Di Tahun 2024 , semua dihebohkan media masa berita konflik dilaut china selatan akibat meminta pengakuan hak milik sengketa maritim laut . Hal inilah yang menjadi pergejolakan bagi negara tetangga di asia baik vietnam, filipina, laos , kamboja  hingga negeri indonesia , sebelum terjadi konflik ini berlangsung sebenarnya belum ada masalah konflik besar kepada negara tetangga asia atau masih tergolong damai.
   Kok bisa !, dulu damai dan sekarang perpecahan konflik dan mengancam bagi kedaulatan indonesia dan negara tetangga asia?. Semuanya bisa terjadi karena pasti ada sebab dan akibat konflik ini bisa terjadi maka ini bisa  kita sebutkan masa kilas balik atau mengingat kenapa konflik itu bisa terjadi dan alur singkatnya dari sejarah kedamaian maritim pada dizaman  dulu dan hingga sekarang perpecahan konflik itu terjadi hingga dirasakan semua negara tetangga diasia.
   Yuk , kita bahas dan mengulik semuanya . Apa si arti masa kilas balik ? , masa kilas balik ialah sebuah mengingat balik masa lalu. Yang artinya dalam kisah ini bisa terjadi konflik pada masa lalu yang pernah dialami ataupun dirasakan oleh negara China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia. Laut China Selatan merupakan sebuah perairan dengan berbagai potensi yang kaya raya, karena di dalamnya terkandung minyak bumi dan gas alam ditambah dengan peranannya penting sebagai jalur distribusi minyak dunia, perdagangan, dan pelayaran internasional. Potensi besar yang dimiliki wilayah Laut China Selatan menjadikan kawasan ini berkonflik yang dibintangi oleh banyak aktor negara dari Asia Timur dan Tenggara. Laut China Selatan (LCS) merupakan bagian dari Samudera Pasifik yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas sekitar 3.5 juta km. Sejarahnya wilayah LCS memiliki peran geopolitik yang sangat besar karena menjadi titik temu antara China dengan negara-negara yang berbatasan dengan LCS lainnya yang merupakan negara anggota ASEAN dan memiliki beberapa masalah territorial, keamanan, dan kedaulatan.
  Awal mula sejarahnya, mulai memanasnya LCS yaitu pasca Perang Dunia II saat China mengumumkan peta wilayah kedaulatannya dan mengklaim wilayah kepulauan Spratly, Paracels dan Pratas di tahun 1972. Pada masa itu ada enam pihak Claimant State yang terlibat secara langsung yaitu China, Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Malaysia. Oleh karena itu, bila dilihat dari peta yang dibuat oleh China sendiri, letak geografis Laut China Selatan menjadi tumpang tindih pada perbatasan satu dan lainnya.
 Negeri  China mengklaim wilayah Laut China Selatan yang berdasarkan fakta sejarah dimulai era Dinasti Han 110 sebelum masehi. Era itu dilakukan ekspedisi laut ke Spratly Islands oleh bangsa China ketika Dinasti Ming 1403-1433 masehi. Kemudian China memperkuat klaimnya ini dengan mengeluarkan peta nine-dashed lines (sembilan garis putus-putus) pada tahun 1947 dan Mei 2009. Berdasarkan peta itu, China mengklaim semua pulau yang ada di wilayah itu mutlak miliknya, bahkan China mengklaim perairan yang berada di wilayah tersebut masih miliknya, termasuk kandungan laut maupun tanah di bawahnya . Dengan ini, negara-negara yang terletak di kawasan Laut China Selatan tidak menerima keputusan sepihak itu.
 Nah , kita  sudah mengetahui dan memahami sedikit ulasan uraian sejarah diatas tentag konflik di Laut China Selatan dan ada satu kisah beberapa keterlibatan konfflik ini terhadap Indonesia . Keterlibatan Indonesia muncul setelah China menggambar peta laut Natuna di Laut China Selatan, masuk peta wilayahnya dengan nine dash line, bahkan dalam paspor terbaru milik warga China juga sudah tercantum. Padahal dasar hukum kepemilikan Indonesia atas semua pulau di Natuna sangat kuat di balik sabuk sakti laut teritorial 12 mil yang dideklarasikan oleh Djuanda pada 1958. Selain itu Pulau Natuna sebagai bagian dari wilayah Indonesia juga diakui oleh United Nation on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) dan telah didaftarkan di Perserikatan Bangsa -- Bangsa tanpa ada protes dari satu negara pun.
   Disisi lain , ada juga Penegakan Hukum terkait batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang sangat penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan permasalahan kedaulatan (sovereignity), hak-hak berdaulat (sovereign rights) dan yurisdiksi (jurisdiction) suatu negara terhadap zona-zona maritim sebagaimana diatur dalam United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) atau yang lebih dikenal dengan  "Hukum Laut Internasional". Indonesia telah mepunyai landasan hukum sendiriyang jelas dalam upaya penegakan hukum di Perairan Natuna Utara yaitu berdasar pada United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia lewat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan dan Pengundangan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEE Indonesia) dan dukung pula berdasarkan Keputusan Permanent Court of Justice terkait Sengketa Laut China Selatan antara Filipina dan China dimana klaim China atas Laut China dari segi Historical dengan menggunakan prinsip Nine Dash Line tidak mempunyai dasar hukum dan bertentangan dengan UNCLOS 1982.
 Dalam hal bersejarah, bahwa laut sangat terbukti telah mempunyai berbagai fungsi, antara lain sebagai sumber makanan bagi umat manusia, sebagai jalan raya perdagangan, sebagai sarana untuk penaklukan, sebagai tempat pertempuran-pertempuran, sebagai tempat bersenang-senang dan rekreasi, dan sebagai alat pemersatu atau pemisah antar bangsa Sebagai salah satu kawasan dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, kawasan Asia Pasifik seringkali dianggap sebagai kawasan yang sangat rentan terhadap konflik dengan dasar keseimbangan kawasan yang tergoong rapuh. Salah satu konflik teritorial di Asia Pasifik adalah konflik Laut China Selatan yang melibatkan beberapa negara diantarnya China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam (.Redaktur, 2016).
   Dalam pembahasan ini , penulis memiliki pandangan bahwasannya China memiliki kepentingan yang tepat dan padat atas kepentingan China didasarkan dalam 3 pokok penting yaitu ekonomi, politik serta kebutuhan pertahanan dan keamanan negara bagi China.  Kekayaan alam yang dimiliki oleh Laut China Selatan seperti memiliki hasil Minyak  bumi yang berlimpah dan dengan kekayaan minyak yang dimiliki oleh Laut China Selatan dan China yang memiliki prospek kedepan dimana penduduk China yang memiliki pertumbuhan yang cepat karena pada kisaran tahun 1970-an China sempat mengalami kemerosotan tentang kebutuhan minyak negara dan juga mempengaruhi perekonomian China, sehingga dengan pengalaman turunnya persediaan minyak China pun memulai untuk mulai gencar dalam meningkatkan persediaan minyak untuk memenuhi pemanfaatan pertumbuhan penduduk di negara China. dengan ini China memanfaatkan minyak di Laut China Selatan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
   Dengan melihat sikap China yang terbilang agresif dalam permasalahan sengketa di Laut China Selatan dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara, penulis mampu melihat bahwasannya ini ada kepentingan nasional yang dimiliki oleh Republik Rakyat China. Dimana dalam pembelajaran ini  penulis yang menempuh gelar farmasi dengan dukungan jurnal intenasional, bahwasannya untuk mencapai kelangsungan hidup suatu negara harus memenuhi kebutuhannya dengan memenuhi kepentingan nasional . Dengan pencapaian yang didapatkan melalui kepentingan Nasional Negara tersebut maka kehidupan Negara secara otomatis akan berlangsung stabil, baik dari segi politik, dari segi ekonomi hingga dari segi sosial dan pertahanan keamanan yang dimiliki oleh negara itu juga membaik.
  Cina pun tidak merasa melakukan pelanggaran hukum internasional terhadap wilayah ZEE Indonesia karena Cina tetap menganggap bahwa wilayah tersebut adalah wilayah traditional fishing ground Cina dengan dasar peta nine-dash line. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia tidak mengakui nine-dash line klaim sepihak yang dilakukan Cina karena wilayah ZEE Indonesia sudah ditetapkan berdasarkan UNCLOS 1982. Jadi, yang dipermasalahkan oleh Pemerintah Indonesia adalah Bukanlah Kedaulatan Negara, melainkan Hak Berdaulat di wilayah ZEE Indonesia yang seharusnya menjadi hak pemerintahan Indonesia, namun kapal nelayan Cina diduga telah mengambil ikan-ikan yang ada di wilayah perairan laut Natuna Utara. Oleh karena itu permasalahan ini harus segera diselesaikan karena hal ini dinilai penting agar hubungan bilateral kedua negara tetap berjalan dengan baik dan saling memberikan keuntungan.
 Simpulan dari uraian artikel diatas , Aksi yang dilakukan China di kawasan Laut China Selatan bukan hanya mengklaim secara kawasan tetapi juga mengelola dan mengeksploitasi pulau-pulau dan sumber daya alam yang berada di LCS. China membangun kawasan tersebut lengkap dengan kekuatan pertahanan didalamnya, disini China sangat menunjukan hegemoninya di kawasan Laut China Selatan. Bahkan di Natuna, China melangsungkan hegemoninya dengan melayarkan kapal-kapal nelayan dan melakukan illegal fishing dikawasan perairan yang melewati batas negara Indonesia melainkan sebuah penyampaian  maksud ingin menguasai sebagian perairan Natuna yang di klaimnya dalam peta Nine-Dash Line sebagai kedaulatan negara China. .
   Untuk mengatasi hal ancaman ini, Indonesia perlu melakukan hal negosiasi dan dialog dengan China serta memperkuat klaimnya melalui hukum internasional dan kerjasama internasional. Selain itu, peningkatan kapasitas militer dan diplomatik serta kerjasama dengan negara-negara lain juga penting untuk menjaga kedaulatan di wilayah ini. Indonesia telah mengambil beberapa tindakan hukum dan diplomatik untuk menegaskan klaim teritorialnya di Laut Cina Selatan, khususnya terkait Kepulauan Natuna dan sengketa maritim yang lebih luas dengan Cina. Berikut ini adalah tindakan-tindakan utama, yang Pertama, Posisi Non-Klaim: Indonesia secara konsisten memposisikan diri sebagai negara non-klaim dalam sengketa Laut Cina Selatan, dan sering bertindak sebagai "broker yang jujur". Kedua, Mahkamah Internasional: Pada bulan November 2015, Menteri Koordinator Bidang Kemananan Indonesia, Luhut Pandjaitan, menyatakan bahwa Indonesia dapat membawa Cina ke pengadilan internasional terkait klaimnya. Indonesia mengajukan komentar ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) terkait klaim Tiongkok dalam arbitrase tersebut. Ketiga, Penegakan Kedaulatan: Indonesia telah mengambil tindakan langsung untuk menegakkan kedaulatannya, seperti penangkapan kapal pukat Tiongkok yang dituduh melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia di dekat Kepulauan Natuna pada bulan Maret 2016.
