Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - https://ngalirspace.wordpress.com/
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hanya orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

M. Natsir dan Pemikiran Politik Islam

30 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 30 Desember 2021   10:01 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Natsir Mengenai Islam dan Indonesia

Islam sebagai agama dan dasar keyakinan telah menjadi falsafah hidup dan ideologi seorang Mukmin. Ia tidak akan pernah dapat dipisahkan daripada aktiviti kehidupan mereka. Dalam sebuah artikel Arti agama dalam negara, Natsir menegaskan perhubungan yang kuat antara agama dan politik dengan mengatakan:

"Jika yang dinamakan agama itu hanyalah semata-mata satu sistem peribadatan antara makhluk dengan Yang Maha Kuasa. Definisi ini tidak tepat bagi agama yang bernama Islam. Islam adalah falsafah hidup; satu sistem perikehidupan untuk kemenangan manusia sekarang dan di akhirat nanti. Oleh kerana itu, bagi kita sebagai Muslim kita tidak mungkin dapat melepaskan diri kita daripada politik. Sebagai orang berpolitik, kita tidak dapat melepaskan diri daripada ideologi kita, yakni ideologi Islam." (M. Natsir, 2008)[7]

Natsir menolak prinsip sekuler dalam konteks pengelolaan negara, karena dalam pandangan sekuler mengabaikan nilai-nilai pengabdian hamba terhadap tuhannya, dalam kontek pengaturan negara. Hal ini bisa dilihat dari Pidato Natsir dalam Sidang Pleno Konstituante pada tanggal 12 November 1957, seperti kutipan berikut ini:

"Sekulerisme adalah suatu cara hidup yang mengandung paham tujuan dan sikap, hanya didalam batas hidup keduniaan. Segala sesuatu dalam penghidupan kaum sekulerisme tidak ditujukan kepada apa yang melebihi batas keduniaan. Ia tidak mengenal ada: akhirat, tuhan dsb. Walaupun ada ada kalanya mereka mengakui akan adanya tuhan, tapi dalam penghidupan perseorangan sehari-hari umpanya, seorang sekularis tidak menganggap perlu adanya hubungan jiwa dengan tuhan, baik dalam sikap, tingkah laku dan tindakan seharihari, maupun hubungan jiwa dalam arti doa dan ibadah." (M. Natsir, 1957)[8]

Bagi M. Natsir, politik dan dakwah tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi mata uang yang sama, bagi Natsir politik adalah pelaksanaan al-amru bi al-ma'ruf wa al-nahyi an al munkar. Antara dakwah dan politik itu menyatu, tidak ada pemisahan antara keduanya. Oleh karena itu M.Natsir menyampaikan:

"Sebagai muslim, kita tidak dapat melepaskan diri dari politik. Dan sebagai orang berpolitik, kita tak dapat melepaskan diri dari ideologi kita, yakni ideologi Islam. Bagi kita, menegakkan Islam itu tak dapat dilepaskan dari menegakkan masyarakat, menegakkan negara, menegakkan kemerdekaan." (M. Natsir, 2008)[9]

Pemikiran Politik Islam M. Natsir menegaskan, bahwa agama dan negara adalah dua elemen yang tak terpisah. Upaya dalam mewujudkan pemikiran tersebut dilakukan dalam cara-cara yang elegan. Beliau memperjuangkannya lewat tulisan-tulisan yang terstruktur secara akademis atau ilmiah. Juga diusahakan melalui legal konstitusional dan demokrasi, contohnya dengan menjadi bagian dari partai politik Masyumi dan Konstituante. Melalui pandangan M. Natsir kita diingatkan kembali, bahwa melepaskan agama dari negara (sekuler) bukanlah jalan terbaik, tetapi yang benar adalah hubungan keduanya bersifat timbal balik dan saling memerlukan. Dengan kata lain, bila dalam pembahasan teori tentang hubungan agama dan negara, hal ini disebut sebagai Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm).

[1] Ahmad Mansur Suryanegara. 2016. "Api Sejarah". Surya Dinasti.

[2] Roni Tabroni. 2017. "Komunikasi Politik Mohammad Natsir". Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1 No. 1.

[3] Jatim. 2018. "Gagasan Kebangsaan Mohammad Natsir dan Kontribusinya dalam Pemikiran Keislaman". Jurnal el-Furqania Vol. 4 No. 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun