Zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) kini keberadaannya semakin populer sebagai salah satu alternatif dalam pemerataan distribusi di Indonesia. ZISWAF menjadi instrumen penting dalam upaya pemerataan ekonomi, dimana berdasarkan salah satu teori milik Simon Kuznet tentang "U terbalik" mengungkapkan bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah di suatu negara atau daerah maka akan diikuti juga dengan rendahnya kesetaraan pendapatan masyarakatnya yang memicu terjadinya ketimpangan pendapatan (Nazipawati, 2019).
Kondisi ekonomi Indoensia ternyata sesuai dengan teori Simon Kuznet tersebut. Ditemukan dalam situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia dan Badan Pusat Statistik bahwa pada tahun 2023 Indonesia mengalami perlambatan ekonomi sebesar 0,26 persen, yang mana pada tahun 2023 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05 persen sedangkan tahun 2022 tumbuh sebesar 5,31 persen. Hal ini juga diikuti oleh ketimpangan ekonomi Indonesia yang mengalami kenaikan, berdasarkan situs resmi Badan Pusat Statistik dan Data Boks terkuak bahwa rasio gini Indonesia pada tahun 2023 meningkat sebesar 0,007, dilihat dari rasio gini pada Maret 2023 sebesar 0,388 Â sedangkan rasio gini pada September 2022 yaitu sebesar 0,381.
Selanjutnya, dalam kondisi tersebut, ZISWAF diharapkan mampu menjadi salah satu instrumen pemerataan ekonomi di Indonesia. Dalam sistus resmi Kementerian Agama Republik Indonesia, Alissa Wahid pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pemberdayaan Zakat dan Wakaf 2024 mengungkapkan bahwa ZISWAF memiliki peran dalam memenuhi Sustainable Develompment Goals, dimana SDGs ini memuat 17 poin yang telah disetujui oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam melakukan pembangunan berkelanjutan seperti mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan, dan sebagainya. Hal ini menafsirkan bahwa ZISWAF bukan hanya sekedar kewajiban dalam agama Islam, tetapi ZISWAF memiliki peran dalam tata kelola perekonomian suatu daerah. Melalui pemanfaatan ZISWAF yang efektif, penulis yakin nantinya ZISWAF dapat memberikan potensi yang baik dalam mengelola perekonomian.
Bentuk penyaluran ZISWAF yang mengutamakan masyarakat ekonomi menengah kebawah merupakan konsep yang sempurna, dimana masyarakat atas memberikan kelebihan hartanya kepada masyarakat menengah kebawah dengan tujuan meminimalisir kesenjangan ekonomi. Hal ini jelas menggambarkan kebersamaan dan solidaritas pada sesama masyarakat. Selain itu, ZISWAF juga dapat dimanfaatkan dalam pembangunan fasilitas publik seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan sarana transportasi yang dapat meningkatkan akses kemudahan bagi masyarakat menengah kebawah. ZISWAF juga dapat menjadi sumber pendanaan bagi usaha masyarakat kecil melalui pembiayaan maupun pendanaan proyek yang produktif. Sehingga hal ini mendatangkan peluang bagi para usahawan dalam melaksanakan kegiatan ekonominya dan meningkatkan daya saing ekonomi. Hal tersebut jelas merupakan sinyal positif ketika daya saing ekonomi masyarakat meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan turut terkena imbas positifnya.
Namun dibalik peran ZISWAF yang menjanjikan, pada kenyataannya pengaplikasian ZISWAF cukup sulit diterapkan dengan baik di kalangan masyarakat. Masih terdapat beberapa kendala yang menghalangi pengoptimalan ZISWAF, seperti masih banyaknya masyarakat atas yang belum memiliki kesadaran untuk turut berpartisipasi dalam membayar ZISWAF. Selanjutnya banyak juga masyarakat yang tidak memahami konsep dari ZISWAF sehingga sungkan bagi mereka untuk membayar ZISWAF. Selain itu pengelolaan lembaga ZISWAF yang belum transparan dalam penggunaan dana ZISWAF menimbulkan kecurigaan dan menurunkan minat masyarakat untuk membayar ZISWAF, hal ini juga didukung dalam penelitian (Pratama, 2020) yang mengungkapkan bahwa rendahnya kepercayaan masyarakat kepada Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Assyafi'iyah di Kota Gajah.
Berdasarkan kendala dalam pelaksanaan ZISWAF, satu-satunya solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan kontribusi yang baik dari ketiga komponen penting ini, yaitu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah mungkin dapat menanggapi dari kasus kurangnya transparasi lembaga ZISWAF dengan menciptakan kebijakan yang bisa memunculkan transparasi dalam pengelolaan ZISWAF. Selain itu, pada pihak swasta dapat berkolaborasi denga lembaga-lembaga keagamaan dan dapat pula menciptakan tanggung jawab sosial dalam bentuk Corporate Social Responsicility (CSR). Terakhir pada sisi masyarakat perlu meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas pentingnya ZISWAF, hal ini dapat dimulai dari masyarakat atau komunitas dengan mengadakan edukasi dan ajakan kepada masyarakat yang belum memahami konsep ZISWAF.
Melalui kontribusi ZISWAF dalam redistribusi kekayaan, mendukung pembangunan publik yang berkelanjutan, dan pemberdayaan ekonomi lokal, ZISWAF dapat menciptakan masyarakat sejahtera dan adil. Namun dalam memaksimalkannya, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, swasta, dan masyararakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, transparasi lembaga, dan efektivitas pengelolaan dana ZISWAF. Melalui langkah-langkah tersebut, ZISWAF dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H