Krisis iklim adalah salah satu tantangan paling signifikan yang kita hadapi saat ini. Suhu bumi telah meningkat sebesar 1,1C di atas tingkat pra-industri, dan dampak yang diakibatkannya terhadap planet kita sudah terlihat, termasuk peristiwa cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi, naiknya permukaan laut, dan mencairnya gletser. Salah satu kontributor utama krisis iklim adalah pembakaran bahan bakar fosil, yang melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer, memerangkap panas dan menyebabkan pemanasan global. Untuk mengatasi krisis ini, kita perlu beralih ke sumber energi terbarukan, dan salah satu opsi yang paling menjanjikan adalah energi matahari.
Perjanjian Paris (Paris Agreemen), yang ditandatangani pada tahun 2015 oleh 196 negara, bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah 2C di atas tingkat pra-industri, dengan tujuan mengejar upaya untuk membatasi peningkatan hingga 1,5C. Mencapai tujuan ini membutuhkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan, dan salah satu cara yang paling menjanjikan untuk melakukannya adalah melalui penyebaran energi surya.
Energi matahari adalah sumber daya bersih dan terbarukan yang tidak menghasilkan emisi dan memiliki dampak minimal terhadap lingkungan. Dengan memanfaatkan tenaga matahari, kita dapat menghasilkan listrik tanpa memerlukan bahan bakar fosil, mengurangi jejak karbon kita, dan membantu memerangi krisis iklim. Manfaat energi matahari sangat banyak. Pertama, merupakan sumber energi terbarukan, artinya tidak akan pernah habis. Tidak seperti bahan bakar fosil, yang merupakan sumber daya terbatas yang pada akhirnya akan habis, matahari akan terus bersinar selama miliaran tahun, memberi kita sumber energi yang andal dan berkelanjutan.
Kedua, energi surya itu bersih. Saat kita membakar bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas, kita melepaskan karbon dioksida dan polutan lainnya ke atmosfer. Emisi ini berkontribusi pada efek rumah kaca, yang memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Energi matahari, di sisi lain, tidak menghasilkan emisi, menjadikannya pilihan yang jauh lebih bersih untuk menghasilkan tenaga.
Ketiga, energi matahari itu serbaguna. Ini dapat digunakan dalam berbagai pengaturan, dari pertanian surya skala besar yang menghasilkan listrik untuk seluruh komunitas, hingga sistem skala kecil yang memberi daya pada rumah dan bisnis individu. Keserbagunaan ini menjadikannya pilihan fleksibel yang dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan wilayah yang berbeda.
Perjanjian Paris mengakui pentingnya energi terbarukan, dan menyerukan negara-negara untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi mereka. Energi matahari adalah komponen kunci dari upaya ini, karena dapat menyediakan listrik dunia dalam jumlah yang signifikan dengan cara yang bersih dan berkelanjutan.
Menurut Badan Energi Internasional, energi matahari dapat menyediakan hingga 30% listrik dunia pada tahun 2050. Mencapai tingkat penyebaran ini akan membutuhkan peningkatan yang signifikan dalam investasi dan penyebaran energi matahari, tetapi ini adalah tujuan yang dapat dicapai dan juga dapat dicapai. diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim dari Perjanjian Paris.Â
Selain mengurangi emisi, energi surya juga dapat memberikan banyak manfaat lainnya. Misalnya, dapat meningkatkan ketahanan energi, mengurangi polusi udara, dan menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan. Karena biaya panel surya terus menurun, biayanya menjadi semakin kompetitif dengan sumber energi tradisional, menjadikannya pilihan yang layak untuk lebih banyak negara dan komunitas.
Saat ini, energi surya menjadi lebih terjangkau. Biaya panel surya telah turun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menjadikannya pilihan yang layak untuk lebih banyak orang dan perusahaan. Seiring dengan peningkatan teknologi, kita dapat memperkirakan biaya energi matahari akan terus menurun, membuatnya semakin mudah diakses di tahun-tahun mendatang.
Indonesia juga turut andil berperan dalam menanggulangi perubahan iklim tengah diperkuat dengan perumusan sejumlah kebijakan, khususnya di sektor energi. Upaya ini tengah ditempuh Indonesia demi mencapai target penurunan emisi maupun Net Zero Emission (netralitas karbon) yang ditargetkan akan tercapai di tahun 2060 atau lebih awal.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, persoalan lingkungan dan ketegasan menjalankan misi tersebut membutuhkan daya dukung transisi energi sehingga membuka ruang pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang optimal.
"Transisi energi menuju net zero emission membutuhkan infrastruktur energi, teknologi, dan pembiayaan. Melalui peningkatan infrastruktur seperti interkoneksi jaringan, kita (Indonesia) berpeluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan EBT," jelas Arifin saat menyampaikan pandangannya pada Ministrial Talks, dalam rangkaian agenda Conference of Parties (COP) ke-26 di Paviliun Indonesia, Glasgow, UK, Senin (1/10).
Selain banyak manfaatnya, energi surya juga dapat membantu mengatasi krisis iklim dan menurunkan suhu global. Dengan mengganti bahan bakar fosil dengan energi matahari, kita dapat mengurangi jejak karbon kita secara signifikan, yang akan membantu memperlambat laju pemanasan global. Menurut Badan Energi Internasional, energi matahari dapat menyediakan hingga 30% listrik dunia pada tahun 2050, yang akan berdampak besar pada pengurangan emisi gas rumah kaca.
Salah satu tantangan penggelaran energi surya dalam skala besar adalah intermittency matahari. Panel surya menghasilkan listrik hanya saat matahari bersinar, yang berarti sistem penyimpanan energi diperlukan untuk menyediakan daya saat matahari tidak tersedia. Namun, kemajuan dalam teknologi penyimpanan energi memungkinkan untuk menyimpan energi untuk jangka waktu yang lebih lama, yang akan membuat energi surya lebih layak sebagai sumber listrik utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H