Mohon tunggu...
fajriatul kamelia
fajriatul kamelia Mohon Tunggu... -

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Ilmu Komunikasi, angkatan 2014

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fasisme Sebagai Ideologi

11 Desember 2014   16:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:32 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umumnya fasisme selalu dikaitkan pada peristiwa masa lalu Eropa, jauh dari diri kita dan bahkan jauh dari bangsa dan tanah air kita. Padahal sesungguhnya fasisme sebagai suatu keyakinan dan sikap hidup maupun pndirian politik sangat mungkin tumbuh subur dimana-mana, termasuk di rumah tangga kita, bahkan di kepala kita.

Apa yang di maksud dengan fasisme? Fasisme (fascism) berasal dari bahasa Italia ‘fascio’ yang di ambil dari bahasa Latin 'fasces', yang berarti seikat batang kayu. Dalam budaya Romawi Kuno, simbol seikat batang kayu ini digunakan sebagai simbol kekuatan, artinya suatu kekuatan berasal dari ikatan bermacam-macam unsur yang menyatu. Namun fascio sekaligus merupakan simbol dari pengabdian loyalitas, pengakuan, dan kepatuhan atas otoritas negara sebagai sumber dari segala sumber hukum, serta kepatuhan kepada pemerintah dalam segala aspek kehidupan nasional. Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan termasuk eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. Pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.

Fasisme sebagai gerakan politik, berkembang dalam kehidupan politik di Eropa, antara tahun 1919 sampai 1944. Satu hal yang menarik, ciri penting dari hampir semua gerakan fasisme adalah mereka meletakkan negara sebagai pengatur dan pusat seluruh sejarah dan kehidupan. Serta berpijak pada otoritas pemimpin yang tak terbagi dari para pemimpin, dimana rakyat menggantungkan harapannya agar kesatuan dan persatun bangsa terjaga, terbebas dari disintegrasi. Jadi sesungguhnya ada alasan yang kuat dan absah bahwa ideologi fasisme sangat mungkin menghinggapi pikiran masyarakat mana pun, terutama bila masyarakat dihadapkan pada situasi yang diyakini mengancam keutuhan bangsa.

Gerakan fasisme di Italia pada masa rezim Mussolini ternyata pada dasarnya merujuk tradisi fascio. Namun berbeda dengan semangat kekuasaan Romawi Kuno, fasisme di Italia muncul sebagai wujud kekecewaan rakyat terhadap lemahnya pemerintah. Selain itu tumbuhnya fasisme ini juga dipicu oleh ketidaksabaran rakyat atas situasi krisis dan kekacauan ekonomi yang melanda Italia setelah Perang Dunia I. Kondisi lemahnya kepemimpinan nasional serta krisis ekonomi dan politik yang demikian melahirkan frustasi dan keputusasaan rakyat yang berkepanjangan. Rakyat merindukan dan menghidupkan dan mengaharapkan munculnya kehidupan politik yang otoriter, tegas, dan disiplin model militer. Bahkan moral rakyat yang frustasi dan tidak sabar ingin mengakhiri krisis ini tidak saja meletakkan harapan pada pendekatan militeristik.

Demikian halnya di Jerman, gerakan fasisme yang terhimpun dalam partai National Socialist (NAZI) pimpinan Adolf Hitler, mulanya merupakan suatu gerakan massa yang bereaksi atau buruknya kondisi sosial-politik-ekonomi di Jerman akibat Perang Dunia I. Keadaan ini melahirkan frustasi dan menyuburkan sentimen nasionalisme. Meski disebabkan oleh latar belakang sejarah yang berbeda tetapi dari segi pandangan politik, fasisme di Jerman dan Italia secara mendasar berangkat dari analisis dan asumsi yang sama.

Jika kita menganalisa fasisme dengan analisis liberal yang ada dalam fasisme adalah Militerisme, otoriter, totaliter, anti Demokrasi,dan mentolerir kekerasan. Itu semua bersumber pada watak dari pemimpin yang berbakat menjadi fasis. Artinya, peranan pemimpin dalam analisis tersebut sangatlah sentral. Namun bagi para pemikir dan intelektual marxis, yang cenderung menganalisis secara struktural, mereka melihat gejala fasisme lebih sebagi suatu perkembangan dan sekaligus akibat dari kapitalisme.

Paham fasime telah di larang oleh PBB karena paham fasisme yang mentolerir kekerasan dan juga anti demokrasi. Jika ada Negara yang menganut paham fasisme maka akan di jatuhkan sanksi oleh Dewan Keamanan PBB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun