Mohon tunggu...
026_Sukma Luong Ayu
026_Sukma Luong Ayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswi yang gemar belajar tentang hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penggunaan GNSS+InSAR untuk Mitigasi Bencana di Indonesia

6 Desember 2022   19:18 Diperbarui: 7 Desember 2022   09:24 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Global Navigation Satellite System (GNSS) dan Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) dapat di gabungkan dan diaplikasikan dalam bidang tertentu sesuai dengan fungsi utamanya. GNSS merupakan istilah dari suatu sistem satelit navigasi yang menyediakan posisi geospasial dalam lingkup global dan dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat dan akurat di bumi pada setiap saat tanpa batasan cuaca. Sedangkan InSAR adalah teknologi penginderaan jauh terkonsolidasi dimana menggunakan citra hasil dari satelit radar yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan memantau deformasi tanah.


Eropa sudah melakukan beberapa studi untuk menggabungkan sistem GNSS dan teknologi InSAR dalam pengembangan mitigasi yang banyak berfokus pada studi kasus tanah longsor, penurunan muka tanah, dan seismik/tektonik. Distribusi spasial sebagian besar sesuai dengan distribusi geohazard yang terjadi di eropa seperti penurunan muka tanah yang di selidiki di Belanda, studi kasus gunung berapi di Italia Selatan, Islandia, dan pulau-pulau di Spanyol. Italia merupakan negara pertama yang melaporkan studi dengan menggabungkan data GNSS dan InSAR. Penelitian pertama tercatat pada tahun 1999 yang menyelidiki geometri dan distribusi slip dari bidang sesar yang berasal dari gempa bumi Colfiorito yang terjadi pada tanggal 26 September 1997.

Distribusi penelitian GNSS dan InSAR di Eropa(https://www.researchgate.net/publication/351127263_Review_of_works_combining_GNSS_and_insar_in_Europe)
Distribusi penelitian GNSS dan InSAR di Eropa(https://www.researchgate.net/publication/351127263_Review_of_works_combining_GNSS_and_insar_in_Europe)

Diagram diatas merupakan distribusi penelitian terkait dengan aplikasi penggabungan data SAR dan GNSS yang telah diadopsi di 9 bidang berbeda dan diklasifikasikan sebagai berikut: tektonik, atmosfer, glasial, vulkanik, subsidensi, longsor, infrastruktur, penurunan muka tanah, dan peningkatan muka tanah. Persentase publikasi yang lebih  tinggi berkaitan dengan fenomena subsidensi (20,2%), diikuti  oleh peristiwa tanah longsor (19,7%) dan analisis tektonik atau analisis balik peristiwa seismik (18,6%).

Sedangkan di Indonesia, frekuensi gempa yang fluktuatif membuat kegiatan monitoring gempa bumi menjadi sangat penting. Hal itu untuk mengurangi risiko yang diakibatkan oleh bencana gempa bumi. Melalui kelompok penelitian Fisika Sistem Kompleks, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempelajari proses dinamika bumi dengan memanfaatkan dasar-dasar ilmu fisika. Salah satunya riset mengenai penerapan teknologi InSAR dalam monitoring deformasi pada permukaan bumi akibat gempa bumi.

Gambar frekuensi gempa di Indonesia  (http://www.fisika.lipi.go.id/news/read/teknologi-insar-untuk-monitoring-gempa-bumi)
Gambar frekuensi gempa di Indonesia  (http://www.fisika.lipi.go.id/news/read/teknologi-insar-untuk-monitoring-gempa-bumi)


“Satelit radar memancarkan gelombang radar yang kemudian dipantulkan oleh permukaan bumi, dan diterima kembali oleh sensor yang ada di satelit tersebut,” jelas Titi Anggono, peneliti dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dirinya menjelaskan bahwa di dalam InSAR, dua citra satelit radar dari area yang sama di-sampling pada periode waktu yang berbeda kemudian dibandingkan satu sama lain. “Gelombang radar yang dipancarkan tidak terpengaruh oleh awan sehingga cukup efektif dalam memonitor pergerakan permukaan tanah secara kontinu akibat proses geologi ataupun yang lainnya,” ujar Titi Anggono.
Menurutnya, gelombang radar yang dipancarkan oleh satelit  tersebut memiliki dua jenis informasi yang disebut amplitudo dan fasa. “Amplitudo yang terekam dipengaruhi oleh jenis atau parameter fisis dari permukaan bumi, misalnya air, batu, ataupun tanah lempung bisa memberikan amplitudo yang berbeda. Sedangkan perubahan fasa dipengaruhi oleh perubahan ketinggian muka permukaan bumi, perubahan waktu tempuh dari gelombang radar. Kedua jenis informasi ini yang akan menjadi data bagi InSAR untuk mengamati deformasi,” jelas peneliti Fisika Sistem Kompleks tersebut.
Deformasi pada kerak bumi yang oleh Titi dan tim amati, merupakan salah satu parameter yang cukup penting dalam pengamatan proses gempa. “Dengan melakukan proses inversi dari pengamatan deformasi, kita bisa mengetahui proses atau dinamika gempa bumi yang terjadi,” ucapnya.

Saat ini, Indonesia masih melakukan penelitian terkait pengembangan GNSS dan InSAR untuk mitigasi bencana khususnya terkait gempa bumi yang menggunakan remote sensing. InSAR memberikan keuntungan dalam proses pengamatan atau monitoring deformasi antara lain memberikan resolusi yang tinggi untuk daerah yang cukup luas, kemampuan untuk melakukan pengamatan pada daerah yang sulit untuk dijangkau, dan sensitif terhadap perubahan secara vertikal.

Ditulis oleh Kelompok 6 :

Abrar Ziqri Sabriaen (12319021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun