Mohon tunggu...
aniska ustovia
aniska ustovia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hobi traveling

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penggelapan Pajak

29 Juni 2022   15:36 Diperbarui: 30 Juni 2022   11:09 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: VectorStock

PENGGELAPAN PAJAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

 “EKONOMI BISNIS DAN PROFESI”

 oleh : 
Aniska Ustovia ( 191011200921 ) 
Naily Happy Rizkiyani (191011200976)

PENDAHULUAN

Perekonomian suatu negara kususnya suatu negara yang maju tidak akan terlepaskan dari segala kebijakan ekonomi bersifat makro yang diajukan oleh negara. Suatu negara mengharapkan dana untuk membayar semua kegiatan yang dikerjakannya baik pengeluaran secara rutin maupun pengeluaran secara pembangunan dalam menjalani roda pemerintahan. 

Salah satu pemasukan terbanyak ialah dari sektor perpajak. Perpajakan ialah bayaran wajib bagi semua rakyat yang harus dibayarkan kepada uang kas negara menurut ketentuan undang-undang yang terjadi agar bisa dipaksakan dan tidak timbulnya imbalan jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang dipakai agar membayar pengeluaran umum negara, (Suminarsasi,2011) dalam (Ardyaksa & Kiswanto,2014). 

Penggelapan perpajakan menurut Rahayu (2010) dalam (Kurniawati & Arianto, 2014) ialah kerja aktif wajib pajak dalam hal mengkurangi, menghapus, memanipulasih secara ilegal akan hutang perpajakan atau meloloskan diri agar tidak melakukan pembayaran pajak yang semestinya yang telah terutang menurut kebijakan perundang-undangan. 

Oleh sebab itu penggelapan perpajak ialah kegiatan yang ilegal menurut undang-undang, maka penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Sehingga wajib pajak akan mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibanya, memalsukan data, mengisi data dengan tidak sesuai atau tidak lengkap. 

Etika perpajakan adalah kegiatan agar mentaati aturan perpajakan atau undang undang pajak yang dibuat oleh pemerintahan, dalam hal ini para wajib pajak supaya rutin dalam melaksanakan perpajakannya karena dengan melaksanakan perpajakan maka pembangunan akan terus berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan.

PEMBAHASAN

Tax evasion sering disebut juga dengan tax fraud atau penggelapan pajak. Tax evasion adalah bentuk pelanggaran yang dilakukan Wajib Pajak dengan sengaja mengurangi jumlah pajak terutang bahkan meniadakan kewajiban membayar pajaknya secara ilegal. 

Wajib Pajak dianggap melakukan tax evasion apabila dengan sengaja menyembunyikan aset atau memanipulasi data Wajib Pajak untuk menghindari pembayaran pajak.

Bahkan pada kasus terberat Wajib Pajak berusaha memalsukan atau mencatut identitas, menerbitkan faktur pajak palsu, pendirian perusahaan fiktif, dan terparah dengan sengaja tidak membayar pajak terutang. 

Meski begitu, tidak semua tindakan kurang bayar atau tidak membayar pajak bisa dianggap sebagai bentuk tax evasion. Kasus tax evasion harus melalui proses penyelidikan atau audit perpajakan oleh pejabat berwenang. Apakah ada unsur kesengajaan atau tidak yang dapat menimbulkan sanksi denda atau pidana.

Hukum Tindakan Pelanggaran Pajak di Indonesia Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tax evasion atau penggelapan pajak dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Lantas, bagaimana aturannya di Indonesia? Hukum tindak pelanggaran perpajakan di Indonesia sendiri diatur dalam Pasal 38 dan 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 

Dalam Undang-Undang tersebut apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau telah menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap maka Wajib Pajak dikenakan sanksi denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak terutang. 

Apabila ternyata terdapat unsur pidana di dalamnya, maka Wajib Pajak dikenakan kurungan selama-lamanya satu tahun penjara. Sedangkan pada Pasal 39, dijelaskan juga apabila Wajib Pajak dengan sengaja melakukan:

• Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak

• Tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

• Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikannya namun isi di dalamnya tidak sesuai/tidak lengkap

• Menolak untuk dilakukan audit atau pemeriksaan

• Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan dan/atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya

• Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia

• Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan.

• Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Maka Wajib Pajak dapat dipidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dengan denda sekurang-kurangnya 2 kali jumlah pajak terutang dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang.

“Tak seorang pun senang membayar pajak”

Melalui kutipan sederhana itu dapat diketahui bahwa secara naluri orang-orang sejatinya enggan membayar pajak karena dianggap sebagai beban tambahan. Hal itu juga disepakati oleh Deborah Brautigam dalam bukunya Taxation and State-Building in Developing Country yang diterbitkan pada tahun 2008.

