Filosofi Pragmatisme yang dipelopori oleh tokoh seperti John Dewey, menekankan betapa pentingnya pembelajaran praktis, pemecahan masalah, dan pengalaman nyata. Dalam konteks pendidikan, filsafat ini menempatkan siswa sebagai subjek aktif, dan mereka belajar melalui pengalaman mereka sendiri dan interaksi dengan dunia sekitar mereka. Di dalam jenjang-jenjang pendidikan tersebut, terkadang terdapat materi yang tidak diminati atau tidak disukai oleh siswa (Sarah, 2018). Sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang paling sering dihindari siswa. Kesan sejarah yang melelahkan dan membosankan adalah masalah yang umum dalam pembelajaran sejarah modern. Salah satu cara untuk menerapkan pragmatisme dalam pembelajaran sejarah adalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau sering disebut dengan problem solving. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk mengaitkan peristiwa sejarah dengan masalah saat ini, yang meningkatkan pemahaman mereka mengenai relevansi pembelajaran sejarah. Dalam tujuan pembelajaran sejarah diantaranya meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, yang dimana hal ini sejalan dengan pendekatan problem solving yang mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah secara individu atau kelompok.Â
Pendekatan problem solving adalah pendekatan yang dimana siswa dihadapkan dengan pada berbagai situasi masalah dan siswa diharuskan untuk mencari solusi masalah sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Dalam pendekatan ini, guru hanya bertanggung jawab untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah. Pendekatan ini dalam konteks sejarah melibatkan siswa dalam proses mengeksplorasi dan menganalisis secara kritis masalah sejarah secara kompleks (Naufal, 2019). Pendekatan problem solving dalam pembelajaran sejarah terdiri dari beberapa prosedur, antara lain:
1. Identifikasi Masalah
Masalah atau isu historis yang relevan untuk dianalisis oleh siswa harus dipilih dan dirumuskan oleh guru. Guru dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan yang mendalam dan menantang siswa untuk berpikir kritis dan mengaitkannya dengan konteks sosial, politik, atau budaya yang lebih luas.Â
2. Mengumpulkan Informasi
Siswa diberikan kesempatan untuk mencari data dan informasi dari berbagai sumber primer dan sekunder, seperti dokumen sejarah, artefak, buku, peta, buku referensi, dan sumber digital. Aktivitas ini membantu mereka dalam meningkatkan keterampilan literasi informasi mereka, termasuk kemampuan untuk menilai validitas dan relevansi sumber yang mereka gunakan.Â
3. Analisis dan Interpretasi
Setelah mendapatkan informasi, siswa menganalisis data untuk menemukan pola, hubungan sebab-akibat, dan pendapat yang berbeda. pada tahap ini, siswa didorong untuk menilai validitas dan keandalan informasi yang mereka temukan. Guru bertindak sebagai fasilitator dan membantu siswa dalam memahami konteks dan kompleksitas permasalahan historis.Â
4. Kolaborasi
Pada tahap ini, siswa bekerja secara berkelompok untuk membahas mengenai temuan mereka. Hal ini meliputi berbagai ide, membuat argumen, dan menilai perspektif orang lain dalam kelompok. Siswa memperoleh kemampuan untuk berkomunikasi, mendengarkan, dan menghargai perspektif yang berbeda melalui kolaborasi ini.Â
5. Perumusan Solusi atau Kesimpulan