Mohon tunggu...
A.A.I Nadira Bunga Chanrajni
A.A.I Nadira Bunga Chanrajni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Hobi baking dan tertarik di dunia Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Merdeka dan Daerah Terpencil: Antara Cita-Cita dan Realita

17 Desember 2024   16:30 Diperbarui: 17 Desember 2024   16:30 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KURIKULUM MERDEKA DAN DAERAH TERPENCIL: ANTARA CITA-CITA DAN REALITA

Pendidikan memegang peranan penting dalam mencetak generasi unggul yang mampu bersaing di tingkat global. Dalam konteks Indonesia, keberagaman geografis, sosial, dan ekonomi menjadi tantangan utama dalam mewujudkan pendidikan yang merata. Pemerintah melalui Kurikulum Merdeka berupaya menghadirkan pendekatan baru yang lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa, sesuai dengan kebutuhan abad ke-21 (Armini, 2024). Kurikulum ini dirancang untuk memberikan kebebasan bagi pendidik dalam memilih metode pembelajaran, serta menitikberatkan pada pembelajaran berbasis proyek untuk menumbuhkan kreativitas dan karakter peserta didik. Namun, idealisme Kurikulum Merdeka sering kali berbenturan dengan realitas yang ada, terutama di daerah terpencil yang memiliki keterbatasan dalam sumber daya dan infrastruktur. Di daerah terpencil, akses terhadap teknologi, buku pelajaran, dan fasilitas belajar lainnya masih menjadi kendala signifikan.
Selain itu, kurangnya tenaga pengajar yang kompeten dan minimnya pelatihan terkait implementasi Kurikulum Merdeka semakin memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedalaman. Hal ini menyebabkan implementasi Kurikulum Merdeka tidak berjalan optimal di wilayah-wilayah tersebut, sehingga tujuan pemerataan pendidikan seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 menjadi sulit dicapai. Urgensi permasalahan ini terletak pada dampaknya terhadap keberlanjutan pembangunan nasional. Ketimpangan pendidikan dapat menghambat pertumbuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan memperparah siklus kemiskinan di daerah terpencil. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mendalam dan solusi strategis untuk memastikan Kurikulum Merdeka benar-benar inklusif dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di wilayah paling terpencil sekalipun.
Ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah terpencil masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mewujudkan pemerataan akses dan kualitas pendidikan, namun implementasi Kurikulum Merdeka sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia tentu masih menghadapi tantangan besar, terutama di daerah terpencil yang masih terbelenggu oleh keterbatasan infrastruktur, sumber daya manusia, dan akses teknologi. Berikut adalah beberapa kemungkinan yang bisa diperhatikan:
1. Meningkatkan Investasi pada Infrastruktur Pendidikan
Membangun dan memperbaiki fasilitas pendidikan di daerah terpencil merupakan langkah awal yang esensial. Pemerintah harus memastikan sekolah memiliki ruang kelas yang memadai, akses air bersih, listrik, dan fasilitas pendukung lainnya seperti laboratorium dan perpustakaan. Program seperti pengadaan sekolah digital portabel dan pembangunan sekolah berbasis komunitas dapat menjadi solusi praktis di wilayah yang sulit dijangkau. Infrastruktur yang memadai akan mendukung proses belajar mengajar sesuai dengan standar Kurikulum Merdeka (Astini, 2022), sehingga siswa dapat belajar dalam lingkungan yang layak dan kondusif.
2. Meningkatkan Kompetensi dan Insentif Guru
Guru adalah ujung tombak implementasi Kurikulum Merdeka, sehingga pelatihan berkelanjutan bagi guru di daerah terpencil menjadi prioritas. Pemerintah perlu mengadakan program pelatihan daring dan luring untuk meningkatkan kompetensi guru, termasuk pelatihan dalam pemanfaatan teknologi dan pendekatan pembelajaran berbasis proyek. Selain itu, pemberian insentif khusus seperti tunjangan daerah terpencil, fasilitas perumahan, dan penghargaan non-materiil dapat memotivasi guru untuk terus berkontribusi meski berada di lokasi yang sulit. Dengan kompetensi dan dukungan yang memadai, guru dapat lebih percaya diri dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
3. Memperluas Akses Teknologi dan Internet
Pemerataan akses teknologi dan internet menjadi kunci dalam mendukung pembelajaran berbasis digital. Pemerintah dapat bekerja sama dengan penyedia layanan telekomunikasi untuk membangun infrastruktur internet di wilayah terpencil. Program seperti penyediaan perangkat belajar gratis, penggunaan teknologi berbasis offline seperti modul pembelajaran elektronik, serta pelatihan teknologi bagi siswa dan guru dapat menjembatani kesenjangan digital (Siahaan, 2019). Dengan akses teknologi yang memadai, siswa dan guru di daerah terpencil dapat mengakses sumber belajar yang sama dengan yang ada di wilayah perkotaan.
Sebagai suatu konklusi, implementasi Kurikulum Merdeka di daerah terpencil menghadapi berbagai tantangan yang signifikan, mulai dari keterbatasan infrastruktur pendidikan, kurangnya kompetensi guru yang terlatih, hingga terbatasnya akses terhadap teknologi dan internet. Meskipun demikian, dengan berbagai strategi yang tepat, seperti peningkatan investasi dalam infrastruktur pendidikan, pelatihan intensif bagi guru, perluasan akses teknologi, serta pemberdayaan komunitas lokal, kesenjangan pendidikan di daerah terpencil dapat diatasi. Strategi-strategi ini tidak hanya akan memastikan bahwa Kurikulum Merdeka dapat diterapkan dengan optimal, tetapi juga akan menciptakan peluang yang lebih setara bagi semua anak bangsa untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka di daerah terpencil memerlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan.
REFERENSI
Armini, N. K. (2024). Evaluasi metode penilaian perkembangan siswa dan pendidikan karakter dalam kurikulum merdeka pada sekolah dasar. Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin, 4(1), 98--112.
Astini, N. K. S. (2022). Tantangan implementasi merdeka belajar pada era new normal covid-19 dan era society 5.0. Lampuhyang, 13(1), 164--180.
Siahaan, S. (2019). PEMANFAATAN PERANGKAT TIK BANTUAN USO UNTUK PEMBELAJARAN DI SMPN 2 SAKRA, KABUPATEN LOMBOK TIMUR. Jurnal Teknodik, 15--28.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun