-Bantuan sosial tunai, serupa bantuan sembako, telah disalurkan sejak kasus Covid19 di Indonesia. Bedanya, bantuan tunai ini ditujukan untuk warga di luar Jabodetabek. Bantuan ini diberikan kepada warga terdampak Covid19, baik yang masuk dalam Data Komprehensif Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos). Pemerintah daerah bebas mengajukan permohonan bantuan. Tim Kemensos kemudian akan memverifikasi data yang diajukan untuk memastikan yang bersangkutan tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah pusat lainnya yang ada sebelum pandemi, sehingga tidak terjadi duplikasi data. Bantuan tersebut dikirimkan ke rekening masing-masing penerima melalui wire transfer atau disalurkan melalui PT Pos Indonesia.
-BLT dana desa, pemerintah juga menyalahgunakan sebagian anggaran dana desa BLT untuk menangani dampak ekonomi dari pandemi Covid19. Dana desa BLT tersebar dalam dua gelombang. Setiap gelombang terdiri dari tiga tahap. Gelombang pertama pada bulan April (Tahap I), Mei (Tahap II) dan Juni (Tahap III), dan gelombang kedua pada bulan Juli (Tahap IV), Agustus (Tahap V) dan September (Tahap enam)).
-Listrik gratis Pemerintah juga memberikan diskon tarif listrik bagi pelanggan yang terdampak pandemi Covid19. Insentif tersebut berupa keringanan tagihan, diskon listrik, pembatalan tarif minimum, dan pembatalan langganan. Selain perluasan cakupan pelanggan, masa insentif diperpanjang hingga Desember 2020. Pelanggan yang menerima subsidi listrik adalah pelanggan 450VA dan subsidi 900VA. Pengurangan tagihan listrik ini kemudian diperluas ke usaha kecil, menengah dan mikro, termasuk 900 VA untuk bisnis dan 900 VA untuk industri. Awalnya, listrik gratis itu berlaku selama 3 bulan, namun kemudian diperpanjang hingga akhir tahun dan bantuan lainnya.
Meski berbagai bantuan telah diberikan, banyak perekonomian masyarakat yang belum pulih sejak pandemi. Hal ini disebabkan oleh 3 hal. Pertama, jumlah masyarakat berpenghasilan rendah meningkat selama pandemi. Karena banyaknya PHK dan usaha kecil, menengah dan mikro yang tutup, bisnis yang dulu makmur sekarang diturunkan peringkatnya. Kedua, daya beli masyarakat menurun drastis. Tingkat bawah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membeli, sedangkan tingkat menengah atas menahan konsumsi. Ketiga, model penyaluran bantuan cenderung dihentikan. Misalnya, beberapa bantuan seperti BLT mencapai 600.000 rupee dalam 3 bulan pertama, tetapi jumlahnya berkurang setengahnya setelah itu. Bantuan dan subsidi pemerintah hanyalah pertimbangan jangka pendek. Padahal, pandemi Covid19 memiliki efek jangka panjang yang membutuhkan dana besar. Pemerintah juga terlihat bersemangat mengatasi masalah ekonomi akibat pandemi. Pemerintah juga khawatir jika daya beli masyarakat tidak dapat ditingkatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali negatif di masa mendatang. Padahal, jika demikian halnya, kemiskinan ekstrem bukan tidak mungkin.
Daftar Refrensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H