mengajarkan banyak pelajaran hidup. Film menekankan tanggung jawab orangtua bahwa meskipun orangtua harus menjaga anak-anaknya, anak-anak juga memiliki hak untuk memilih jalan hidup mereka sendiri ketika mereka dewasa. Film ini melihat perkembangan anak dengan positif, dan orang tua diharapkan berkembang seiring dengan anak-anak mereka. Penting dalam pesan yang disampaikan adalah gagasan bahwa peran orangtua tidak memiliki batas waktu dan bahwa belajar menjadi orangtua adalah keharusan yang tak terbatas. Akibatnya, "Ngeri-Ngeri Sedap" tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting tentang cara dinamis hubungan orangtua-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H