  Dalam menjaga kepentingan pertahanan kedaulatan wilayah Indonesia, Presiden Joko Widodo merespon aksi China ini dengan bertahap,  mulai dari menigkatkan keamanan Natuna dengan membuat pangkalan militer pertahanan di wilayah Natuna dan menggelar latihan milter, mengirim nota protes kepada kedutaan besar China di Indonesia, sampai menggeluarkan peta baru dengan nama Laut Natuna Utara yang menggantikan Laut China Selatan serta tanda penegasan batas wilayah Indonesia. Terakhir, Presiden Joko Widodo mengunjungi Natuna untuk ke-3 kalinya dan meninjau langsung serta dalam rangka penegasan sikap  Indonesia atas ketetapan kedaulatannya. Sejak dulu hingga pada masa pemerintahan Joko Widodo kini, Indonesia adalah negara penengah dengan sikap yang netral dan tidak memihak pada blok tertentu sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia.
Â
RefrensiÂ
Andryanto, S. Dian. 2021. "Sejak Kapan Laut Cina Selatan Ganti Nama Laut Natuna Utara?" Https://Nasional.Tempo.Co/Read/1536119/Sejak-Kapan-Laut-Cina-Selatan-GantiNamaLaut-Natuna-Utara.
Ariesta, Marcheilla. 2020. "Nota Protes R Berharga Untuk Lindungi Natuna." Retrieved (https://www.medcom.id/internasional/asia/Rb15dwzb-nota-protes-ri-berhargauntuklindungi-natuna).
Callista, Prameshwari Ratna, Muchsin Idris, and Nanik Trihastuti. 2017. 'Klaim Tiongkok Tentang Traditional Fishing Ground Di Perairan Natuna Indonesia Dalam Perspektif UNCLOS 1982', Diponegoro Law Journal, 6.2 (Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro): 1--13
Chapman, Bert. 2016. 'CHINA'S NINE-DASHED MAP', Geopolitics, History, and International Relations, 8.1 (JSTOR): 146--68
Cogliati-Bantz, Vincent P. 2016. 'The South China Sea Arbitration (The Republic of the Philippines v. The People's Republic of China)', The International Journal of Marine and Coastal Law, 31.4 (Brill Nijhoff): 759--74
Corr, Anders (editor). 2018. Great Power, Great Strategies: The New Game in the South China Sea. Maryland: Naval Institute Press.
Djalal, Hasjim. 1979. Perjuangan Indonesia Di Bidang Hukum Laut (Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman)
Halim, Devina. 2020. 'No TitleJadi Dasar China Klaim Natuna, Nine-Dash Line Dinilai Tak Berdasar', Kompas.Com [accessed 16 March 2021] Indonesia.go.id. 2020. 'Sengketa Di Kawasan Laut Natuna Utara', Indonesia.Go.Id [accessed 16 March 2021]
Hakim, Chappy. 2018. Tol Udara Nusantara. Jakarta: Grasindo -- Kompas Gramedia.
Hayton, Bill. 2014. The South-China Sea: The Struggle for Power in Asia. New Haven and
London: Yale University Press.
Kaplan, Robert D. 2014. Asia's Couldron: The South China Sea and the End of Stable Asia Pacific. New York: Random House.
Lo, Chi-kin. 1989. China's Policy Towards Territorial Disputes: The Case of the South China Sea Islands. London & New York: Routledge.
Raditio, Klaus Heinrich. 2019. Understanding China's Behaviour in the South China Sea: A Defensive Realist Perspective. Sydney: Palgrave Macmillan.
Sekaran, Uma. 2006. Research Method of Business: A Skill-Building Approach. 4th edition.
http://www.slideshare.net/ basheer ahmad/researchmethods-for-business-entire-ebookbyuma-sekaran.
Sekaran, Uma. 2014. Research Methods for Business. https://www.doi.org/ 10.1353/pla.2008.0010.
Suryana, S., Sekaran, U., Lee, S., Stearns, T.,Geoffrey, G.M. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. International Journal of Management, No. 56 Vol. (8),p. 143-154.
Tarling, Nicholas & Chen, Xin (ed.). 2017. Maritime Security in East and Southeast Asia: Political Challenges in Asian Waters. Auckland, New Zealand: Palgrave Macmillan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H