Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional [PPN]/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas] Republik Indonesia telah menyelenggarakan konferensi tahunan SDGs, pada 8-9 Oktober 2019. Mengangkat tema “Permasalahan pengelolaan sampah menjadi isu yang krusial di Indoensia.”
Penggunaan plastik di Indonesia masih menjadi persoalan yang serius dan perlu dukungan dari banyak pihak.Tiap tahunnya sampah di Indonesia terus bertambah dan menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pencemaran air,tanah, udara,emisi karbon rumah kaca. Selain itu karena masyarakat Indonesia juga masih bergantung karena plastik mudah di dapat dan praktis. Hal tersebut yang membuat pemakaian plastic terus berlangsung dan bertambah dari tahun ke tahun.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan 30,97 juta ton sampah pada tahun 2023.
Namun, hingga pertengahan 2024, data ini baru mencakup 280 dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, sehingga jumlah sampah yang sebenarnya kemungkinan lebih tinggi. Dengan adanya permasalahan serius terkait sampah di Indonesia, perlu adanya kesadaran baik bagi masyarakat dan pemerintah. Salah satunya adalah dengan menggunakan Tumbler sehingga dapat mengurangi sampah botol dan sampah minuman selain itu penggunakan kotak makan/bekal dan mengganti sedotan plastic dengan sedotan kaca atau stainless steal juga tidak kalah pentingnya dengan tumbler karena setiap hari anak sekolah dan masyarakat Indonesia makan dan minum di luar rumah sehingga dapat menambahkan volume sterofoam dan sampah minuman di lingkungan.
Berdasarkan hasil survei Rakuten, ada 43% responden di dalam negeri telah beberapa kali makan atau membeli makanan di luar rumah dalam seminggu pada Desember 2022. Sebanyak 17% responden menyatakan membeli makanan di luar rumah minimal sekali dalam sehari. Kemudian, 14% responden membeli makanan di luar rumah seminggu sekali.
Langkah mengurangi
Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang makan di luar rumah dan mempengaruhi jumlah sampah konsumsi. Selain di lingkup sampah konsumsi pemerintah dan lembaga juga menggencarkan program Bag smart mulai di kota-kota hingga swalayan dan fastfood, tujuannya adalah untuk mengurangi pemakaian plastik dan beralih ke tas kain yang dapat dipakai berulang kali.
Kegiatan peduli sampah tersebut didukung dengan adanya komunitas Bring Your Tumblr Dimana komunitas tersebut berupaya menyelamatkan bumi dari dampak pemanasan global. Selain Bring Your Tumbler Goes to School, program rutin yang dilaksanakan BYT, yaitu Environment Talkshow, Kampanye Gerakan Indonesia Membawa Tumbler, dan One Day Eco Camp.
Hingga saat ini, komunitas Bring Your Tumbler memiliki kurang lebih 30 relawan dan lebih dari 500 Eco Warrior di seluruh Indonesia. Mereka sudah diberikan sosialisasi untuk membantu kampanye. Meskipun dinilai sederhana namun hal tersebut berdampak besar bagi bumi. Dan diharapkan bahwa program selamatkan dunia dengan tumbler dapat terus berjalan sehingga dapat mendukung keberlangsungan SDGs bagi anak cucu kita di kemudian hari.
Indonesia sebenarnya telah merespon pengurangan sampah dengan mengeluarkan Perpres 97/2017 yang memasang target pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebesar 30% pada 2025.
Mekanisme
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengelolaan sampah secara umum melalui UU 18/2008. Namun, masalah sampah plastik yang banyak disebabkan oleh aktivitas konsumsi menunjukkan bahwa hanya bergantung pada pemerintah saja tidak cukup. Sebaliknya, hanya menekankan peran masyarakat sebagai konsumen juga tidak adil, karena industri sebagai produsen juga memiliki tanggung jawab.
Pengurangan sampah plastik dapat dilakukan melalui tiga pendekatan: akulturasi, persuasif, dan koersif. Akulturasi menggunakan kebiasaan untuk membentuk pemahaman kognitif. Contohnya, Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep yang dikenal dengan budaya anti-sampah plastik, menerapkan kebiasaan menyajikan minuman dengan gelas daripada air kemasan plastik, yang sering ditemui dalam acara keagamaan di pedesaan. Sayangnya, sekarang acara sosial seperti PKK, ulang tahun, tedak sinten, tahlilan, dan pengajian sering kali masih menggunakan air kemasan plastik.
Mekanisme persuasif dapat diterapkan dengan menciptakan rasa malu, seperti yang dilakukan East West Market di Vancouver, Kanada, yang memberikan kantong belanja dengan pesan besar yang memalukan, meskipun dikenakan biaya. Ini mendorong pembeli untuk membawa kantong sendiri. Pola ini dapat diterapkan dengan mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi dan mempublikasikan merek kemasan plastik di lingkungan mereka, yang akan memberi tekanan pada produsen untuk bertanggung jawab atas kemasan produknya, sesuai dengan Pasal 15 UU 18/2008 yang mengharuskan produsen mengelola kemasan yang sulit terurai oleh alam.
Mekanisme koersif menggunakan paksaan untuk mencapai kepatuhan. Contohnya, Peraturan Gubernur Bali No. 97/2018 tentang Pembatasan Sampah Plastik Sekali Pakai yang telah berhasil menurunkan penggunaan plastik sebesar 40% di Bali. Pemberlakuan ketiga mekanisme ini harus dilakukan secara komprehensif, karena meskipun menggunakan instrumen yang berbeda, hasilnya tetap saling terkait. Dengan demikian, sampah plastik yang semakin mengancam dapat dikurangi secara signifikan untuk mendukung pencapaian SDGs.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H