Analisis Penyebab Tax Evasion Ada banyak studi yang menjelaskan kenapa entitas Wajib Pajak melakukan Tax Evasion. Salah satu studi yang paling umum adalah kaitannya dengan tax morale. 

Menurut OECD, tax morale adalah ukuran persepsi atau kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban pembayaran pajak. Minimnya tax morale diukur sebagai rendahnya pengetahuan bahkan kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan yang sering kali diasosiasikan dengan tax evasion.

KESIMPULAN

Tax evasion adalah satu hal yang sulit dihindari karena sifat naluriah manusia yang sejatinya enggan untuk membayar pajak. Tax evasion pun juga menjadi tanggung jawab baik bagi Wajib Pajak maupun otoritas pajak. 

Bagi Wajib Pajak, perlu disadari bahwa pemungutan pajak sejatinya dilakukan untuk kepentingan public yang pada akhirnya dinikmati oleh Wajib Pajak itu sendiri. Selain itu, otoritas pajak wajib untuk meningkatkan deteksi pelanggaran dan efisiensi sistem administrasi perpajakan. 

Otoritas perpajakan juga dianggap perlu untuk tetap konsisten melakukan pengarahan atau publikasi kepatuhan pajak kepada seluruh Wajib Pajak. Dalam hal ini pula, pemerintahan juga perlu meningkatkan rasa kepercayaan kepada masyarakat bahwa pemanfaatan pemungutan pajak sudah dilakukan tepat sasaran.

CONTOH KASUS UMUM PROPERTI

Misal sebuah developer properti berhasil menjual rumah mewah seharga Rp10 miliar. Namun dalam akta notaris hanya tertulis Rp900 juta dimana terdapat selisih Rp9,1 miliar.

Dalam transaksi tersebut terdapat potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disetor sebesar 10% dari Rp9,1 miliar yaitu Rp910 juta dan PPh final sebesar 5% dari Rp9,1 miliar yaitu Rp455 juta. Dalam transaksi tersebut negara memiliki potensi penerimaan sebesar Rp1,3 miliar. Bayangkan jika dalam kurun satu tahun developer tersebut berhasil menjual ratusan unit, kerugian Negara bisa mencapai puluhan miliar.

CONTOH FENOMENA KASUS YANG ADA DI INDONESIA

PT ASIAN AGRI GROUP merupakan perusahaan terbesar kedua di grup raja garuda mas dimana perusahaan ini adalah milik sukanto tanoto. PT. Asian Agri memiliki 2000 hektar lahan sawit, karet, dan kakao yang tersebar di beberapa negara seperti indonesia, filipina, dan malaysia. Di asia sendiri PT. Asian Agri merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 jt ton minyak sawit mentah. 

Kasus pt asian agri bermula pada tanggal 13 nov 2006, aksi Vincentius Amin Sutanto mambobol berangkas PT. Asian Agri di bank fortis singapur senilai 3,1 juta us dolar, vincent saat itu menjabat sebagai grup financial Controller di PT. Asian Agri yang mengetahui seluk beluk keuangan PT. Asian Agri. 

Perbuatan vincent ini tercium oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pada 1 Des 2006 vincent sengaja datang ke KPK membeberkan permsalahan PT. Asian Agri yang dilangkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. 11 Desember 2006 dia menyerahkan diri ke polda metro jaya. Pembeberan vincent ini ditindak lanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke direktorat pajak. Menindak lanjuti hal tersebut DCP darmi nasution kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelegent. 

Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut 14 perusahaan di periksa, dan ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai, modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah keluaran PT. Asian Agri keperusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga dibawah harga pasar untuk kemudian dijual lagi ke pembeli dengan harga tinggi, dengan begitu beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.

Perhitungan SPT PT. Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode tahun 2002-2005. Selain itu juga bahwa dalam pajak 2002-2005 terdapat 2,6 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. 

Selanjutnya dalam persidangan di jakarta pusat ternyata diketahui bahwa majelis hakim pengadilan menolak asepsi dari manajer PT. Asian Agri yang diwakili oleh pengacaranya. Sengaketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan kepada wajib pajak harus diselesaikan secara baik. 

Majelis hakim menolak asepsi dan berpendapat bahwa PT. Asian Agri bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diberikan oleh direktoral jendral pajak. Jalur hukum pajak mempunyai cara penyelesaiannya sendiri-sendiri sesuai aturan yang sudah ditegaskan dalam UU pajak yang mengaturnya. Vincentius divonis 11 tahun penjara karena dituduh menggelapkan uang perusahaan. 

Penggelapan pajak anak perusahaan Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu diperkirakan mencapai Rp 1,340 triliun Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan memvonis terhadap mantan Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut, 2 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun. Perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto itu juga dihukum membayar denda Rp 2,5 Triliun atau setara dengan dua kali lipat nilai pajak yang digelapkan. Denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun