Ketiga, pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Metode ini mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, menganalisis informasi, dan memecahkan masalah, yang merupakan keterampilan penting dalam dunia kerja.
Evaluasi berbasis kinerja juga memiliki kekurangan. Pertama, subjektivitas. Penilaian tugas atau proyek bisa lebih subjektif dibandingkan dengan tes karena bergantung pada interpretasi penilai terhadap kualitas pekerjaan peserta didik. Kedua, waktu dan sumber daya. Evaluasi berbasis kinerja memerlukan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk pelaksanaannya.Â
Penilai harus menyediakan waktu lebih untuk memberikan umpan balik yang mendalam. Ketiga, kesulitan standarisasi. Karena sifatnya yang kontekstual dan bervariasi, sulit untuk menstandarkan penilaian sehingga hasil evaluasi dari berbagai peserta didik dapat dibandingkan dengan adil.
Kesimpulan
Baik evaluasi berbasis tes maupun evaluasi berbasis kinerja memiliki tempatnya masing-masing dalam sistem pendidikan. Evaluasi berbasis tes cocok digunakan untuk mengukur pengetahuan teoritis secara efisien dan objektif. Di sisi lain, evaluasi berbasis kinerja lebih efektif dalam menilai penerapan praktis dari pengetahuan dan keterampilan, serta mendorong pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Idealnya, sistem pendidikan yang efektif menggabungkan kedua metode ini untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai kemampuan dan kompetensi peserta didik. Dengan memanfaatkan kelebihan masing-masing metode, pendidik dapat memastikan bahwa evaluasi yang dilakukan tidak hanya adil dan obyektif, tetapi juga relevan dan bermanfaat dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H